Berita Kudus

Kisah Toleransi dari Banjir Kudus. GKMI Tanjungkarang Jadi Pengungsian, Warga: Kami Tetap Bisa Salat

Berada di wilayah banjir namun terbebas dari genangan air membuat pengelola GKMI Tanjungkarang Jati Kudus membuka diri sebagai tempat pengungsian

Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/RAKA F PUJANGGA
Pengungsi banjir di Desa Tanjungkarang‎, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, tengah salat di GKMI Tanjungkarang, Kamis (11/2/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, KUDUS - Banjir menggugah kepedulian umat beragama untuk menolong korban, tanpa pemandang agama.

Ini pula yang ditunjukkan pengelola Gereja Kristen Muria Indonesia‎ (GKMI) Tanjungkarang Kurung, Kecamatan Jati, Kudus.

Berada di wilayah banjir namun terbebas dari genangan air membuat pengelola gereja membuka tempat ibadah tersebut sebagai titik pengungsian umum bagi warga terdampak banjir.

‎Tak hanya menyediakan tempat agar pengungsi bisa tidur nyaman, pengelola gereja juga menyediakan kebutuhan makan selama pengungsi tinggal.

‎Pengurus GKMI Tanjungkarang Budi Pujiono mengatakan, pihaknya juga menyediakan tempat khusus salat. Apalagi, mayoritas pengungsi merupakan Muslim.

"70 persen pengungsi ini muslim. Sisanya, 30 persen, merupakan jemaat kami," jelas Budi, Kamis (11/2/2021).

Demi Dapatkan Elpiji Bersubsidi, Emak-emak di Tanjungkarang Kudus Rela Terjang Banjir

Banjir Makin Tinggi, Warga di Karanganyar Mejobo Kudus Dievakuasi Pakai Perahu ke Pengungsian

Tak Perlu Khawatir, Plt Bupati Kudus Jamin Penuhi Makan dan Layanan Kesehatan bagi Pengungsi Banjir

Atasi Banjir di Kaliwungu dan Mejobo, Plt Bupati Kudus Berencana Bangun 2 Embung

Budi mengatakan, pengelola gereja tak memandang pengungsi dari agama. Sehingga, pihaknya membuka diri bagi siapapun yang menjadi korban banjir, datang untuk mendapatkan tempat yang aman dan nyaman.

"Kami toleran kepada siapapun yang membutuhkan tempat pengungsian, kami siap," ujar dia.

Budi menjelaskan, GKMI Tanjungkarang mulai membuka tempat pengungsian sejak tahun 1970-an.

Namun, terhenti pada tahun 1990-an karena kondisi gereja yang lebih rendah daripada jalan sehingga turut tergenang saat banjir melanda.

"Jadi, sejak 1990, kami tidak bisa membuka tempat pengungsian. Baru kali ini, kami bisa buka lagi tempat pengungsian saat banjir karena sudah ditinggikan tahun 2020," ujarnya.

Menurutnya, sebelum ditinggikan, kondisi gereja berada 65 sentimeter dari jalan. Namun, pihaknya sudah meninggikan hingga dua meter.

"Sekarang, ketinggian gereja suda‎h 135 cm di atas jalan. Kalau banjir, sudah tidak masuk ke dalam," ujarnya.

Warga Desa Suru Pemalang Terisolasi, Jalan Masuk Tertutup Longsor dan Jembatan Penghubung Putus

Pelaku Pembunuh Dalang Rembang Anom Subekti Terungkap, Coba Bunuh Diri setelah Beraksi

Tuntut Kejelasan Pembayaran Klaim, Nasabah AJB Bumiputra Purbalingga Gelar Aksi Damai

Landasan Pacu Bandara Ngloram Rampung Dibangun, Pekerjaan Geser ke Pembangunan Terminal Penumpang

‎Setelah 20 tahun tak bisa membantu warga menyediakan tempat mengungsi, kini, gereja bisa kembali memberikan pelayanan diakonia pengungsian bagi warga sekitar yang membutuhkan.

"Sudah 20 tahun kami tidak bisa melayani pengungsian. Tapi, mulai sekarang, kami sudah bisa," ujar dia.

Saat ini, ada 48 jiwa dari 14 kepala keluarga (KK) yang tinggal di tempat pengungsian di GKMI. Mereka tinggal sejak 31 Januari 2021.

Pengungsi tinggal di ruangan aula yang tidak dipakai untuk kegiatan ibadah.

"Kapasitasnya, kalau penuh, maksimal bisa sampai 100 orang. Tapi, yang di sini sekarang sudah ada 48 orang, ujarnya.

Dia memprediksi, banjir akan selesai pada akhir bulan Februari 2021. Butuh waktu lama banjir bisa surut karena Tanjungkarang ada di wilayah cekungan.

"Yang sudah-sudah itu sampai satu bulan. Jadi, kemungkinan ini sampai akhir bulan Februari 2021," ujar dia.

Pihaknya menyediakan seluruh kebutuhan makan bagi pengungsi, tiga kali dalam sehari.

Semua bantuan yang diberikan pengungsi merupakan swadaya dari ‎jemaat dan kas gereja.

"Bantuan pemerintah masuk lewat kelenteng (di Jati). Biasanya, kalau butuh tambahan, kami ambil ke sana (kelenteng). Tapi, kebanyakan, kami swadaya," jelas dia.

Ini Usaha dan Profesi yang Diramal Moncer di Tahun Kerbau Logam 2021

Bhabinkamtibmas dan Nakes Polres Banjarnegara Siap Terjun Jadi Tracer dan Vaksinator Covid

Facebook Bakal Batasi Konten Politik di News Feed di Indonesia, Begini Dampak bagi Pengguna

Tega, Ayah di Brebes Siram Air Panas Anak Tiri Gara-gara Terganggu Suara Berisik saat Tidur

Sementara itu, Nusrotul Nikmah (27), warga Desa Tanjungkarang‎, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, mengatakan, selama dua bulan terakhir, sudah terjadi empat kali banjir di wilayah tersebut.

Namun banjir yang datang terakhir cukup tinggi sehingga membuat dia terpaksa mengungsi.

"Ketinggian di rumah sampai 70 cm, kalau di jalan sampai satu meter. Makanya, saya sekeluarga mengungsi," ujar dia.

Dia mengungsi bersama suami, dua anak, dan mertuanya di GKMI. Mereka tak mempersoalkan lokasi pengungsian di gereja karena pengelola tempat ibadah tersebut menyediakan tempat terpisah untuk salat.

"Saya di sini masih bisa beribadah. Jadi, tidak ada masalah, apalagi lokasi (pengungsian) ini terdekat dari rumah," ujar dia.

Selain mendapatkan bantuan logistik makanan, di gereja ini, ada dokter yang bertugas memeriksa kesehatannya.

"Pagi dan sore, ada dokter yang datang, makan juga tercukupi, ibadah juga bisa, jadi tidak masalah," ucap dia. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved