Berita Nasional
Di Tengah Ancaman Erupsi, Musimin Tetap Setia Menyelamatkan Anggrek Khas Gunung Merapi
Selama dua dekade berkiprah, Musimin telah menangkar 80 spesies anggrek yang beberapa di antaranya merupakan spesies khas kawasan Gunung Merapi.
Selama tiga bulan, Musimin ikut melakukan pendataan habitat anggrek di hutan Merapi.
Dari Sulistyono, Musimin belajar banyak tentang anggrek. Mulai dari nama-nama latinnya sampai cara pengembangbiakan di habitatnya agar anggrek tetap lestari di hutan.
Saat pendataan anggrek pada 2011, dia mendapati kenyataan bahwa spesies anggrek banyak yang berkurang lantaran erupsi Merapi.
Kala itu, hanya ditemukan sekitar 50-an spesies anggrek yang masih ada. Padahal sebelum erupsi 2010, ada sekitar 90-an spesies.
"Saat pendataan, kami menemukan sekitar 53 spesies anggrek," kata Musimin.
Dari pendataan itulah, Musimin mulai mengenal spesies anggrek dan nama-nama latinnya. Misalnya, Vanda Tricolor untuk Anggrek Pandan, Denrobium Sagittatum untuk Anggrek Gergaji atau Anggrek Keris, Eria Retusa untuk Anggrek Gurem, Aerides Odoratus atau Anggrek Kolojengking.
Termasuk, Coelogyne Speciosa untuk Anggrek Kupu, Paphiophedilum Javanicum untuk Anggrek Lorek, dan Arundina Graminifolia untuk Anggrek Bambu atau Anggrek Sempritan.
Musimin juga belajar bahwa anggrek banyak jenisnya, tergantung dari cara hidupnya.
Ada yang hidupnya epifit atau menempel pada tegakan atau pohon, baik yang masih hidup atau sudah mati; terestrik atau anggrek yang hidup dalam tanah; saprofit atau anggrek yang hidup dalam humus atau bahan-bahan organik; dan lithofit atau anggrek yang hidup di bebatuan.
Tumbuhnya spesies Anggrek Merapi
Mendapat ilmu dan pengalaman beharga, Musimin semakin rajin membudidayakan dan menangkar anggrek di halaman depan rumahnya.
Seiring berjalannya waktu, dari 50-an spesies anggrek yang berhasil didata pada 2011, kini Musimin telah berhasil menambah koleksi dan mengumpulkan menjadi sekitar 110 spesies anggrek.
Dari 110 jumlah anggrek yang berhasil dia temukan, hanya sekitar 80-an spesies yang baru bisa dia tangkar. "Yang kami budidayakan hanya sekitar 80 spesies," kata Musimin.

Secara terpisah, Sulistyono—peneliti dari Pusat Studi Lingkungan (PSL) Universias Sanata Dharma Yogyakarta, yang pernah mengajak Musimin mendata anggrek—mengaku berkurangnya habitat anggrek pascaerupsi Merapi 2010.
Sejumlah anggrek seperti Vanda tricolor dan Trichotosia ferox jarang ditemukan dan hampir langka. Padahal, pada 1990-an, kedua spesies anggrek itu jamak dijumpai di kawasan Gunung Merapi.