Hikmah Ramadan oleh Menteri Agama
Merawat Kemabruran Puasa: Hikmah di Balik Tak Terkabulnya Doa, Mungkin Ada yang Tidak Halal
Allah SWT tidak ingin mengabulkan permohonan itu agar yang bersangkutan tidak asyik bermain dan menikmati hasil doanya lalu lupa naik ke langit.
SETIAP orang selalu memohon, agar doanya diijabah Allah SWT. Akan tetapi tidak semua doa itu diijabah oleh-Nya.
Apa arti di balik pengabulan dan penerimaan sebuah doa? Apakah pengabulan doa berarti tanda cinta Tuhan atau sebaliknya?
Atau penolakan doa berarti tanda benci Tuhan terhadap diri kta?
Tidak banyak orang memahami bahwa penolakan sebuah doa yang sudah dipanjatkan secara khusyuk dan berkali-kali justru akan menjadi modal utama bagi yang bersangkutan untuk menolak bala dan menjadi cadangan amunisi untuk mempertahankan rahmat dan karunia Allah SWT.
Seandainya dibukakan apa hikmah di balik penolakan doa maka mungkin di antara kita lebuh banyak bersyukur akan penundaan pengabulan doa itu.
Penolakan atau tertundanya sebuah doa boleh jadi disebabkan karena beberapa hal antara lain sebagai berikut:
Pertama, Allah SWT mencintai hamba yang bersangkutan, karena itu Ia menolak permohonannya.
Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa: Rahasia Doa Dikabulkan, Perhatikan Etika Berdoa
Yang bersangkutan diminta untuk ke langit dan dilangit pasti lebih banyak pilihan yang maha baik disbanding apa yang dimohonkannya di bumi.
Allah SWT tidak ingin mengabulkan permohonan itu agar yang bersangkutan tidak asyik bermain dan menikmati hasil doanya lalu lupa naik ke langit.
Kita terkadang menanggapi seorang pemohon dengan memberikan permintaannya segera agar dia tidak datang lagi.
Kedua, Allah SWT memandang yang bersangkutan tidak terlalu penting baginya apa yang dimohonnya. Permohonan itu lebih dibutuhkan oleh anak-anak atau cucu kesayangannya di kemudian hari.
Ia hanya menjadikannya sebagai kebutuhan sekunder sedangkan anak dan atau cucunya menjadikannya sebagai kebutuhan primer, sehingga Allah SWT tidak menurunkannya kepada tetapi kepada anak atau cucunya.
Ketiga, Allah SWT memandang persyaratan untuk dikabulkan sebuah doa dari hamba tetapi tidak terpenuhi persyaratan itu oleh hamba yang berasngkutan, misalnya doanya setengah hati atau tidak serius. Seolah doanya hanya formalitas belaka, karena ia merasa aman (save) dari berbagai kemungkinan resiko terjeleh karena mungkin ia pejabat atau memiliki harta atau uang yang banyak.
Banyak faktor yang menjadi sebab ditolak atau diterimanya doa seseorang.
Ada faktor subyektif dan ada faktor obyektif. Bagaimana mungkin Allah SWT mau menerima doa seseorang sementara pakaian, tempat, dan bahkan energi yang menggerakkan dirinya di dalam berdoa semuanya berasal dari barang yang tidak halal. Rumah yang digunakan berdoa hasil korupsi, sajadah yang digunakan berdoa hasil sogokan, dan energi yang digunakan mengangkat kedua tangan dalam berdoa bersumber dari harta yang syuhbaht atau mungkin haram?
Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa: Menebar Energi Positif, Kunci Meraih Kebahagiaan
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Religiousness dan Religious Mindedness, Menuju Rahmatan Lil ‘alamin |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Salam, Islam, ke Istislam, Seorang Muslim harus Mengutamakan Damai |
![]() |
---|
Kemabruran Puasa: Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati, Segala yang Keluar dari Hati akan Mendarat di Hati |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Wirid ke Warid, Tidak Lagi akan Didikte oleh Kepentingan Dunia |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Ta'abbud ke Isti'anah, Berharap Meraih Tanazul |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.