Berita Semarang

5 Mahasiswa Semarang Divonis Bersalah Lakukan Perusakan saat Demo May Day,

Lima mahasiswa Semarang divonis bersalah melakukan perusakan saat demo Hari Buruh atau May Day, 1 Mei 2025. Mereka divonis 2 bulan dan 16 hari.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/IWAN ARIFIANTO
DENGARKAN PUTUSAN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan vonis 2 bulan dan 16 hari kepada lima mahasiswa Unnes yang terlibat aksi kerusuhan demo peringatan Hari Buruh atau May Day Semarang, di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (27/10/2025). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Lima mahasiswa di Semarang divonis hukuman 2 bulan dan 16 hari penjara.

Kelimanya dinyatakan bersalah dan melakukan perusakan saat demo May Day atau peringatan Hari Buruh di Semarang, 1 Mei 2025, lalu.

Sidang vonis digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (27/10/2025).

Lima mahasiswa tersebut adalah MAS (22) alias Akmal, ADA (22) alias Afta, dan KM (19) alias Kemal, mereka berasal dari Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Kemudian, ANH (19) atau Afrizal, mahasiswa Universitas Semarang (USM), dan  MJR(21) atau Jovan, dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Menurut hakim, kelima terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana berupa sengaja turut serta tidak menuruti perintah petugas kepolisian yang mengimbau mereka agar tidak melakukan pengerusakan dan melawan petugas sesuai pasal dakwaan alternatif ketiga dari jaksa penuntut umum yakni pasal 216 ayat 1 junto pasal 55 ayat 1 KUHP.

"Kelima terdakwa dijatuhi hukuman pidana masing-masing selama 2 bulan dan 16 hari."

"Kemudian, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruh hukuman dari pidana yang dijatuhkan," kata Ketua Majelis Hakim Rudy Ruswoyo membacakan amar putusan.

Baca juga: Lima Mahasiswa Semarang Terdakwa Ricuh May Day Mulai Disidang, Didakwa Rusak Fasum dan Serang Polisi

Hakim menjatuhkan vonis tersebut selepas mempertimbangkan beberapa aspek di antaranya hal-hal yang memberatkan berupa perbuatan para terdakwa menimbulkan keresahan di dalam masyarakat.

Sebaliknya, keadaan yang meringankan, di antaranya, para terdakwa bersikap sopan di persidangan.

Para terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya para terdakwa belum pernah dihukum.

Para terdakwa masih berstatus sebagai mahasiswa yang masih memiliki tanggung jawab menyelesaikan pendidikannya di Unnes, USM, dan Undip.

Hakim juga menyatakan menolak seluruh nota pembelaan atau pledoi dari empat terdakwa Akmal, Afta, Kemal, dan Afrizal.

Sementara, terdakwa Jovan tidak mengajukan pembelaan akan tetapi mengajukan restorative justice yang berisi kesepakatan antara Undip dengan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Semarang yang menyepakati langkah perdamaian dengan saling memaafkan dan membayar uang pengganti kepada Disperkim.

"Kami sepakat terhadap JPU terkait putusan ini yang merujuk pasal alternatif ketiga."

"Namun, kami tidak sepakat lamanya pemidanaan karena masa depan para terdakwa masih panjang dan sedang menempuh pendidikan," terangnya.

Vonis dari hakim tersebut memang di bawah dari tuntutan jaksa yang menuntut lima terdakwa dengan hukuman 3 bulan penjara.

Kecewa Pledoi Diabaikan

Selepas amar putusan dibacakan, hakim memberikan kesempatan kepada kelima terdakwa untuk menanggapi putusan tersebut. 

Empat terdakwa yakni, Akmal, Afta, Kemal, dan Afrizal menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. 

Hal yang sama dinyatakan jaksa penuntut umum, Supinto Priyono. 

Sebaliknya, terdakwa Jovan menyatakan menerima putusan tersebut.

Baca juga: 2 Mahasiswa Undip Semarang Divonis Bersalah Sekap Intel Polda Jateng, Dihukum 2 Bulan 3 Hari

Kuasa Hukum Empat Terdakwa dari Tim Suara Aksi, Tuti Wijayanti mengaku kecewa atas putusan tersebut karena hakim dinilai abai terhadap fakta-fakta di persidangan. 

Kemudian, hakim tidak memperhitungkan pleidoi atau pembelaan yang diajukan oleh para terdakwa.

"Iya kami masih mempersiapkan apakah akan mengajukan banding atau tidak selama waktu tujuh hari ini," katanya.

Kuasa Hukum Terdakwa Jovan, Galih Fauzan mengatakan, menerima putusan tersebut karena sudah tidak ingin memperpanjang kasus ini.

Sedari awal, pihaknya juga sudah tidak ingin memperpanjang masalah ini hingga ke pengadilan dengan mengajukan restorative justice kepada Disperkim Kota Semarang dan saksi korban (polisi), tapi upaya RJ tersebut gagal dipijak saksi korban hingga akhirnya kasus berlanjut ke pengadilan.

"Kami akhirnya menerima putusan pengadilan tersebut," ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved