TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Penyakit mulut dan kuku (PMK) saat ini tengah mewabah di Indonesia.
Penyakit ini banyak menyerang hewan ternak dari mulai sapi, kerbau hingga domba atau kambing.
Tergolong penyakit akut yang penyebarannya melalui infeksi virus dan mudah menular.
Dekan Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) Universitas Diponegoro (Undip), Prof Bambang WHEP membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian PMK Undip dengan koordinator drh Dian Wahyu Harjanti PhD.
Baca juga: Penanganan Penyakit Mulut Kuku PMK di Jateng, Tim Surveilans Terus Jalan, Vaksin Segera Siap
Tugas Satgas PMK tersebut ialah memberikan edukasi mengenai PMK dan sosialisasi kepada masyarakat bahwa PMK tidak ditularkan ke manusia karena bukan penyakit zoonosis, dan daging maupun susu aman untuk dikonsumsi.
Edukasi dan Sosialisasi kepada masyarakat tersebut dilaksanakan melalui forum temu virtual dengan peternak binaan FPP Undip dan masyarakat dan melalui media sosial.
Dian Wahyu menyampaikan, PMK adalah penyakit infeksi virus (family Picornaviridae) yang bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku genap atau belah (cloven-hoofed).
Baca juga: 48 Ekor di 13 Daerah di Jateng Positif PMK, Ganjar Beri Bantuan Pendampingan dan Obat
Nama lain penyakit ini antara lain aphthae epizootica (AE), foot and mouth disease (FMD).
"Virus PMK berukuran kecil berukuran sekitar 20 milimikron, tidak beramplop atau tanpa lapisan lemak.
Memiliki capsid yang kuat sehingga virus ini sangat tahan terhadap desinfektan yang cara kerjanya melarutkan lemak," jelasnya dalam keterangan tertulis.
Berdasarkan sifat dan struktur virus tersebut, tidak semua jenis desinfektan peka terhadap virus ini.
Saat ini, kata dia, Kementerian Pertanian RI bekerjasama dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) segera merilis Standar Operasional Prosedur (SOP) panduan pencegahan dan penanganan PMK, termasuk jenis desinfektan yang direkomendasikan.
"Penyakit PMK ini tidak ditularkan ke manusia atau bukan penyakit zoonosis.
Sehingga, yang menjadi fokus pemerintah saat ini adalah jangan sampai penyakit ini menyebar antarternak yang peka dan jangan sampai manusia menjadi perantara atau penyebar kepada hewan yang peka," katanya.
Baca juga: Ditemukan Sapi Positif Penyakit Mulut Kuku PMK di Kota Semarang, Langsung Isolasi!
Terlebih lagi, budaya masyarakat Indonesia mengkonsumsi daging matang atau yang dimasak.
Melalui proses pemanasan hingga bagian tengah daging mencapai 70 derajat celcius selama 30 menit virus PMK akan mati.
Pada manusia, tidak menimbulkan penyakit, namun dampaknya adalah pada hewan peka.
Hewan yang peka terhadap PMK adalah sapi, kerbau, kambing, domba, rusa, babi, unta dan beberapa jenis hewan liar seperti bison, antelope, jerapah dan gajah.
Baca juga: Menteri Pertanian SYL: Penyakit Mulut Kuku PMK Tak Pengaruhi Stok Iduladha dan Daging dalam Negeri
Menurutnya, PMK adalah penyakit hewan menular yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia.
"Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat dan mampu melampaui batas negara serta dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi," kata Dian Wahyu.
Untuk kerugian ekonomi berupa kematian ternak dan tingginya angka kesakitan, adanya hambatan perdagangan, terganggunya industri turisme, operasional pemberantasan penyakit, serta gangguan terhadap aspek sosial budaya dan keresahan masyarakat.
Riwayat PMK di Indonesia
Ia mengatakan Indonesia pernah mengalami beberapa kejadian wabah PMK, mulai dari masuknya PMK ke Indonesia pada 1887 di Malang, Jawa Timur yang selanjutnya menyebar ke berbagai daerah.
Sampai kejadian wabah terakhir di pulau Jawa pada 1983 yang dimulai dari Jawa Timur.
Dengan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan PMK, akhirnya Indonesia berhasil mendeklarasikan status bebas PMK pada 1986 melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 260/Kpts/TN.510/5/1986.
Baca juga: Kebumen Tutup Perdagangan Hewan Ternak dari Luar Daerah untuk Antisipasi Penyebaran PMK
Kemudian mendapatkan pengakuan dunia terhadap status bebas PMK tanpa vaksinasi sebagaimana tercantum dalam Resolusi Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) Nomor XI Tahun 1990.
Lebih lanjut ia menyampaikan hewan yang terinfeksi PMK dapat mengekskresikan virus pada cairan vesikel yang terkelupas, udara pernapasan, saliva, susu, semen, feses dan urin.
Hewan tertular yang masih dalam status praklinis, yaitu belum menampakkan gejala klinis yang jelas ternyata dapat mengekskresikan virus.
"Kenyataan ini sangat berbahaya mengingat ada kemungkinan hewan yang belum menunjukkan gejala klinis tersebut dijual atau dipotong sehingga berpotensi menyebarkan penyakit pada hewan peka lainnya," ujarnya.
Baca juga: Tak Tutup Pasar Hewan, Ini Cara Dinas Pertanian Cilacap Cegah Penyakit Mulut dan Kuku pada Ternak
Hewan peka dapat tertular melalui jalur inhalasi atau melalui jalur udara atau pernapasan, ingesti atau melalui pakan dan minum, perkawinan baik alami ataupun buatan, serta kontak atau bersentuhan.
Penyebaran penyakit antararea sering disebabkan oleh lalu lintas hewan tertular, kendaraan, peralatan, orang dan produk hewan yang terkontaminasi virus PMK.
Berdasarkan literatur, penyebaran virus PMK dapat mencapai 10 kilometer, yang dipengaruhi oleh perputaran udara.
Baca juga: Proses Penyembuhan dari Penyakit Mulut dan Kuku Lama, Satu Sapi di Cilacap Terpaksa Dipotong
Jika sapi sudah dipotong, organ yang ada di tubuh sapi terutama sumsum tulang dan tulangnya, kepala, limfoglandula, dan jeroan harus dipisahkan dari daging dan ditangani dengan baik karena dapat mengandung virus.
Penanganan yang direkomendasikan adalah perebusan mendidih selama minimal 30 detik terhadap organ tersebut.
"Jadi kalau daging tanpa tulang bisa dikatakan relatif aman karena pedoman dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE / World Organization for Animal Health) bahwa bagian yang paling aman adalah daging tanpa tulang dan tanpa limfoglandula," terang Dian.(*)