Sritex Pailit

Kurator Sebut PT Sritex Tinggalkan Tagihan Utang Rp 32 Triliun, Pilihan Terburuk PHK Karyawan

Selain utang sebesar Rp 32,6 triliun, perusahaan afiliasi Sritex Grup juga mendaftarkan tagihan sebesar Rp 1,2 triliun.

Editor: Rustam Aji
KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah
KURATOR - Tim kurator yang menangani kepailitan PT Sritex, terdiri dari Denny Ardiansyah, Nurma C.Y. Sadikin, Fajar Romy Gumilar, Nur Hidayat menggelar konferensi pers di All Stay Hotel Semarang, Senin (13/1/2025) malam. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Tim kurator Sritex Grup yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga untuk menangani kasus ini terdiri dari Denny Ardiansyah, Nurma C.Y. Sadikin, Fajar Romy Gumilar, dan Nur Hidayat, harus berpikir keras untuk menyelesaikan persoalan, setelah Sritex Grup dinyatakan pailit. 

Pasalnya, total tagihan utang yang didaftarkan ke kurator mencapai Rp 32,6 triliun.

Mereka menggelar konferensi pers di All Stay Hotel Semarang pada Senin (13/1/2025) malam.

Dalam kesempatan tersebut, Denny Ardiansyah menekankan bahwa melanjutkan operasional pabrik yang tidak menguntungkan dengan skema going concern bukanlah pilihan yang tepat.

"Nyatanya di dalam laporan keuangan di bulan Juni pun di situ proses produksi dan penjualan dari para debitur ini mengalami kerugian yang sangat besar sekali. Itu siapa yang nanggung, itu yang kami khawatirkan," ungkapnya.

Baca juga: Sebut Ada Tangan Setan yang Bermain dalam Proses Kepailitan Sritex, Wamenaker Tak Ingin Ada PHK

Selain utang sebesar Rp 32,6 triliun, perusahaan afiliasi Sritex Grup juga mendaftarkan tagihan sebesar Rp 1,2 triliun.

Empat perusahaan yang tergabung dalam Sritex Grup, yaitu PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Pantja Djaya, resmi dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024.

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. (TribunSolo.com/Anang Ma'ruf)

"Oleh karena itu, dengan melihat juga beban utang dengan ekuitas dengan asetnya, saya kira langkah pemberesan itu adalah langkah yang tepat untuk saat ini," ujar dia.

Denny menilai bahwa langkah pemberesan adalah pilihan yang lebih tepat saat ini, mengingat beban utang yang sangat besar dibandingkan dengan ekuitas dan aset perusahaan.

Tim kurator saat ini akan memfokuskan perhatian pada penanganan aset terlebih dahulu sebelum menyusun rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak mengabaikan hak-hak para buruh.

"Kemudian terkait dengan PHK tadi penerapannya mungkin nanti kami akan formulasikan bersama kurator dan kita juga akan melihat bagaimana ke depannya kami mengamankan terlebih dahulu dari aspek pailit," lanjut Nurma.

Baca juga: Operasional Pabrik Sritex Terancam Berhenti Total Satu Bulan Lagi jika Pengiriman Bahan Baku Disetop

Namun, tim kurator mengaku belum menguasai seluruh aset pailit karena adanya intervensi yang menghambat tugas mereka.

Nurma juga menyatakan belum mengetahui jumlah pasti karyawan yang akan terdampak PHK, meskipun total karyawan dari sejumlah perusahaan tersebut mencapai 11.271 orang.

"Kami juga belum mendapatkan detail berapa daftar karyawan yang memang terdaftar karena kami belum mendapatkan data yang jelas sampai saat ini," tambahnya.

Sementara itu, Nanang Setiyono, seorang karyawan PT Bitratex Industries yang telah bekerja sejak 1992, mengungkapkan bahwa sebagian besar karyawan di pabriknya sepakat untuk meminta PHK.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved