Berita Banyumas Hari Ini
Alhamdulillah Tahun Ini Mulai Ada Orderan, Usaha Kerajinan Bedug Sempat Mati Suri di Banyumas
Suara gergaji mesin nyaring memotong setiap bagian dari kayu trembesi di Desa Keniten, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Dug dug dug, terdengar bunyi bedug dari kejauhan, Kamis (15/4/2021).
Suara gergaji mesin nyaring memotong setiap bagian dari kayu trembesi di Desa Keniten, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas.
Ada pekerja sibuk menjemur kulit sapi, ada pula yang memaku dan mengecat.
Baca juga: Gasak Ponsel dan 2 Tabung Gas dari Sebuah Warung di Banyumas, 2 Warga Purwokerto Timur Ditangkap
Baca juga: Cek Gudang Makanan di Banyumas, Polisi dan BPOM Temukan Makanan Kemasan Kedaluwarsa
Baca juga: Selamat, Perencanaan Pembangunan Banyumas Raih Penghargaan Pangripta Abipraya dari Gubernur
Baca juga: Bantuan Sosial Tunai Rp 600 Ribu di Banyumas Cair, Bupati Prediksi Pusat Perbelanjaan Bakal Ramai
Untungnya cuaca sedang mendukung, kulit sapi bahan membuat bedug itu dijemur.
Kulit itu dipanteng (digelar) supaya tidak mengerut.
Setelah kering, diukur diameter kayu yang sudah dicat dan akan dibuat bedug.
Setelah selesai diukur, kulit tersebut dipasangkan pada kayu bonggol kayu yang sudah disiapkan.
Proses penyatuan kulit hewan dengan kayu dilakukan dengan paku dan beberapa tali-temali.
Tidak terlihat lelah dari para pekerja meski, siang bolong bekerja di bulan puasa.
Alhamdulillah, bisnis kerajinan bedug yang sejak turun temurun di Desa Keniten itu, kembali bangkit.
Pandemi Covid-19 setahun lebih itu telah membuat bisnis bedug Nurul Ikhsan, milik Taufik Amin (49) mati suri.
Omsetnya anjlok sampai 90 persen.

Meski pesanan tak sebanyak biasanya, ia mensyukuri karena bisnis yang dirintisnya sejak 2000 itu kembali menggeliat.
"Pandemi mati total tidak ada pesanan, sejak Maret 2020 hingga akhir tahun."
"Barulah menjelang puasa ini ada satu dua tiga pesanan," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (15/4/2021).
Dia menuturkan, anjloknya pesanan bedug tidak lain karena pengaruh kebijakan tidak diperbolehkan salat jamaah di masjid kala itu.
Layaknya baru merintis, usaha pembuatan bedug miliknya seperti kembali ke awal.
Jika sebelum pandemi biasanya saat puasa dan Lebaran kebanjiran orderan hingga ratusan bedug yang dipesan dari luar daerah.
Saat ini pesanan hanya berkisar 50 persen dari waktu sebelum pandemi.
Rasa syukur itu tetap dipanjatkannya, karena masih diberi kesempatan bangkit dan memulai lagi usahanya.
Saat ini rata-rata dalam sehari ia bisa menyelesaikan tiga bedug ukuran kecil, 50 hingga 60 sentimeter yang dihargai Rp 2 juta.
Bedug ukuran 80 sentimeter dihargai Rp 5,5 juta, satu meter Rp 11 juta, dan yang paling besar adalah ukuran 1,5 meter Rp 45 juta.
Dia berkata, usaha bedugnya kembali menggeliat sejak tiga bulan lalu dan mempekerjakan lima orang.
Bedug buatannya ini tergolong awet dan tahan lama.
Karena menggunakan bahan kayu trembesi yang awet sampai 15 tahun dan menggunakan kulit sapi atau domba.
Pemesan bedug buatannya kali ini datang dari berbagai wilayah mulai dari Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Brebes, hingga Jakarta.
Bedug terbesar yang pernah dibuatnya adalah ukuran 1,5 meter yang digunakan di Masjid Toha Kedungwringin, Kabupaten Banyumas.
"Paling berkesan itu dahulu pernah bedug saya diberikan kepada panglima TNI untuk hadiah atau cenderamata, tapi yang ukuran kecil," ungkapnya.
Masih teringat dalam benak Taufik, dia pernah dalam masa kejayaan.
Dimana dalam setahun, dia hampir bisa memproduksi 100 bedug dengan omset mencapai ratusan juta Rupiah.
"Omset sekira Rp 250 juta setahun, karena pandemi anjlok sampai 90 persen," katanya.
Saat ini ketika pandemi sudah mulai mereda, dia sangat berharap akan menggapai banyak pesanan bedug. (Permata Putra Sejati)
Baca juga: Kabar Muktamar Luar Biasa PKB, Kader Kabupaten Blora: Kami Tetap Solid Bersama Cak Imin
Baca juga: Okupansi Hotel Masih Lesu di Blora, PHRI: Sudah Setahun Terakhir Ini
Baca juga: Hilang Sejak Senin, Gadis Asal Tugu Kota Semarang Tak Pulang setelah Pamit Les
Baca juga: Cerita Transpuan Ubah Salon Jadi Tempat Ngaji di Semarang, Mbak Wolly: Sebagai Ladang Ibadah