Berita Jateng
Proyek Tanggul Laut Raksasa di Pantura Ditentang Aktivis Lingkungan, Ini Dampak Negatifnya
Para aktivis dan peneliti lingkungan di Semarang mengkritik keras wacana proyek Giant Sea Wall (GSW) atau tanggul laut raksasa
Penulis: iwan Arifianto | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Para aktivis dan peneliti lingkungan di Semarang mengkritik keras wacana proyek Giant Sea Wall (GSW) atau tanggul laut raksasa yang diklaim pemerintah bakal menyelesaikan persoalan pesisir pantura.
Mereka menilai proyek GSW sebagai proyek aspirasi "maskulin" yang diadopsi dari luar negeri tanpa mendengarkan suara warga lokal.
"Giant Sea Wall suntikan dari Belanda terlihat sekali aspirasi seperti itu merupakan aspirasi maskulin dari luar tanpa mendengarkan terlebih dahulu suara warga lokal," ujar Peneliti Koalisi Maleh Dadi Segoro (MDS) Eka Handriana dalam diskusi publik Dampak Giant Sea Wall (GSW) Terhadap Kawasan Pantai Utara (Pantura) Jawa melalui zoom, Jumat (12/1/2024).
Ia menuturkan, proyek GSW misal dijalankan berarti tak memperdulikan kondisi masyarakat pesisir.
Baca juga: Marak Razia Knalpot Brong Bikin Pengrajin Knalpot Purbalingga Resah, Takut Omzet Turun
Seharusnya pemerintah mendengarkan orang pesisir pantura seperti Semarang dan Demak terkait persoalan yang mereka hadapi seperti kecemasan dan betapa susahnya saat kedatangan banjir rob.
"(Pemerintah) selalu solusinya tanggul dan tanggul tanpa peduli masyarakat nanti susah cari makan dan sumber kehidupannya hilang," jelasnya.
Menurutnya, kerusakan Pesisir pantura saat ini akibat pembangunan kapitalistik yang dilakukan pembebanan bangunan dan ekstraksi air bawah tanah.
Oleh karena itu, pembangunan kapitalistik yang misal diselesaikan juga dengan pembangunan Giant Sea Wall maka tak akan menjawab persoalan.
"Penyelesaian persoalan ini harus dilakukan pendekatan yang dimulai dari merunut datanya dulu karena persoalan di Jakarta Cirebon, Semarang dan daerah lainnya itu berbeda.
"Bahkan, pesisir Semarang Timur sama Mangkang saja beda. Mangkang bisa tumbuh mangrove, sebaliknya Semarang Timur ke Demak mangrove susah tumbuh sehingga harus diteliti kondisi perwilayahan," paparnya.
Baca juga: Perbaikan Jembatan Rusak Viral di Kampung Laut, APBD Cilacap Angkat Tangan, Diusulkan APBN
Koordinator Maleh Dadi Segoro (MDS), Martha Kumala Dewi mengatakan, dampak negatif tanggul laut akan mengkonsentrasikan pembangunan dan aktivitas ekonomi di Pantura Jawa.
Hal ini kontraproduktif dengan kondisi ekologi Pantura Jawa yang mengalami amblesan tanah.
Pembangunan infrastruktur dan aktivitas ekonomi yang semakin padat pasti mendatangkan beban dan membutuhkan air, di mana kebutuhan akan air untuk rumah tangga dan industri di Pantura Jawa banyak dipenuhi melalui ekstraksi air-tanah-dalam.
"Jadi, konsentrasi ekonomi di Pantura Jawa yang datang bersama dengan tanggul laut akan semakin memperparah amblesan tanah melalui pembebanan fisik dan ekstraksi air-tanah-dalam yang akan semakin bertambah," bebernya..
Dampak lainnya, lanjut dia, tanggul laut seperti yang sedang dikerjakan pada proyek Tol Tanggul Laut Semarang Demak (TTLSD), menguntungkan wilayah yang kuat seperti kawasan industri yang diutamakan pengembangannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.