Berita Pendidikan
Banyak SMA dan SMK di Jateng Kesulitan Dapat Bantuan Pemerintah, Penyebabnya Karena Ini
Persoalan aset ini dirasakan ketika negara mau membantu sekolah tersebut untuk perbaikan sarana dan prasarana atau pengembangan sekolah.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Alih kewenangan pengelolaan SMA dan SMK dari kabupaten dan kota ke provinsi, masih menyisakan masalah kepemilikan lahan.
Data Disdikbud Jateng, setidaknya ada sekira 70 SMA dan SMK negeri yang berdiri di tanah bukan aset provinsi.
Puluhan sekolah tersebut masih berdiri di tanah bondo desa atau kas desa, tanah milik kabupaten atau kota, milik Perhutani, atau miliki PT KAI.
Baca juga: HUT Korpri di Jateng, Ganjar Minta Semua ASN Sudah Siap Hadapi Era Society 5.0
Baca juga: Staf DPRD Kota Semarang Ramai-ramai ke Pasar Johar, Ini Tujuannya
Baca juga: PGRI Jateng Sebut Guru Seperti Digebuki di Masa Pandemi
Baca juga: Kampung Nelayan Tambaklorok Semarang Bakal Dilengkapi TPI, Kapal Luar Wilayah Boleh Singgah
"Persoalan aset ini dirasakan ketika negara mau membantu sekolah tersebut untuk perbaikan sarana dan prasarana atau pengembangan sekolah."
"Itu jadi kesulitan," kata Sekretaris Disdikbud Jateng, Suyanta kepada Tribunbanyumas.com, Senin (29/11/2021).
Kucuran anggaran dari pemerintah untuk sekolah, sebetulnya sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan.
Mengingat 20 persen pos anggaran pemerintah diperuntukan untuk pendidikan.
Menurutnya, meskipun sama-sama milik pemerintah, namun proses beralihnya tanah tersebut membutuhkan waktu yang panjang.
Dia berharap ada kebijaksanaan dari pemilik tanah, baik itu pemerintah daerah, kabupaten/kota, atau BUMN yang berkuasa atas tanah tersebut agar menyerahkan asetnya kepada provinsi.
Untuk keperluan penyerahan aset, bisa dilaksanakan dengan berbagai cara, apakah dihibahkan ke pemerintah provinsi atau dengan skema tukar guling.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Jateng, Quatly Abdulkadir Alkatiri menuturkan, agar dinas terkait segera mendata sekolah yang dikelola provinsi yang berdiri di tanah kas desa atau pihak lain.
"Inventarisir semua sekolah yang berdiri dengan status pihak lain, bukan provinsi."
"Setelah itu bisa disiasati apakah tanah itu bisa milik provinsi dengan jalan tukar guling atau dibeli," kata wakil rakyat dari Fraksi PKS DPRD Jateng ini kepada Tribunbanyumas.com, Senin (29/11/2021).
Quatly menegaskan, pelimpahan kewenangan dengan skema tanah dibeli menjadi opsi positif lantaran bisa jadi pemasukan kas desa.
"Buat perhitungan yang tepat lalu bisa dimasukan ke dalam pos anggaran."
"Pembelian aset bisa dilaksanakan secara bertahap."
"Kalau mampu, ya pada 2023 semua aset itu dibeli semua, jadi sekali jalan selesai."
"Ingat, pos anggaran terbesar ada di pendidikan dan kesehatan," tegasnya.
Menurutnya, status kepemilikan harus jelas secara hukum sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
Selain itu, agar sekolah bisa mengembangkan potensi yang ada secara leluasa, tidak terikat dengan permasalahan status tanah.
"Kalau legalitas sekolah itu jelas, kan bagus, ada kegiatan sekolah, anggaran mudah digelontorkan."
"Karena pengembangan sekolah, apalagi di daerah sangat penting," imbuhnya. (*)
Baca juga: Warga Ngemplak Sleman Kena Tipu, Beli Samurai Palsu Seharga Rp 15 Juta di Wonosobo, Begini Kisahnya
Baca juga: Jejak Alih Fungsi Lahan Masih Ada - Inilah Hasil Menelusuri Hutan Lindung Gunung Prau Wonosobo
Baca juga: Suami Istri di Brebes Gadaikan 13 Mobil Rental, Beralasan Sewa Mobil untuk Pergi ke Jakarta
Baca juga: Januari-November 2021 41 Ibu Hamil di Brebes Meninggal Terpapar Covid, Bupati: Semua Belum Divaksin