Berita Jateng

Pengakuan Mengejutkan Kades di Pati Ternyata Tak Pernah Diajak Musyawarah Soal Kenaikan Tarif PBB-P2

Kepala desa di Pati membantah pernah diajak bermusyawarah terkait kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati menyesuaikan NJOP

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: khoirul muzaki
Mazka Hauzan Naufal/Tribun Jateng
BERI KESAKSIAN - Kepala Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Suwardi, memberikan kesaksian dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Pemakzulan Bupati Sudewo di DPRD Pati, Kamis (28/8/2025). Dia mengaku tidak pernah diajak bermusyawarah terkait kebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). 


"Tidak pernah ada istilah masukan atau persetujuan. Saya sempat menyampaikan di Kecamatan Margorejo saat ada sosialisasi. Saya minta tolong dikaji ulang karena kondisi masyarakat kecil sedang sulit, uang Rp 10 ribu pun sangat berarti bagi mereka," kata dia.


Sebagaimana diketahui, setelah mendapat desakan besar dari berbagai pihak, Bupati Pati Sudewo telah membatalkan kebijakan kenaikan tarif PBB-P2.


Tarif dikembalikan seperti tahun 2024, tanpa ada kenaikan satu persen pun.


Bagi warga yang terlanjur membayar, sisa uang akan dikembalikan melalui pemerintah desa masing-masing.

Baca juga: Kawasan Cagar Budaya Klampok Banjarnegara tak Kalah dengan Kota Lama Semarang


Kades Ngagel, Suwardi, mengatakan bahwa sejauh ini pengembalian uang lebihan pembayaran PBB-P2 belum dilakukan.


Namun, pihak desa sudah diminta membuat rekening khusus untuk persiapan pengembalian.


"Pengembalian belum, tapi sudah proses tiap desa membuat rekening pengembalian lebihan pembayaran PBB. Juknis belum ada. Harapan kami segera, karena masyarakat sudah banyak yang menanyakan, kapan uangnya dikembalikan. Di Ngagel sendiri yang sudah membayar sekitar 40 persen," jelas dia.


Sebelumnya, Bupati Pati Sudewo pernah menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian NJOP yang berdampak pada kenaikan PBB-P2 hingga maksimal 250 persen bukanlah keputusan sepihak. 


Menurutnya, keputusan ini diambil melalui proses musyawarah bersama para kepala desa yang kemudian menyosialisasikannya kepada warga dalam forum rapat-rapat RT.


“Angka maksimal 250 persen itu merupakan hasil masukan dari bawah. Dan yang mencapai angka itu sangat sedikit, mayoritas justru di bawah 100 persen,” terang dia dalam wawancara eksklusif bersama TribunJateng.com di ruang kerjanya, Rabu malam (6/8/2025). (mzk)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved