Pelecehan di Unsoed

BREAKING NEWS: Oknum Guru Besar FISIP Unsoed Diduga Lecehkan Mahasiswi, Rektorat Gelar Rapat

Kasus kekerasan atau pelecehan seksual guncang Unsoed. Pelakunya diduga seorang profesor, korbannya mahasiswi.

TRIBUN BANYUMAS/ PERMATA PUTRA SEJATI
MAHASISWA LAWAN KEKERASAN - Sejumlah mahasiswa membentangkan spanduk protes di depan Gedung Rektorat Unsoed, Purwokerto, Rabu (23/7/2025), untuk menyuarakan keprihatinan atas kasus dugaan kekerasan atau pelecehan seksual oleh oknum guru besar. Aksi ini dilakukan dengan cara menuliskan tuntutan tegas pada spanduk, mendesak Unsoed untuk melindungi korban dan tidak menutupi kasus yang diduga melibatkan seorang profesor FISIP tersebut. 

Kasus yang diduga melibatkan seorang guru besar dan mahasiswi ini menjadi ujian berat bagi Unsoed.

Universitas dituntut untuk membuktikan komitmennya dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman dari kekerasan seksual.

Rekam Jejak dan Cara Unsoed Tangani Korban Pelecehan

Mencuatnya kasus dugaan kekerasan seksual oleh oknum guru besar kini menempatkan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unsoed di bawah sorotan publik.

Banyak pihak bertanya, bagaimana sebenarnya cara Satgas PPKS Unsoed dalam menangani laporan dari korban kekerasan seksual?

Untuk menjawabnya, bisa berkaca dari kasus besar yang pernah mereka tangani pada tahun 2024 lalu.

Kasus pada tahun 2024 itu menunjukkan bahwa Satgas PPKS Unsoed memiliki prosedur yang jelas dan berpihak pada korban.

Saat itu, Satgas PPKS Unsoed dihadapkan pada kasus yang menimpa empat mahasiswi sekaligus.

Mereka menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang pria berinisial MD.

Pelaku MD saat itu bukanlah bagian dari civitas akademika Unsoed, melainkan predator dari luar.

Modusnya adalah dengan menawarkan pekerjaan sebagai model iklan kepada para mahasiswi.

Ketua Satgas PPKS Unsoed, Tri Wuryaningsih, dalam arsip pemberitaan Sabtu, 21 September 2024, menjelaskan langkah-langkah mereka.

Ternyata, langkah pertama Satgas PPKS Unsoed saat menerima laporan bukanlah langsung mendorong ke ranah hukum.

Fokus utama mereka adalah kondisi mental para korban.

Mereka memastikan para korban mendapatkan pendampingan psikologis yang intensif.

“Ada pendampingan psikolog korban terlebih dulu sebelum laporan ke pihak berwenang,” kata Tri Wuryaningsih saat itu.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved