Berita Kesehatan

Data WHO, Setiap 30 Detik Ada 1 Kematian akibat Hepatitis. Bagaimana Kasus di Indonesia?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, setiap 30 detik, ada satu orang meninggal dunia akibat penyakit hepatitis.

Editor: rika irawati
Istimewa/Freepik
Ilustrasi bentuk virus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, setiap 30 detik, ada satu orang meninggal dunia akibat penyakit hepatitis. 

TRIBUNBANYUMAS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, setiap 30 detik, ada satu orang meninggal dunia akibat penyakit hepatitis.

Itu sebabnya, WHO ingin meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap virus hepatitis di seluruh dunia.

Hal ini disampaikan WHO dalam rangka memperingati Hari Hepatitis Sedunia, setiap 28 Juli.

"Kita harus mempercepat tindakan pencegahan, diagnosis, dan pengobatan yang lebih baik untuk menyelamatkan nyawa dan meningkatkan hasil kesehatan," demikian yang tertulis dalam laman WHO, dikutip Senin (29/7/2024).

Sementara, dikutip dari Kompas.com, ada lima jenis utama virus hepatitis, yaitu A, B, C, D, dan E.

Hepatitis B dan C merupakan jenis yang paling umum dan mengakibatkan 1,3 juta kematian, serta 2,2 juta kasus infeksi baru setiap tahunnya.

Baca juga: Orangtua, Ini 5 Hal yang Wajib Diketahui untuk Mencegah Anak Terkena Hepatitis Akut Misterius

Data WHO, ada 304 juta orang hidup dengan Hepatitis B dan C kronis pada 2022.

Namun, hanya 45 persen bayi di dunia yang menerima vaksin Hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah lahir pada 2022.

Angka kematian akibat hepatitis B dan C pada 2022 tercatat sebanyak 1,3 juta orang.

Kasus di Indonesia Turun dalam 10 Tahun

Sementara, prevalensi Hepatitis B di Indonesia menurun dalam 10 tahun terakhir.

Ini diketahui dari rilis Kementerian Kesehatan RI pada Jumat (26/7/2024).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dr Imran Pambudi MPHM mengatakan, prevalensi Hepatitis B turun dari 7,1 persen pada 2013 menjadi 2,4 persen pada 2023.

Angka ini diperoleh dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI.

Hal sama terjadi pada Hepatitis C.

Menurut data WHO Global Health Observatory 2022 for HCV, prevalensi Hepatitis C turun dari 1 persen pada 2013 menjadi 0,5 persen pada 2022.

Menurut Imran, penurunan prevalensi hepatitis ini terjadi karena sejumlah upaya strategis yang diterapkan pemerintah.

Pertama, pencegahan penularan Hepatitis B dari ibu ke anak melalui pemberian vaksin Hepatitis B dan antivirus tenofovir.

Terbukti, pada 2023, lebih dari 2,3 juta dari target 4,4 juta bayi baru lahir telah menerima vaksin Hepatitis B setelah 24 jam kelahiran.

"Kemudian, bagi ibu hamil yang kami temukan positif, kami berikan antivirus tenofovir untuk mencegah transmisi virus Hepatitis B dari ibu ke anak," kata Imran.

Kedua, upaya memperkuat surveilans dan penemuan kasus pada populasi berisiko tinggi, semisal pada ibu hamil, tenaga medis (named), dan tenaga kesehatan (nakes).

Pada 2023, sebanyak 3.358.549 ibu hamil diskrining Hepatitis B dan sebanyak 50.789 ibu hamil di antaranya terdeteksi HBsAg (Hepatitis B surface antigen) reaktif.

"Untuk tenaga kesehatan, sebanyak 364.002 nakes dan named diskrining HBsAg. Hasilnya, 359.677 HBsAg non-reaktif dan 267.574 belum memiliki antibodi sehingga layak divaksinasi," ujarnya.

Baca juga: Para Ahli Turun Tangan Selidiki Penyebab Hepatitis Misterius pada Anak, Diduga Disebabkan Adenovirus

Untuk penyakit Hepatitis C, pada 2017 hingga Juni 2024, sebanyak 967.330 individu berisiko tinggi telah menjalani skrining Hepatitis C.

Berdasarkan hasil skrining, 42.292 orang di antaranya dinyatakan positif untuk antibodi Hepatitis C (anti-HCV).

Lalu, hanya 67,4 persen atau 28.504 yang melanjutkan ke tahap pemeriksaan selanjutnya, yaitu pemeriksaan viral load (VL) untuk RNA HCV.

Dari 28.504 orang yang menjalani pemeriksaan VL HCV RNA, sebanyak 16.327 orang memerlukan pengobatan karena memiliki infeksi Hepatitis C aktif.

Upaya ketiga adalah pengobatan.

Menurut Imran, pemerintah telah menyediakan obat Direct Acting Antiviral (DAA) untuk pengobatan Hepatitis C.

Pengobatan ini diyakini memiliki tingkat keberhasilan mencapai 90 persen.

Pengobatan DAA ini pun diupayakan tersedia di seluruh wilayah di Indonesia.

"Untuk pengobatan DAA ini, kami sudah menyediakan di 33 provinsi."

"Dan, pada tahun 2024 ini, ditargetkan semua provinsi itu sudah punya rumah sakit yang bisa memberikan layanan pengobatan Hepatitis C dengan DAA," ungkapnya.

Sejak 2017 hingga Juni 2024, tercatat lebih dari 11.689 pasien telah memulai terapi pengobatan Hepatitis C.

Namun, hanya 8.364 orang yang menyelesaikan pengobatan, dan 3.139 di antaranya dinyatakan sembuh.

Imran menjelaskan, meskipun prevalensi hepatitis secara umum telah menurun secara signifikan, angka kasus di Indonesia masih cukup tinggi.

Menurut WHO, Indonesia menempati peringkat keempat di kawasan Asia Tenggara atau South-East Asia Region (SEARO) untuk kejadian dan kematian akibat penyakit hati.

"Tercatat, baru 56 ribu yang didiagnosis. Artinya, sebetulnya, masih banyak banget penderita Hepatitis B yang tidak terdiagnosis karena tidak terskrining."

"Orang-orang inilah yang kemungkinan besar menularkan ke orang lain," ucapnya. (Kompas.com/Shintaloka Pradita Sicca)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WHO Sebut 1 Orang Meninggal Setiap 30 Detik Akibat Hepatitis".

Baca juga: Tak Terlihat Sejak 2018, Ibu dan Anak Ditemukan Telah Menjadi Kerangka di Dalam Rumah di Bandung

Baca juga: Suhu di Dieng Banjarnegara Makin Mirip Negeri Bersalju, Embun Es Sering Menyapa Wisatawan

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved