Berita Nasional
Di Tengah Ancaman Erupsi, Musimin Tetap Setia Menyelamatkan Anggrek Khas Gunung Merapi
Selama dua dekade berkiprah, Musimin telah menangkar 80 spesies anggrek yang beberapa di antaranya merupakan spesies khas kawasan Gunung Merapi.
Musimin lalu meletakkan tangga ke salah satu pohon, dan dengan hati-hati dia menaiki. Gunting dan tali dia taruh dalam saku, tangan kirinya memegang anggrek, sementara tangan kanannya berpegangan pada tangga agar tidak jatuh.
Tak butuh waktu lama, anggrek Vanda tricolor berhasil terikat di pohon Puspa sebagai inangnya. Pada beberapa anggrek terdapat nama individu dan lembaga.
"Itu nama-nama adopter, orang-orang yang mengadopsi anggrek," kata Musimin sambil menunjuk papan nama berisi nama-nama adopter.

Adopsi Anggrek adalah cara Musimin mengajak masyarakat luas untuk turut serta berkontribusi dalam melakukan konservasi lingkungan, khususnya habitat orchidaceae.
Konsepnya, masyarakat memilih anggrek spesies Merapi untuk dilepas di hutan.
Adopter, atau orang yang mengadopsi, tinggal memberikan dana perawatan kepada Musimin.
Kemudian, selama dua tahun, Musimin akan merawat dan menjaga anggrek yang telah diadopsi.
"Jadi, anggrek tidak dibawa pulang tapi dikembalikan ke habitatnya dalam hutan biar tetap lestari di habitatnya," kata Musimin yang mengaku sudah sejak 2015 membuka peluang adopsi anggrek bagi masyarakat.
Ada tiga paket adopsi, yakni Platinum, Gold, dan Silver.
Pembagian ini tergantung spesies anggrek yang diadopsi dan tingkat kelangkaannya.
Kontribusi adopter untuk perawatan anggrek adalah Rp 1 juta untuk Platinum, Rp 850.000 untuk Gold, dan Rp 650.000 untuk Silver.
"Adopter kami kasih fasilitas T-shirt, sertifikat, dan suvenir berupa produk kopi dan teh," imbuhnya.
Adopter, kata Musimin, juga akan mendapatkan laporan setiap semester secara berkala. Jika adopter ingin melihatnya langsung, Musimin dengan senang hati akan menyertainya masuk ke hutan sembari belajar tentang habitat hutan.
"Bisa juga, sekalian sharing dan saling belajar bareng tentang anggrek," katanya.
Musimin selalu menolak orang yang ingin membeli anggrek langka meskipun dengan harga fantastis.
Seperti siang itu, ada orang yang ingin membeli Trichotosia ferox, tapi Musimin menolaknya.
"Jangan, itu untuk budidaya, tidak saya jual," kata Musimin dengan nada lemah lembut seraya memberikan pilihan anggrek lain yang spesiesnya lebih banyak atau menawarinya dengan konsep adopsi.
Menurutnya, boleh saja memelihara anggrek tapi sebelumnya, harus dibudidayakan agar habitatnya tak sampai punah.
Dia menentang tindakan mengambil anggrek dari habitat di hutan lalu dijual.
Dia mengatakan, perilaku seperti itu justru sebuah pengkhianatan kepada generasi anak-cucu karena anggrek-angrek itu adalah kekayaan alam untuk generasi mendatang.
"Itu untuk pembelajaran dan untuk kelestarian alam," kata Musimin menjelaskan mengapa dia susah sekali melepas anggrek untuk dijual.
Baca juga: UPDATE MERAPI: Magma Mendekati Permukaan, Potensi Bahaya Ada di Sisi Tenggara
Baca juga: TNGM: Peningkatan Aktivitas Gunung Merapi Belum Pengaruhi Satwa
Baca juga: Pemkab Klaten Suplai Pakan Ternak Pengungsi Merapi, Disiapkan 3 Ton Konsentrat Per Pekan
Baca juga: Tempat Pengungsian Merapi di Deyangan Magelang Dilengkapi Bilik Asmara, Digunakan Seizin Pengelola
Dia pun tidak memindahkan anggrek-anggreknya ke lokasi lain, walau Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), sejak 5 November telah menaikkan status Gunung Merapi menjadi Siaga, level 3.
Lembaga itu meminta masyarakat tidak melakukan aktivitas dalam radius lima kilometer dari puncak Merapi.
"Ya, biar (anggreknya) di sini dan begini," kata Musimin.
Dia tetap membiarkan anggrek masih di tempat penangkaran di depan rumahnya karena termasuk daerah yang aman—berjarak sekitar enam kilometer lebih dari puncak Merapi.
Sejak kecil, lokasi penangkaran anggrek Musimin memang selalu terhindar dari erupsi Merapi. Namun, dia tetap berdoa dan berharap, semuanya aman dan terhindar dari bahaya erupsi Merapi.
Museum habitat anggrek
Sebelum beranjak pulang dari lokasi tempat adopsi anggrek, Musimin mengatakan, sebuah mimpinya yang belum terwujud, yakni adanya sebuah museum hidup yang menyimpan berbagai spesies anggrek Merapi di habitatnya.
Bukan di tengah-tengah kota atau di pinggiran desa, melainkan museum yang terletak di hutan sehingga kelestarian habitat alam benar-benar terjaga.
"Kami memimpikan di sini ada Museum Hidup Anggrek Merapi yang masuk di wilayah TNGM," kata Musimin sambil mengitarkan tangannya di sekeliling dia berdiri.
Posisi Musimin berdiri tepat berada di lokasi adopsi anggrek.
Di situlah, menurut Musimin, lokasi yang cocok sebagai museum anggrek karena terdapat inang dan habitat ekosistem hutan yang masih terjaga.
Tak perlu ada bangunan, cukup pohon-pohon puspa yang jumlahnya sekitar 300 batang sebagai inangnya dan bisa menjadi tempat bagi anggrek Merapi dari sisi barat, utara dan timur.
Terlebih, tempat itu selalu terhindar dari bahaya peristiwa Merapi. Apalagi, Musimin menyaksikan sendiri bahwa tempat yang diimpikan menjadi Museum Hidup Anggrek Merapi selalu terhindar dari bencana erupsi Merapi dan terhindar dari lahar dan awan panas.
"Kami berkeinginan, di tempat itu, anggrek bisa hidup lestari. Jadi, nanti tidak usah cari (anggrek) ke mana-mana, tapi di situ tetap hidup dan indah," katanya.
Selain kelestarian semesta, Museum Hidup Anggrek Merapi juga bermanfaat untuk dunia pendidikan.
Orang-orang yang ingin meneliti dan belajar anggrek bisa langsung melihat dan merasakan bagaiamana habitat anggrek sesungguhnya.
Baca juga: Tok, UMK 2021 di 35 Kabupten/Kota di Jateng Naik. Ini Rinciannya
Baca juga: Ingin Nikmati Kamping di Pinggir Pantai? Datang Saja ke Pantai Glagah Wangi, Wisata Baru di Demak
Baca juga: 18 Pedagang Pasar Balamoa Positif Covid-19, Total 4 Pasar di Kabupaten Tegal Ditemukan Kasus Corona
Baca juga: Tambah 6 Ruang Isolasi Pasien Suspek, Total Ada 36 Bangsal Gedung Lavender RSUD Kardinah Kota Tegal
Sehingga, keberadaannya tidak hanya sebagai museum hidup bagi anggrek tapi juga untuk dunia pendidikan dan bisa menjadi tempat belajar siapa saja.
"Dan dengan adanya pelestarian, konservasi khusus anggrek, bisa mencakup secara luas dalam upaya konservasi flora dan faunanya, semua terjaga," kata Musimin seraya beranjak pulang ke rumahnya.
Ide itu sudah pernah dia lontarkan, tapi sayang belum banyak yang menanggapi sehingga mimpi Musimin sebagai penjaga mahkota hutan di lereng Gunung Merapi belum bisa terwujud.
Sulistyono menilai, impian Musimin sangat mungkin terwujud jika pemangku kebijakan mau mewujudkan.
Hal itu, menurut Sulistyono sudah pernah diujicobakan dan berhasil, sebuah praktik pelestarian alam di dalam habitat aslinya di kawasan TNGM dan mengajak masyarakat sebagai mitra.
"Dari situ, akan menjadi tempat pembelajaran bahwa konservasi bisa dijalankan secara insitu dan eksitu yang diupayakan antara masyarakat dan pemangku kepentingan (TNGM)," kata Sulistyono.
Widya Kridaningsih, dari pihak pengelola kawasan TNGM, mengaku sangat mengapresiasi keinginan Musimin menjadikan kawasan peruntukan konservasi hutan merapi sebagai museum hidup untuk habitat anggrek dan flora-fauna lainnya.
"Kami, sebagai pengelola, sangat mengapresiasi dan mendukung untuk mewujudkan museum anggrek," kata Widya selaku Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) TNGM, Selasa (3/11/2020).
Menurut Widya, dalam amanat undang-undang, konsep konservasi hutan konservasi adalah insitu, di dalam hutannya sendiri.
Selain itu, juga memberikan akses manfaat dan kesejahteraan kepada masyarakat sekitar hutan. Terlebih, jika dalam kawasan hutan konservasi TNGM nantinya, bisa mengembalikan habitat flora-faunanya seperti sediakala termasuk jenis-jenis anggrek yang pernah hancur akibat erupsi Merapi.
TNGM, lanjut Widya, telah mendukung Musimin, dalam bentuk penyediaan sarana dan prasana greenhouse anggrek sebagai tempat awal penangkaran untuk selanjutnya dilepas ke hutan dalam program adopsi anggrek.
"Dari program adopsi, kami juga melakukan relokasi bersama-sama," kata Widya.
Musimin, lanjut Widya, adalah contoh bagaimana individu dan masyarakat dapat berperan dalam konservasi alam, meski dalam undang-undang, TNGM adalah institusi yang ditunjuk negara untuk melestarikan hutan di lereng Gunung Merapi.
"Tanpa jasa Pak Musimin, saat ini, mungkin kita tidak bisa mengenali atau menemukan kembali anggrek Merapi yang langka atau hilang karena erupsi Merapi," kata Widya.
Akan tetapi, Musimin tak mau disebut sebagai penyelamat anggrek.
"Itu tugas saya sebagai manusia yang wajib melestarikan alam semesta. Kita hidup di dekat Merapi kenapa tidak bangga meleatarikan yang ada di dekat Merapi itu sendiri?". (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Musimin 20 Tahun Selamatkan Anggrek Hutan Gunung Merapi, Khawatir dengan Ancaman Erupsi".