Berita Pemalang

Sekda Nonaktif Pemalang Jalani Sidang Korupsi. Terungkap, Ada Uang untuk Biayai Kasus Somasi Bupati

Sekda nonaktif Pemalang Mohamad Arifin menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi pembangunan jalan, di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis.

TribunJabar.id
Ilustrasi suap dan korupsi. Sekda nonaktif Pemalang Mohamad Arifin menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Semarang. Arifin didakwa menerima fee tiga persen dari nilai proyek pembangunan dua jalan, saat masih menjabat sebagai kepala DPU Pemalang tahun 2010. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Sekertaris Daerah (Sekda) nonaktif Pemalang Mohamad Arifin menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi pembangunan jalan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kamis (19/1/2023).

Dalam sidang tersebut terungkap, Arifin menerima sekitar Rp500 juta dari pelaksana proyek. Uang itu di antaranya digunakan untuk kepentingan menghadapi somasi rekanan yang menggugat bupati atas pengumuman lelang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah Bagus Sutedja mengatakan, kasus tersebut terjadi saat Arifin masih menjabat sebagai kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU), tahun 2010.

Saat itu, terdakwa ditunjuk bupati sebagai pengguna anggaran dalam dua paket proyek pembangunan jalan.

"Nilai dua proyek itu sekitar Rp6 miliar," ujarnya.

Baca juga: Terungkap di Sidang, 49 Kepsek di Pemalang Setor Uang Rp230 Juta untuk Syukuran ke Bupati Nonaktif

Baca juga: Begini Modus Korupsi Sekda Pemalang Yang Rugikan Negara Rp 1,05 Miliar

Menurutnya, untuk mengerjakan proyek itu, ada sekitar 10 kontraktor yang mendaftar lelang.

"Kemudian disaring, ada dua pemenang lelang, yaitu PT Riska Jaya Bhakti dan PT Astha Saka. Karena ada selisih harga, pemenang lelang PT Riska Jaya Bhakti dan pelaksananya adalah Sulatif," tuturnya.

Menurutnya, Sulatif hanya meminjam PT Riska Jaya Bhakti untuk menggarap proyek tersebut.

Sulatif berjanji membayar fee tiga persen. Namun penggarapan proyek jalan itu hingga akhir tahun belum kelar.

"Akhirnya, oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) dan pengawas lapangan, pekerjaan tersebut diblokir," imbuhnya.

Namun, rupanya, terdakwa yang saat itu menjabat sebagai kepala DPU, malah membayar 100 persen pekerjaan tersebut.

Terdakwa beranggapan, pekerjaan jalan itu masuk dalam tahap pemeliharan.

"Tapi, di masa pemeliharaan, hanya dikerjakan sebagian," tuturnya.

Dikatakannya, kerugiaan negara pada saat itu mencapai Rp1.055.455.249.

Secara rinci, anggaran Rp55 juta digunakan Sulatif, Rp500 juta digunakan untuk membayar fee PT Riska Jaya Bhakti, dan sisanya digunakan terdakwa untuk membayar somasi yang dilayangkan Kristianto PT Astha Saka kepada bupati.

Halaman
12
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved