Berita Jateng
Proyek Tanggul Laut Raksasa di Pantura Ditentang Aktivis Lingkungan, Ini Dampak Negatifnya
Para aktivis dan peneliti lingkungan di Semarang mengkritik keras wacana proyek Giant Sea Wall (GSW) atau tanggul laut raksasa
Penulis: iwan Arifianto | Editor: khoirul muzaki
Sebaliknya merugikan yang lemah seperti perkampungan nelayan karena semakin terpapar pada perubahan arus air laut yang menyebabkan abrasi pantai.
Tanggul laut menimbulkan ketimpangan geografis antara wilayah barat dan timur, antara wilayah daratan dan pesisir Pantura.
Tanggul laut akan mengurangi dampak banjir di wilayah daratan, tapi merusak ekosistem di wilayah pesisir.
"Tanggul laut mempersempit dan menutup ruang tangkap nelayan, mematikan mangrove dan ekosistem pesisir. Dan, memperparah banjir karena air dari darat terkepung di belakang tanggul, seperti kasus yang terjadi di Kampung Tambak Lorok, Semarang," ucapnya.
Pihaknya mendorong pemerintah melalui analisis dan pendekatan segi-banyak terhadap kompleksitas permasalahan terkait-air (ekstraksi air tanah, amblesan tanah, rob, abrasi pantai, dan ekosistem pesisir) di Pantura Jawa.
Baca juga: 1164 Warga Kebumen Masuk Kategori Sangat Miskin, Penghasilan Sebulan Kurang Rp 400 Ribu
Ini artinya mendorong pemerintah keluar dari pendekatan segi-satu yang mewujud dalam solusi tanggul laut yang cenderung hanya mau mengatur agar air laut tidak membanjiri daratan.
"Pendekatan lain, misalnya, adalah dari sisi manajemen air tanah agar ekstraksi air-tanah-dalam semakin dikurangi, agar laju amblesan semakin berkurang," terangnya.
Menurut Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, proyek tanggul laut raksasa sebagai proyek maladaptif.
Hal ini merujuk ke laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebuah dokumen yang disusun oleh organisasi internasional yang fokus pada perubahan iklim .
Dalam laporan tersebut, Giant Sea Wall disebut sebagai Jakarta Great Garuda Projects yang menjadi contoh proyek maladaptif.
"Bahasa sederhananya banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Jadi, kurang bijaksana ya, sudah tahu itu solusi maladaptasi tapi malah dipaksakan dengan biaya besar lagi," tuturnya.
Ia mengungkapkan, senang isu tanggul laut raksasa bisa naik ke publik sehingga publik dapat menyanggah dan memberikan argumen.
Baca juga: Kota Semarang Punya 143 Taman, Ini yang Terbaru Diresmikan di Genuksari
Namun, isu ini hanya berkutat pada isu gimmick yang tak bisa menyelesaikan persoalan sesungguhnya seperti kondisi pesisir yang tenggelam, tata guna lahan yang buruk, dan masalah konservasi. "Kita malah sibuk dengan gimmick-gimmick," katanya.
Dalam menyelesaikan persoalan pesisir pantura, kata dia, pemerintah sama sekali tak membicarakan penurunan muka tanah yang menjadi persoalan mendasar.
Pemerintah malah membicarakan caranya bikin tanggul, menaruh pompa, skema pembiayaan, dan jalan tol sebagai tanggul.
"Jadi bikin tanggul tanpa menyelesaikan masalah penurunan tanah ibarat orang kena kanker paru-paru jalani kemoterapi tapi ga berhenti merokok," jelasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.