Berita Nasional

Di Tengah Ancaman Erupsi, Musimin Tetap Setia Menyelamatkan Anggrek Khas Gunung Merapi

Selama dua dekade berkiprah, Musimin telah menangkar 80 spesies anggrek yang beberapa di antaranya merupakan spesies khas kawasan Gunung Merapi.

Editor: rika irawati
Kompas.com/yaya marjan
Anggrek Gunung Merapi yang ditangkarkan Musimin di rumah kaca miliknya. Anggrek yang diambil dari hutan Merapi itu kemudian dikembalikan ke habitatnya setelah berhasil dibudidayakan. 

TRIBUNBANYUMAS.COM - Seorang lelaki paruh baya tampak sibuk menata tanaman-tanaman anggrek dalam pot dan batang-batang kayu jati di halaman rumahnya yang terletak di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lelaki itu adalah Musimin, yang sudah lebih dari 20 tahun membudidayakan anggrek hutan Gunung Merapi.

Selama dua dekade berkiprah, Musimin telah menangkar sekitar 80 spesies anggrek yang beberapa di antaranya merupakan spesies khas kawasan Gunung Merapi.

Musimin mengenang betapa dulu anggrek hutan masih mudah dijumpai. Orang-orang bisa mengambil dan menjual secara mudah, tak banyak yang memperdulikan keberadaannya.

Tapi, kondisi itu berubah setelah erupsi Merapi pada 1994 yang menghanguskan habitat asli anggrek-anggrek di lereng selatan bagian barat Gunung Merapi.

Pun, ditambah dengan kebakaran hutan di kawasan Turgo pada 2001.

Sebagai warga lereng Merapi yang sejak kecil melihat keanekaragaman anggrek, Musimin terpanggil untuk melestarikannya.

Dia sedih karena anggrek sudah jarang dijumpai, dan ingin anggrek kembali lagi di habitatnya.

"1996, saya mulai mengembangbiakkan tujuh spesies anggrek," katanya kepada BBC News Indonesia.

Di halaman rumah Musimin, yang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari puncak Gunung Merapi, terdapat rumah kaca berukuran sekitar 6x15 meter sebagai tempat penangkaran anggrek.
Di halaman rumah Musimin, yang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari puncak Gunung Merapi, terdapat rumah kaca berukuran sekitar 6x15 meter sebagai tempat penangkaran anggrek. (Kompas.com/yaya marjan)

Karena perannya, pada awal 2000-an, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY, memberikan 50 batang Anggrek Pandan (Vanda tricolor) kepada Musimin untuk ditangkar.

Sejak itu, Musimin rajin menangkar sampai mengikuti program pemerintahan bernama Gerakan Nasional Rehabiltiasi Hutan dan Lahan (GNRHL) pada 2003.

Lewat program itu, Musimin semakin giat menanami dan menghijaukan hutan yang rusak karena peristiwa erupsi Merapi, baik yang statusnya hutan negara atau hutan rakyat.

Bersama warga lain, sekitar 100 hektare hutan negara dan 20 hektar hutan rakyat, mereka tanami dan hijaukan kembali.

Belajar nama-nama latin spesies anggrek

Pascaerupsi Merapi 2010, Musimin berkenalan dengan seorang peneliti yang melakukan riset soal anggrek. Namanya, Sulistyono.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved