Berita Nasional

Nihayatul Wafiroh Kecewa Jokowi Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Masyarakat akan Gugat Lagi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo mengenakan masker saat memimpin upacara pelantikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/5/2020). Presiden secara resmi melantik Irjen Pol Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT menggantikan Komjen Pol Suhardi Alius - Berbagai kalangan masyarakat kecewa Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah masa pandemi corona.

"Saya secara personal cukup kecewa dengan keputusan ini, karena tidak layak, tidak polite, kurang beretika, ketika dalam situasi rakyat sangat susah di pandemi," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh.

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Keputusan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo kembali menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menuai respon negatif dari berbagai kalangan masyarakat.

Tak terkecuali dari unsur legislatif. Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh meyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Presiden Jokowi tersebut.

Terlebih, keputusan menaikkan iuran kepesertaan BPJS hampir 100 persen atau dua kali lipat itu dilakukan di tengah masa pandemi virus corona.

Nihayatul menilai seakan-akan pemerintah tidak peka terhadap situasi yang dialami masyarakat akibat pandemi Covid-19 ini.

Di Tengah Pademi, Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Hampir 2 Kali Lipat, Bakal Kembali Digugat?

Iuran BPJS Kesehatan Kembali Naik, Simak Rincian Tarif Terbaru Berikut Ini

Begini Alasan Jokowi Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Hampir 2 Kali Lipat

Pasca-putusan MA Batalkan Kenaikan BPJS Kesehatan, Komisi IX DPR: Saatnya Berbenah, Kami akan Awasi

"Saya secara personal cukup kecewa dengan keputusan ini, karena tidak layak, tidak polite, kurang beretika, ketika dalam situasi rakyat sangat susah di pandemi," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh kepada wartawan, Kamis (14/5/2020).

Ia memandang pemerintah seperti sedang mempermainkan masyarakat karena tidak memberikan kepastian kesehatan.

Nihayatul pun merasa heran dengan keputusan Jokowi.

"Kemarin April sudah membayar kenaikan, lalu Mei ini mereka mengakumulasi kenaikan dengan hanya menambah sisanya, jadi April, Mei, Juni sesuai dengan iuran yang lama."

"Tapi selanjutnya harus membayar iuran yang baru," ucapnya.

Menurut Nihayatul, meski kenaikan mula-mula berlaku bagi peserta kelas 1 dan kelas 2 yang dianggap mampu, tetapi saat ini tak sedikit masyarakat yang mampu itu turut kehilangan pekerjaan karena pandemi Covid-19.

Politikus PKB itu meminta pemerintah tidak egois dan benar-benar hadir untuk melindungi rakyat.

"Pemerintah tidak boleh egois untuk menaikkan seperti ini. Psikologi masyarakat harus dipikirkan," ucap Nihayatul.

"Kondisi masyarakat yang Covid-19, jelang Lebaran, tertekan sangat lama di rumah, ini ditambah masalah BPJS Kesehatan yang cenderung tidak konsisten."

"Ini membingungkan dan bikin resah masyarakat," kata dia.

Masyarakat akan Gugat Lagi

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) berencana kembali mengajukan gugatan uji materi terhadap aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"KPCDI berencana kembali mengajukan uji materi ke MA kembali atas perpres tersebut. Saat ini sedang berdiskusi dengan tim pengacara dan menyusun uji materi tersebut," ujar Sekjen KPCDI Petrus Hariyanto.

KPCDI adalah organisasi yang sebelumnya menggugat Perpres 75/2019 hingga akhirnya dibatalkan oleh MA.

Menurut Petrus, walau ada perubahan jumlah angka kenaikan dalam Perpres Nomor 64, hal itu dirasakan masih memberatkan masyarakat.

"Terlebih saat ini masih dalam situasi krisis wabah Covid-19. KPCDI melihat hal itu sebagai bentuk pemerintah mengakali keputusan MA," kata Petrus.

Pihaknya menilai pemerintah seharusnya tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

"Walau perpres tersebut masih memberikan subsidi bagi kelas III, tetapi per Januari 2021 iuran akan naik menjadi Rp35.000," ujar Petrus.

Sebelumnya diberitakan, iuran kepesertaan Badan Pengaman Jaring Sosial (BPJS) Kesehatan kembali naik. Bahkan hampir 2 kali lipat dari yang harus dibayarkan peserta pada saat ini.

Keputusan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo menaikkan iuran BPJS hampir 2 kali lipat di tengah pandemi virus corona, tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kenaikan bagi peserta mandiri, segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34. 

Cara Mudah Cek Kepesertaan Bansos Covid-19 Melalui Aplikasi, Simak Petunjuk Berikut Ini

23 ASN Purbalingga Melawan! Laporkan Balik Bawaslu ke DKPP, Kuasa Hukum: Tidak Profesional

IATA Tak Mendukung Aturan Jaga Jarak Antarpenumpang dalam Pesawat Terbang, Mengapa?

Dilaporkan Kuasa Hukum ASN Purbalingga ke DKPP, Bawaslu: Pemeriksaan Sudah Sesuai Prosedur

Beleid kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu diteken Presiden Jokowi pada Selasa (5/5/2020).

Berikut rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri:

  • Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000, dari saat ini Rp80.000
  • Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp100.000, dari saat ini sebesar Rp51.000
  • Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000

Namun, pemerintah memberi subsidi Rp16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp35.000.

Pada akhir tahun lalu, Jokowi juga sempat menaikkan tarif iuran BPJS kesehatan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Namun, Mahkamah Agung membatalkan kenaikan tersebut. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Wakil Ketua Komisi IX DPR Kecewa Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan

Berita Terkini