Internasional

Ukraina Unggul dalam Peperangan, Rusia Tawarkan Referendum di Wilayah yang Telah Dikuasai

Berita kemenangan Ukraina di sejumlah wilayah yang dikuasai Rusia, dibalas dengan 'adanya senjata' baru oleh pemerintah Presiden Vladimir Putin

Penulis: Andra Prabasari | Editor: Pujiono JS
KOMPAS.COM
Berita kemenangan Ukraina di sejumlah wilayah yang dikuasai Rusia, dibalas dengan 'adanya senjata' baru oleh pemerintah Presiden Vladimir Putin. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, MOSKOW- Berita kemenangan Ukraina di sejumlah wilayah yang dikuasai Rusia, dibalas dengan 'adanya senjata' baru oleh pemerintah Presiden Vladimir Putin.

Wilayah-wilayah tersebut akan segera membuat refrendum untuk bergabung dengan Kremlin.

Baca juga: Dukung Ukraina, Ben Stiller dan Sean Penn Dilarang Berkunjung ke Rusia

Baca juga: Rusia Siap Teken Perjanjian Damai Namun Ragukan Niat Ukraina

Baca juga: Puluhan Mayat Warga Sipil Ditemukan di Bucha Ukraina, Diduga Korban Pembantaian Tentara Rusia

Wilayah tersebut meliputi wilayah timur Donetsk dan Lugansk, serta selatan, Kherson dan Zaporizhzhia. Pemungutan suara ini akan dilakukan selama lima hari dan akan dimulai pada Jumat pekan ini.

"Anggota parlemen pro-Moskow telah memilih untuk mengadakan pemungutan suara dari 23 hingga 27 September," tegas seorang pemimpin separatis di wilayah Lugansk Denis Miroshnichenko, dikutip dari AFP, Rabu (21/9/2022).

"Penggabungan wilayah Kherson ke dalam Federasi Rusia akan mengamankan wilayah kami dan memulihkan keadilan dalam sejarah," kata kepala wilayah itu, Vladimir Saldo, yang dilantik Moskow.

Perdana mentri Rusia Dmitry Medvedev mengatakan bahwa tujuan diadakan pemungutan suara untuk mengoreksi kesalahan sejarah, termasuk memperkuat pasukan Rusia.

"Perambahan ke wilayah Rusia adalah kejahatan dan jika itu dilakukan, itu memungkinkan Anda untuk menggunakan semua kekuatan yang mungkin untuk membela diri," kata perdana mentri Rusia itu.

Baca juga: Ukraina Klaim Telah Merebut Lagi Semua Daerah di Sekitar Kiev, Pasukan Rusia Mulai Menarik Diri

Baca juga: Dubes Rusia Pastikan Putin Datang Langsung ke Indonesia pada KTT G20

Baca juga: Anak Kos, Siap-siap! Konflik Rusia-Ukraina Dapat Memicu Kenaikan Harga Mi Instan. Ini Penjelasannya

Keempat wilayah tersebut merupakan garis depan serangan balasan Ukraina, dimana pasukan Kyiv berhasil merebut ratusan kota dan desa yang telah dikendalikan Rusia selama berbulan-bulan.

Sementara itu, Ukraina mengatakan referendum itu palsu. Bahkan bersumpah akan "menghilangkan" ancaman yang ditimbulkan oleh Rusia, dengan mengatakan pasukannya bakal makin gencar merebut kembali wilayah terlepas dari apa yang diumumkan Moskow.

Negara Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis mencela upaya tersebut.

Ketiga negara tersebut mengatakan bahwa masyarakat internasional tidak mengakui apapun hasil tersebut.

Dikutip dari Reuters Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan mengatakan, Amerika Serikat menolak referendum semacam itu "dengan tegas", dan Uni Eropa dan Kanada mengutuk rencana tersebut.

Baca juga: Presiden Ukraina Kecelakaan, Juru Bicara: Tidak Ada Luka Serius

Baca juga: Pejabat Ukraina Hadiri Misa Malam Paskah, Paus Fransiskus: Keberanian Kami Menemanimu

Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina, Romulo: Tak Ada Potensi Perang Dunia 3, Ibarat Mantan Pacar Diajak Balikan

Sementara, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Lituania Gitanas Nauseda sama-sama menggunakan kata "parodi" untuk menggambarkan pemungutan suara yang direncanakan.

Analis politik setempat Tatiana Stanovaya mengatakan pengumuman pemungutan suara adalah akibat dari keberhasilan serangan balasan timur Ukraina.

Menurut Tatiana Putin ingin mengancam Ukrania dengan senjata nuklir demi mempertahankan wilayah Rusia.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved