Berita Tegal

Potret Pandemi Covid dalam Pameran Seni di Kota Tegal, dari Kabar Media hingga Lockdown

Tujuh topeng menggambarkan ekspresi wajah berbeda-beda terpasang di dinding satu sudut Spasi Creative Space di Jalan Sawo, Kota Tegal, Sabtu.

TRIBUNBANYUMAS/FAJAR BAHRUDDIN ACHMAD
Seni rupa instalasi karya Slamet Wowok Legowo dalam pameran bertajuk 'Coretan Pandemi' yang digelar di Spasi Creative Space di Jalan Sawo, Kota Tegal, 15 Februari sampai 9 Maret. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, TEGAL - Tujuh topeng menggambarkan ekspresi wajah berbeda-beda terpasang di dinding satu sudut Spasi Creative Space di Jalan Sawo, Kota Tegal, Sabtu (20/2/2021).

Dari mata, terlihat tatapan tajam, melihat iba, tapi ada pula ekspresi yang menyaksikan secara ragu.

Pesan topeng yang semuanya memakai masker itu makin dipertegas dari tulisan koran yang menjadi wajahnya.

Mereka berbicara tentang kegalauan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Kegelisahan topeng-topeng ini merupakan instalasi seni karya Slamet Wowok Legowo, lewat judul ‘Coretan Pandemi’.

Selain instalase seni, ada pula lukisan yang membingkai keresahan lain akibat wabah COvid-19.

Karya-karya tersebut dipamerkan Komunitas Jala Rupa sebagai respon atas isu-isu yang terjadi di masa pandemi Covid-19.

Pameran itu menampilkan 16 karya dari sembilan perupa di Tegal.

Karya-karya tersebut dipamerkan selama 23 hari, mulai Senin (15/2/2021) sampai Selasa (9/3/2021).

Baca juga: 90 Persen Warga Kelurahan Kraton Kota Tegal Sudah Patuh Protokol Kesehatan, Ini Buktinya

Baca juga: Sudah Sepekan, Warga Kota Tegal Kesulitan Air Bersih. Setiap Hari Harus Nunggu Tangki Air Bantuan

Baca juga: Peluang Usaha: Warga Debongkidul Kota Tegal Ini Sulap Perca dan Kulit Sisa Sofa Jadi Tas Modis

Baca juga: Dua Kasus Dugaan Korupsi Masuk Ranah Penyidikan, Kejari Kota Tegal: Contohnya Bantuan Covid-19

Sang kurator, Kisna Jaka (23) mengatakan, pameran yang sedang berlangsung adalah pameran kedua yang digelar di masa pandemi Covid-19.

Karya seni yang ditampilkan kali ini menggunakan kertas karton sebagai media.

Menurut Kisna, kertas karton karena melambangkan keadaan yang serba susah. Seperti yang sedang dialami masyarakat di masa pandemi Covid-19.

Termasuk, bagi seniman sendiri yang kesulitan mendapatkan bahan baku seni rupa.

Karya seni rupa yang dipamerkan berupa dua dimensi, instalasi, abstrak, dan realis.

"Jadi, di ruangan berukuran 4x3,5 meter ini, kami memperlihatkan karya seni yang berbahan serba karton. Dan ini asli karya para seniman di Tegal," kata Kisna kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu.

Kisna mengatakan, karya yang dipamerkan menjadi respon para seniman dalam melihat beragam isu di masa pandemi Covid-19, sejak kehadiran pertama Covid-19 di Indonesia, Maret 2020 hingga berganti tahun 2021.

Ia mencontohkan, karya Slamet Wowok Legowo yang berjudul 'Paling Top 2020'. Karya tersebut mengilustrasikan kabar trend di media massa.

Ilustrasi itu disimbolkan lewat topeng berbalut lembaran koran.

Ada topeng memiliki kabar kemunculan Covid-19, korban pandemi meningkat, pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kasus naik pasca cuti, hingga topeng berkabar vaksinasi.

Namun, menurut Kisna, ada juga kritik terhadap media massa yang saling berbeda dalam memberitakan. Misalnya, karya Rieky Rafsanjani yang berjudul konflik media.

"Jadi, antar media yang satu dan media yang lain saling berbeda dalam memberitakan. Ada yang bilang Covid-19 seperti ini, seperti itu. Ada yang bilang masyarakat boleh berkerumun, jadi itu membuat masyarakat bingung," ungkapnya.

Baca juga: Warga Pekajan Banyumas Temukan Bayi di Teras Rumah, Tergelatak di Samping Tas Berisi Baju dan Susu

Baca juga: Nyanyikan Soundtrack Film Raya and The Last Dragon, Ini Harapan Via Vallen Buat Indonesia

Baca juga: Kini Sudah Tidak Melebihi 50 Persen, Kamar Rumah Sakit Khusus Pasien Covid-19 di Karanganyar

Baca juga: Benarkah Karena Belum Direstui Orangtua? Ini Penyebab Batalnya Pernikahan Vicky dan Kalina

Baca juga: Rp 1,5 Triliun Sudah Disiapkan Chelsea Buat Boyong Erling Braut Haaland

Kisna mengatakan, ada juga karya yang mengkritik terhadap kebijakan pemerintahan. Misalnya, karya Andrean Raturangga yang berjudul Zona Kelam.

Karya tersebut menggambar kondisi masyarakat saat penerapan lockdown atau PSBB. Masyarakat dibuat bingung karena ruang geraknya terbatasi.

Jalan-jalan ditutup beton dan lampu jalan dipadamkan.

Dalam karya tersebut, masyarakat diilustrasikan terjebak dalam pembatas beton.

Mereka harus meruntuhkan beton agar bisa memenuhi kehidupan sehari-hari.

"Yang seharusnya lockdown bisa menormalkan perekonomian dan pendidikan, tapi kan nyatanya sampai saat ini masih gini-gini saja," ujarnya.

Unjuk Eksistensi

Kisna menjelaskan, keberadaan pameran seni rupa tersebut juga menjadi wujud eksistensi dari para perupa di Tegal.

Pihaknya ingin memberitahukan kepada masyarakat bahwa ada seniman di Tegal.

Sekaligus, mengedukasi masyarakat tentang isu yang sedang berkembang melalui visualisasi karya seni.

Ia mengatakan, dalam pameran tersebut, para seniman juga mendukung tenaga medis dalam menghadapi Covid-19.

Hal itu terilustrasikan dalam karya Andrean Raturangga yang berjudul The Art of War dan karya MS Alam yang berjudul Bekerja di Luar Rumah.

"The Art of War adalah visual dukungan dengan papan catur. Buah catur yang putih melambangkan tenaga medis dan yang hitam melambangkan virus corona," ungkapnya.

Baca juga: Kondisi Kesehatan Ashanty Sedang Naik Turun, Terpaksa Jalani Isolasi di Rumah Sakit

Baca juga: Deddy Corbuzier Pacar Pertama Agnes Mo! Begini Kisah Cinta Mereka Bermula

Baca juga: Vaksinasi Tahap Kedua, DKK Karanganyar Tambah 33 Fasyankes, Waktu Pelaksanaan Tunggu Provinsi

Baca juga: Kapan Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Blora? Komang Gede Irawadi Beri Kabar Ini

Kisna berharap, melalui pameran tersebut para seniman dapat selalu berkarya di masa pandemi Covid-19.

Ia menilai, tidak ada alasan bagi seniman untuk berhenti berkarya.

Pihaknya juga melakukan kritik terhadap aksi viral seniman yang pernah viral di Facebook karena meminta makan.

Hal itu dapat dilihat dalam simbol nasi bungkus yang ada di kaca ruang pameran.

"Bungkusan-bungkusan nasi itu karya bersama. Itu adalah kritik. Seniman yang seharusnya berkarya kok minta makan. Kami melihat, harusnya, seniman yang memberi makan bukan malah meminta makan," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved