Berita Banyumas
Warga Karangkemiri Hibahkan Lima Benda Bersejarah, Kini di Dinas Arpusda Banyumas, Ini Bentuknya
Jenis benda yang diberikan ke Dinas Arpusda Kabupaten Banyumas yaitu berupa tombak, handle keris, manik-manik, lontar, dan dua manuskrip daluang
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Dinas Arpusda Kabupaten Banyumas menerima hibah benda peninggalan sejarah dari Rasiti (69) warga Desa Karangkemiri, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Rabu (25/11/2020).
Ada lima jenis benda yang diberikan, yaitu berupa tombak, handle keris, manik-manik, lontar, dan dua manuskrip handle keris.
Daluang adalah lembaran tipis yang terbuat dari kulit pohon, yang orang Jawa menyebutnya dengan deluang atau deluwang.
Baca juga: Tak Ditutup, Tempat Wisata di Banyumas Hanya Diwanti-wanti Terapkan Prokes Ketat Cegah Covid-19
Baca juga: Hamili Pelajar SMA, Pegawai Bengkel di Banyumas Ditangkap Polisi
Baca juga: Banyumas Sudah Punya Mesin Pirolisis, Mengolah Residu Sampah Anorganik Tanpa Tersisa
Baca juga: Klaster Perkantoran Kembali Terjadi di Banyumas, Aktivitas di Dua Kantor Dinas Ini Jalani WFH
Menurut pegiat lestari Tosan Aji Kabupaten Banyumas, Indra Adityawarman (31) mengatakan, manuskrip tersebut kemungkinan bertuliskan cecarakan awal.
Menurutnya, tulisan itu terlihat berbeda dengan aksara Kawi dan berbeda dengan tulisan hancaraka yang sekarang ada atau hanacaraka modern.
"Kemungkinan besar itu adalah cecarakan awal atau aksara Jawa awal."
"Untuk isinya sendiri kami belum bisa memastikan apa, karena perlu filolog dan arkeolog," jelasnya kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (25/11/2020).
Adapun peran filolog adalah untuk membaca dan mengetahui isi dari naskah tersebut.
Sementara arkeolog adalah untuk mengetahui usia perkiraan dari benda dan naskah tersebut.
Nantinya akan ada uji material, karena daluang itu ada beberapa jenis.
Menurutnya, daluang yang biasa digunakan keraton atau yang biasa dipakai di situs-situs pertapaan kualitasnya akan berbeda.
Dari situlah nantinya arkeolog akan memastikannya.
Diperkirakan usia dari kelima benda-benda tersebut bermacam-macam dan berasal dari berbagai era.
"Kalau lontar itu kebanyakan pra Islam, walau setelah Islam ada beberapa manuskrip Islam yang pakai daun lontar, tetapi kebanyakan di Jawa adalah pra Islam," jelasnya.
Kemudian untuk handel keris jika melihat dari fragmennya, bentuknya, adalah jenis handel keris Gagrak Banyumas akan tapi Banyumas Pasir.
Banyumas pasir adalah Banyumas yang mempunyai pengaruh dengan kerajaan Cirebon maupun kerajaan Padjajaran.
"Yang satu itu handel Putabajang dan yang satunya handel Nuradakanda."
"Handel Nuradakanda kemungkinan besar lebih muda atau lebih tua ketimbang Putabajang."
"Karena Putabajang kemungkinan muncul handel tersebut ketika kerajaan Cirebon atau Padjadjaran," katanya.

Baca juga: 1.103 Surat Suara Rusak di Wonosobo, KPU: Dominasi Karena Bercak Tinta di Kolom Pencoblosan
Baca juga: Hasil Survei Pilkada Wonosobo 2020: Lawan Afif-Albar, Elektabilitas Kotak Kosong Bergerak Naik
Baca juga: Seluruh Wisata Air Belum Juga Dibuka, Ini Alasan Disparbud Kabupaten Wonosobo
Sementara itu untuk jenis tombaknya diperkirakan tombak Tangguh Kulonan, Padjajaran karena dilihat dari bentuk besinya itu tidak seperti tangguh-tangguh wetanan
Terkait berasal dari jaman kerajaan apa, ia belum bisa memastikan karena barangnya yang masih kotor.
"Nanti kalau sudah di warangan baru bisa ditayuh, diketahui pamornya, diketahui jenis besinya, diketahui dapur atau bentuknya."
"Kemudian diketahui tangguhnya, atau perkiraan masa pembuatan," katanya.
Menurut Indra, benda-benda sejarah dan naskah kuno itu kemungkinan berumur bisa lebih dari 200 tahun.
"Jika 200 tahun dari sekarang 1830, katakan 1825 era perang Diponegoro."
"Di perang Diponegoro kertas dari barat itu sudah ada, dan pemakaian daluang sebelum kertas."
"Dari situ saja sudah diketahui, tapi kami belum bisa memastikan," imbuhnya.
Rasiti (69) mengatakan, barang itu adalah peninggalan kakeknya yang diberikan secara turun menurun.
"Barang itu milik peninggalan bapak saya, bapak saya dari kakek, kakek saya Santarwi."
"Jadi saya tidak tahu peninggalan itu, setelah bapak saya meninggal pada 1994, yang meneruskan merawat ibu saya."
"Hingga sampai 2011 ibu saya meninggal, barang-barang ini baru dibuka," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (25/11/2020).
Rasiti mengatakan, setelah mengetahui ada Dinas Arpusda Banyumas, akhirnya dia menyerahkan barang-barang tersebut karena takut akan punah.
"Pokoknya itu peninggalan dari ayah saya, waktu hidupnya juga tidak bilang apa-apa."
"Dahulu bapak saya suka didatangi oleh penilik-penilik kebudayaan," jelasnya.
Selama ini barang-barang itu disimpan di kamar biasa, dan Rasiti tidak merubah apapun.
Rasiti adalah anak pertama dari sembilan bersaudara.
Ayahnya bernama Mulyawirja seorang penderes, yang meninggal umur 74 tahun tepatnya pada 1994.
Dia berharap benda-benda tersebut dapat dilestarikan dan disimpan secara baik yang kemudian diteliti oleh pakar dan ditemukan apa isi dan makna sebenarnya.
Kepala Dinas Arpusda Kabupaten Banyumas, Joko Wikanto mengatakan, naskah dan barang kuno ini akan menambah banyak khasanah yang bisa dilihat oleh generasi penerus. (Permata Putra Sejati)
Baca juga: Tak Bertemu Langsung, Tahanan Polres Banjarnegara Kini Terima Kunjungan Keluarga Lewat Besuk Virtual
Baca juga: UMK 2021 Banjarnegara Rp 1.805.000, Dinaker: Itu Jalan Tengah yang Disetujui Buruh dan Pengusaha
Baca juga: Ayo Dukung Dawet Ayu Banjarnegara Juarai API 2020 Kategori Minuman Tradisional, Begini Caranya
Baca juga: Wujud Empati, Pemkab dan Kodim Banjarnegara Kirim Bantuan Buat Warga Terdampak Banjir di Cilacap