TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Semarang mengapresiasi kejelian dokter di RS Panti Wilasa Citarum Kota Semarang sehingga terungkap adanya dugaan kekerasan pada dua pasien cilik yang ditangani.
Mereka berharap, paramedis di fasilitas kesehatan (faskes) lain juga menerapkan hal serupa untuk menolong para korban.
Diketahui, dua kasus kekerasan anak terungkap setelah dua korban yang masih berstatus anak-anak datang untuk mendapat perawatan medis.
Meski tak bisa menyelamatkan nyawa keduanya, dokter yang menangani memeriksa dan menemukan adanya dugaan kekerasan seksual lewat luka di dubur dan vagina kedua bocah tersebut.
Dua korban tersebut adalah anak perempuan berinisial KSA (6) warga Gayamsari dan DKW (12) warga Semarang Timur.
Jarak kematian kedua korban hanya dua pekan.
"Iya, kami sangat apresiasi dokter IGD di Panti Wilasa Citarum yang betul-betul mengaplikasikan ilmu forensik," kata Ketua IDI Kota Semarang dr Sigid Kirana Lintang Bhima, Sp FM(K) saat dihubungi, Jumat (3/11/2023).
Baca juga: Autopsi Selesai, Penyebab Kematian Bocah Diduga Korban Kekerasan Seksual di Semarang Belum Diungkap
Ia menilai, sikap tersebut perlu dimiliki semua dokter, terutama mereka yang bertugas di garda terdepan, semisal dokter yang bertugas di IGD, puskesmas, ataupun di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Terlebih, tugas dokter bukan hanya mengobati melainkan pula melindungi pasien.
"Makanya, awareness (kesadaran) terhadap korban kekerasan seksual, penganiayaan, dan kasus lain menjadi satu fungsi pencegahan dari seorang dokter," ungkapnya.
Melihat pentingnya peran dokter di garis depan tersebut, lanjut dia, perlu peningkatan kompetensi dokter umum di bidang ilmu forensik.
Sebab, bisa saja, kasus serupa terjadi pula di puskesmas atau rumah sakit lain namun dokternya tidak tanggap.
Padahal, tugas dokter, selain mengobati secara medis juga harus tanggap terhadap kasus-kasus kekerasan yang berkaitan dengan hukum pidana.
"Kalau di RS Panti Wilasa Citarum, kebetulan di sana sudah ada dokter forensik sehingga ketika ada kasus seperti ini, mereka lebih tanggap karena ada penguatan kompetensi lewat paparan in-house training yang lebih sering dilakukan," paparnya.
Menurutnya, hal yang sama tentu akan dilakukan di layanan kesehatan lain lantaran sudah ada sistem operasional prosedur (SOP), terutama saat menghadapi kasus kematian perempuan anak.
Baca juga: Terungkap Penyebab Luka di Dubur Bocah Perempuan yang Meninggal di Semarang, Disodomi Paman