Berita Jateng
Pengakuan Mengejutkan Kades di Pati Ternyata Tak Pernah Diajak Musyawarah Soal Kenaikan Tarif PBB-P2
Kepala desa di Pati membantah pernah diajak bermusyawarah terkait kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati menyesuaikan NJOP
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI - Kepala Desa di Pati membantah pernah diajak bermusyawarah terkait kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mengakibatkan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Bantahan itu antara lain disampaikan oleh Kepala Desa (Kades) Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Suwardi serta Kades Muktiharjo, Kecamatan Margorejo, Suwarto.
Mereka dihadirkan dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati Sudewo di DPRD Pati, Kamis (28/8/2025).
"Pansus ini, kami diundang untuk memberikan keterangan seputar kenaikan PBB-P2. Kami tegaskan bahwa kami tidak pernah mengusulkan kenaikan. Tapi ketika ada kenaikan, kami diundang di kecamatan masing-masing untuk mendapatkan sosialisasi," kata Suwardi.
Menurut dia, pernyataan Bupati Sudewo bahwa kenaikan tarif PBB-P2 hingga 250 persen merupakan hasil usulan dan musyawarah dengan para Kades telah memicu polemik di tengah masyarakat desa.
Kades dianggap membebani masyarakatnya sendiri.
Padahal, kata Suwardi, Kades sama sekali tidak pernah diajak musyawarah.
Yang ada hanyalah sosialisasi ketika kenaikan telah diputuskan.
Suwarto memberikan keterangan sama.
"Intinya, kami kepala desa, saat ada kenaikan pajak, seperti disampaikan bupati bahwa ada musyawarah dan usulan-masukan Kades, itu tidak benar," kata Kades Muktiharjo ini.
Menurutnya, bahkan para Kades merasa tersinggung dengan pernyataan itu.
Sebab, hal itu membuat mereka berbenturan dengan masyarakat.
"Kami harap pernyataan itu bisa diklarifikasi. Untung kami dipanggil Pansus. Akhirnya kami bisa menjelaskan hal itu," jelas dia.
Suwarto menegaskan, terkait kenaikan PBB-P2 ini, Kades tidak pernah memberikan persetujuan.
Bahkan, pihaknya pernah meminta adanya kajian ulang terkait kebijakan ini.
"Tidak pernah ada istilah masukan atau persetujuan. Saya sempat menyampaikan di Kecamatan Margorejo saat ada sosialisasi. Saya minta tolong dikaji ulang karena kondisi masyarakat kecil sedang sulit, uang Rp 10 ribu pun sangat berarti bagi mereka," kata dia.
Sebagaimana diketahui, setelah mendapat desakan besar dari berbagai pihak, Bupati Pati Sudewo telah membatalkan kebijakan kenaikan tarif PBB-P2.
Tarif dikembalikan seperti tahun 2024, tanpa ada kenaikan satu persen pun.
Bagi warga yang terlanjur membayar, sisa uang akan dikembalikan melalui pemerintah desa masing-masing.
Baca juga: Kawasan Cagar Budaya Klampok Banjarnegara tak Kalah dengan Kota Lama Semarang
Kades Ngagel, Suwardi, mengatakan bahwa sejauh ini pengembalian uang lebihan pembayaran PBB-P2 belum dilakukan.
Namun, pihak desa sudah diminta membuat rekening khusus untuk persiapan pengembalian.
"Pengembalian belum, tapi sudah proses tiap desa membuat rekening pengembalian lebihan pembayaran PBB. Juknis belum ada. Harapan kami segera, karena masyarakat sudah banyak yang menanyakan, kapan uangnya dikembalikan. Di Ngagel sendiri yang sudah membayar sekitar 40 persen," jelas dia.
Sebelumnya, Bupati Pati Sudewo pernah menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian NJOP yang berdampak pada kenaikan PBB-P2 hingga maksimal 250 persen bukanlah keputusan sepihak.
Menurutnya, keputusan ini diambil melalui proses musyawarah bersama para kepala desa yang kemudian menyosialisasikannya kepada warga dalam forum rapat-rapat RT.
“Angka maksimal 250 persen itu merupakan hasil masukan dari bawah. Dan yang mencapai angka itu sangat sedikit, mayoritas justru di bawah 100 persen,” terang dia dalam wawancara eksklusif bersama TribunJateng.com di ruang kerjanya, Rabu malam (6/8/2025). (mzk)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.