Berita Kendal

Mengenal Tradisi Weh-wehan, Tradisi Warga Kaliwungu Kendal Berbagi Makanan di Hari Maulid Nabi

Masyarakat Kaliwungu, Kabupaten Kendal, mempunyai cara unik dan menarik dalam menyambut peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, Selasa (19/10/2021).

Penulis: Saiful Masum | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/SAIFUL MA'SUM
Masyarakat Kaliwungu Kendal memberikan makanan dan jajanan dalam tradisi 'Weh-wehan' untuk memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad, Selasa (19/10/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, KENDAL - Masyarakat Kaliwungu, Kabupaten Kendal, mempunyai cara unik dan menarik dalam menyambut peringatan Kelahiran Nabi Muhammad SAW yang biasa diperingati setiap 12 Rabiul Awal.

Warga akan sibuk mempersiapkan makanan, jajanan, hingga minuman, yang kemudian dibagikan kepada warga lain secara cuma-cuma.

Biasanya, apa pun bentuk makanan yang diberikan, bakal mendapatkan makanan kembalian dalam bentuk berbeda.

Tradisi ini disebut 'Weh-wehan' yang berasal dari kata 'aweh' yang berarti memberi.

Tradisi yang masih eksis sampai saat ini dijalankan dengan baik, bahkan antusias masyarakat masih cukup tinggi.

Tradisi ini, oleh masyarakat Kaliwungu, diartikan sebagai ungkapan rasa syukur melalui bersedekah atas nikmat yang diberikan Allah SWT, sekaligus menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad.

Baca juga: Sasar 60 Ribu Keluarga di Kendal, Program Bantuan Rumah Bersubsidi, Begini Teknisnya

Baca juga: Harga Telur Anjlok dan Subsidi Pakan Tak Kunjung Datang, Peternak di Kendal: Janji Pemerintah Zonk

Baca juga: Satu SD Negeri di Patebon Kendal Terbukti Langgar Prokes, Izin Menggelar PTM Langsung Dicabut

Baca juga: Pemkab Kendal Kebut Kejar 60 Persen Vaksinasi Lansia, Bupati Dico: Biar Bisa Cepet Turun Level 1

Sebuah tradisi yang tidak dimiliki warga kecamatan lain di Kabupaten Kendal.

Tradisi ini menggerakkan masyarakat untuk saling memberi kepada sesama, di momen mulia bagi umat muslim.

Tradisi yang juga bertujuan memupuk rasa persaudaraan antar penduduk supaya tetap hidup rukun berdampingan.

Weh-wehan biasa diperingati sejak sore hingga malam 12 Rabiul Awal.

Bahkan, sebagian masyarakat, memulainya sejak siang hari, lebih awal dari pada biasanya, sebagai ungkapan rasa semangat dan bahagia.

Hal unik lain dalam tradisi ini adalah hadirnya makanan khas daerah Kaliwungu yang tetap dijaga dan dilestarikan.

Di antaranya, Sumpil, sebuah makanan khas yang terbuat dari bahan dasar beras, dikemas dalam daun bambu, serta cara makannya dicampur sambal kelapa.

Sumpil biasa dibuat setiap menjelang Maulid Nabi Muhammad untuk memeriahkan tradisi 'Weh-wehan'.

Selain itu, beberapa makanan khas lain, seperti Ketan Abang Ijo, Serabi, Klepon, dan beberapa makanan khas lainnya turut dihadirkan.

Masyarakat juga menghiasi rumah sisi depan dengan lampu hias, dikenal dengan tradisi teng-tengan.

Saat waktunya tiba, anak-anak hingga remaja akan berhamburan keluar rumah membawa makanan yang sudah dipersiapkan.

Masyarakat akan saling tukar-menukar makanan dalam rangka bersedekah.

Tokoh masyarakat Kaliwungu, Mukh Mustamsikin (57), mengatakan, hingga saat ini, antusias masyarakat menghidupkan tradisi Weh-wehan masih tinggi.

Sehingga, adat istiadat yang konon digaungkan para ulama Kaliwungu agar penduduk memperbanyak sedekah, saat menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad tetap eksis sampai sekarang.

Bahkan, pengasuh salah satu ponpes tahfidz di Kaliwungu itu menyebut, nilai dari tradisi ini masih tetap terjaga hingga sekarang.

"Weh-wehan ini berawal dari istilah 'aweh-awehan'. Artinya, dari sana memberi, dari sini juga memberi. Ini sudah ada sejak saya kecil dan konon, ini adalah hasil fatwa kiai yang disampaikan kepada masyarakat dan dilaksanakan sampai saat ini," terangnya saat ditemui di kediamannya, Selasa (19/10/2021).

Kata dia, tak ada yang berubah dari sisi cara penyampaian makanan satu sama lain.

Warga yang lebih muda akan berkunjung ke warga lain yang lebih tua, untuk menghantarkan makanan/jajanan.

Sebagian masyarakat berinovasi dengan menghiasi rumahnya dan jalan sekitar.

Di tempat itu, penduduk akan menggelar jajanan di depan rumah masing-masing, di setiap gang.

Antar warga akan saling tukar makanan sampai makanan yang disiapkan habis dibagikan.

"Karena zamannya banyak kreativitas, tradisi ini kemudian diimporovisasi agar terkonsep lebih menarik namun nilainya sama," tutur Mustamsikin.

Makanan khas berganti produk toko

Seiring perkembangan zaman, tradisi Weh-wehan di Kaliwungu, Kendal, tak seutuhnya sama sebagaimana yang terjadi pada zaman dahulu.

Mustamsikin menjelaskan, saat dia kecil, tradisi tahunan ini diperingati secara sederhana namun kental dengan mengenalkan tradisi makanan khas Kaliwungu.

Setiap keluarga menyempatkan waktu satu hari untuk membuat makanan khas yang akan dibagi-bagikan.

Usaha itu membuat nilai tambah tradisi menjadi lebih berkesan dengan mengenalkan makanan-makanan asli daerah.

"Sekarang, makanan khas sudah bergeser. Rata-rata, jajanan yang diberikan produk toko. Sedangkan makanan asli Kaliwungu tinggal sedikit," terangnya.

Baca juga: Takmir Masjid Al Iman Desa Petambakan Banjarnegara Galakkan Sedekah Sampah, Dari Dosa Jadi Pahala

Baca juga: Kota Semarang Berstatus PPKM Level 1, Ini Aturan Terbaru Terkait Jam Operasional Mal dan Kafe

Baca juga: Hilang saat Turun Gunung Andong Magelang, Andi Ditemukan Selamat di Antara Semak Belukar di Jurang

Baca juga: Warga Klandungan Sragen Pingsan, Tertimpa Pohon Tumbang saat Melintas di Jalan Gandrung

Tradisi lain berupa teng-tengan, kata dia, juga hampir punah.

Padahal, tradisi menghiasi rumah dan jalanan menggunakan lampu hias dari kertas ini menjadi cikal bakal berlangsungnya Weh-wehan.

Tetapi, nilai dari sedekahnya masih tetap terjaga sehingga masyarakat masih tetap antusias memeriahkan tradisi.

"Prinsip, weh-wehan ini upaya menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad. Semua saling mengingatkan bersedekah sesuai anjuran Rasulullah, malamnya diisi salawat," tuturnya.

Ia berharap, tradisi baik turun temurun dari para kiai ini bisa tetap dilestarikan remaja hingga kehidupan di masa datang.

Mustamsikin juga berharap, nantinya, tradisi ini bisa ditularkan ke daerah-daerah lain agar semakin banyak warga yang bersedekah untuk sesama.

"Selain dipertahankan, tradisi ini akan lebih baik bisa dilestarikan ke berbagai daerah. Sekalipun bentuknya tidak sama persis, nilainya masih tetap utuh."

"Karena, tidak dimungkiri adanya tuntutan zaman namun inovasi yang dikembangkan tidak mengurangi nilai sedekahnya," harap Mustamsikin.

Sementara, seorang remaja, Nafisatuddiniyah, mengaku bersyukur menjadi bagian warga Kaliwungu yang bisa melestarikan tradisi Weh-wehan dari tahun ke tahun.

Menurutnya, Weh-wehan ini sebagai bentuk ungkapan rasa bahagia sekaligus menyemarakkan kelahiran nabi pembawa rahmat.

"Senang saja lihatnya, menjelang kelahiran nabi, anak-anak sudah berdandan rapi sambil membawa baki (tampah) berisikan jajanan. Kemudian, ditukarkan kepada teman lain," tuturnya.

Nafis berharap, tradisi ini akan terus dilestarikan generasi muda hingga masa yang akan datang. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved