Berita Nasional
Baleg DPR Lanjutkan Pembahasan RUU Ketahanan Keluarga: Homosek Wajib Lapor dan Donor Sperma Dilarang
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang sempat ditolak pelbagai kalangan.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang sempat ditolak pelbagai kalangan pada Februari lalu.
Baleg DPR menggelar rapat harmonisasi dan mendengar tanggapan fraksi-fraksi terhadap RUU tersebut, Kamis (12/11/2020).
Agenda lain, yakni mendengar paparan tim ahli dari Baleg DPR RI.
Rapat digelar sejak pukul 10.00 WIB dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR RI Fraksi Partai Nasdem, Willy Aditya, di Ruang Baleg DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan.
"Menindaklanjuti hal tersebut, Badan Legislasi telah menugaskan tim ahli untuk melakukan kajian terhadap RUU Ketahanan Keluarga. Pada rapat pagi ini, kami akan mendengarkan paparan dari tim ahli terkait hasil kajian yang telah dilakukan," kata Willy.
Baca juga: DPR Bahas RUU Larangan Minuman Beralkohol: Peminum Terancam Dihukum 2 Tahun atau Denda Rp 50 Juta
Baca juga: Diskominfo Banyumas Dorong Warga Darmakradenan Promosikan Wisata Desa Lewat Media Sosial
Baca juga: Selamat, Puskesmas 1 Sumpiuh Banyumas Raih Akreditasi Paripurna dari Kemenkes RI
Baca juga: Beredar Madu Palsu, BPOM Bagikan Tips Mudah Beli Madu yang Dijamin Keasliannya
Sebelumnya, RUU Ketahanan Keluarga telah melalui dua kali harmonisasi di Baleg.
Setidaknya, ada lima anggota dewan yang menginisiasi RUU ini. Mereka adalah Sodik Mudhajid dari Fraksi Partai Gerindra, Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Fraksi PKS, Endang Maria Astuti dari Fraksi Partai Golkar, dan Ali Taher dari Fraksi PAN.
Awal 2020 lalu, RUU Ketahanan Keluarga ditolak sejumlah pihak lantaran dinilai ada banyak pasal bermasalah.
Masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2020, RUU Ketahanan Keluarga dinilai bakal mengancam ruang-ruang privat warga negara.
Beberapa aturan yang disorot adalah pengaturan peran istri di rumah, larangan aktivitas seksual BDSM, dan kewajiban pelaku homoseksual melapor serta wajib rehabilitasi.
Salah satu poin yang sangat disoroti dalam RUU tersebut adalah pembagian kerja antara suami dan istri yang hendak diatur oleh negara.
Pengaturan tersebut tercantum dalam Pasal 25. Pasal tersebut jelas mendesak suami sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab lebih dan istri mengatur rumah tangga.
Ada pula, larangan untuk mendonorkan dan memperjualbelikan sperma yang tercantum dalam pasal 31 ayat 1 dan 2.
Dalam pasal 31 ayat 1 dituliskan bahwa "Setiap orang dilarang menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan".
Sedangkan ayat 2 berbunyi: "Setiap orang dilarang membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan".
Adapun ketentuan pidananya diatur di dalam Pasal 139 dan Pasal 140. Pasal 139 mengatur ketentuan pidana bagi pihak-pihak yang disebutkan di dalam Pasal 31 Ayat (1).
Baca juga: Perampok Satroni Rumah Juragan Kos di Blora: Pukul Pemilik Rumah, Gasak Emas Juga Uang Tunai
Baca juga: Ingin Tahu Wajah Banyumas Tempo Dulu? Datang Saja ke Pameran Foto dan Arsip BHHC di Kedai Yammie
Baca juga: Marc Marquez Dipastikan Absen Hingga Seri MotoGP 2020 Berakhir, Ini Komentar Valentino Rossi
Baca juga: Terbukti Reaktif Covid-19 Hasil Tes Rapid, 14 Penyelenggara Pilkada di Blora Tolak Jalani Tes Swab
Mereka yang melakukannya, terancam pidana paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Sementara mereka yang melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Ayat (2) terancam hukuman lebih berat sebagaimana diatur pada Pasal 140.
Di dalam pasal itu, mereka yang sengaja melakukannya, terancam pidana tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Draf RUU itu juga mengatur soal penyimpangan seksual. Dalam bab penjelasan, ada empat perbuatan yang dikategorikan sebagai penyimpangan, di antaranya ialah homoseksualitas atau hubungan sesama jenis, juga sadisme, masokisme, dan inses.
Pasal 86 menyebutkan: "Keluarga yang mengalami krisis keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan".
Sedangkan pasal 87 berbunyi: "Setiap orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan".
Dua pasal ini ringkasnya mengharuskan orang-orang yang dianggap melakukan penyimpangan seksual wajib lapor dan wajib pula mendapatkan rehabilitasi.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar, Nurul Arifin, menilai RUU Ketahanan Keluarga berpotensi memecah belah bangsa.
Ia mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga berpotensi mencabik-cabik kesatuan dan keberagaman.
Nurul mencontohkan ketentuan dalam Bab IX RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur peran serta masyarakat. Menurut Nurul, hal itu terkesan ingin mencampuri rumah tangga warga negara.
"Di dalam RUU Ketahanan Keluarga ini, kita menjadi suatu bangsa yang kayaknya resek begitu ya. Ini semangatnya kok kita mengurusi rumah tangga orang lain, rumah tangga itu mempunyai entitasnya sendiri," kata Nurul dalam rapat Baleg DPR, Kamis (12/11/2020).
Baca juga: Merasa Gerah Beberapa Hari Ini? Menurut BMKG, Ini Penyebabnya
Baca juga: Lewat Google Learning Connection, Siswa SMPN 10 Salatiga Kenalkan Enting-enting Gepuk ke Dunia
Baca juga: Waspada Banjir, Purwokerto Malam Ini Diperkirakan Diguyur Hujan Lebat
Baca juga: Jadwal Acara TV Hari Ini, Jumat 13 November 2020: Ada Film Aksi Komedi Kick Ass 2 di GTV
Nurul juga menyoroti struktur Pusat Layanan Ketahanan Keluarga (PLKK) yang ditawarkan dalam RUU Ketahanan Keluarga.
Padahal, sudah ada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
"Ada kesan banci ya dalam struktur yang ditawarkan dalam RUU ini karena berbicara tentang BKKBN tapi juga menyebutkan PLKK. Ini kan jadi enggak ajeg," kata Nurul.
Nurul mengaku setuju jika BKKBN diperkuat. Menurut dia, keluarga berencana yang merupakan program lawas memang harus terus dilanjutkan.
Namun, Nurul menilai, ada kejanggalan lantaran RUU Ketahanan Keluarga ingin masuk ke dalam struktur hingga tingkat terkecil di wilayah kabupaten/kota bahkan masyarakat untuk mengurusi rumah tangga warga negara.
Anggota Komisi I DPR ini mengingatkan bahwa para pendiri bangsa mendirikan Indonesia dengan kesepakatan-kesepakatan dan kekayaan pemikiran. Ia menyebut, kesatuan semacam ini harus tetap dipelihara.
Nurul mengajak koleganya di Baleg untuk berpikir holistik dan mempertimbangkan keberagaman Indonesia.
"Kalau tidak menerima kondisi kita sebagai satu negara yang majemuk, ya sulit juga ya. Saya tidak mengerti sungguh-sungguh cara berpikirnya itu seperti apa, kok malah mengurusi hal-hal yang sangat pribadi," ucap Nurul.
Nurul mengatakan, beberapa muatan dalam RUU Ketahanan Keluarga pun sudah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak dan UU Perkawinan.
Ketimbang membuat aturan baru, ia mengusulkan lebih baik merevisi UU Perkawinan yang memang sempat direncanakan sebelumnya.
Sementara, anggota Baleg dari PDIP, My Esti Wijayanti mengatakan, dalam setiap keluarga, sudah terbangun hal-hal yang tidak bisa diatur di dalam UU. Sehingga, memang tidak sepatutnya negara terlalu ikut campur.
"Bahwa negara seolah-olah akan mencampuri urusan keluarga. Di dalam rumah tangga terbangun beberapa hal yang tidak mungkin diundangkan," ujar Esti dalam rapat Baleg DPR, Kamis.
Esty khawatir, RUU Ketahanan Keluarga ini malah menimbulkan perpecahan. Misalnya, keluarga yang beda keyakinan hidup dalam satu rumah tangga.
"Tapi, kalau ada kemudian pengaturan yang berlindung di bawah penguatan agama, iman dan takwa, justru kami mempunyai kekhawatiran," katanya.
Oleh sebab itu, Esti menyarankan sebaiknya RUU Ketahanan Keluarga ini tidak terlalu ikut campur di masalah privat rumah tangga. Karena bicara keharmonisan keluarga yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama.
"Karena bicara harmonis dalam keluarga, yang saya tangkap di dalam undang-undang ini harus sama. Ini yang berbahaya," ungkapnya.
Baca juga: Ada Kalender Bergambar Sang Istri di Bantuan Korban Angin Ribut, Bupati Blora Dilaporkan ke Bawaslu
Baca juga: Api Berhasil Dijinakkan, Hingga Pagi Pedagang Pasar Weleri Kendal Masih Selamatkan Barang Dagangan
Baca juga: Ingin Tukar Rupiah ke Dollar AS? Berikut Kurs Rupiah di 5 Bank Hari Ini, 13 November 2020
Baca juga: Harga Emas Antam di Pegadaian Pagi Ini, Jumat 13 November 2020 Rp 1.968.000 Per 2 Gram
Di sisi lain, salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga, Ali Taher memandang, RUU ini harus ada untuk menyelamatkan generasi masa depan.
"Undang-undang ini lahir untuk menyelamatkan generasi masa depan. Membangun karakter, membangun budaya, Indonesia gemilang di masa mendatang," kata Ali, Kamis.
Dia menegaskan, ketahanan nasional itu berasal dari keluarga. Sehingga, RUU Ketahanan Keluarga ini, dinilainya penting.
"Inti ketahan nasional ini ketahanan keluarga. Kalau negara tidak hadir, tidak mungkin (ada ketahanan keluarga)," ungkap Ali.
Dia menuturkan, RUU Ketahanan Keluarga bukanlah agar negara ikut campur urusan rumah tangga rakyat.
Dirinya kemudian mencontohkan soal stunting. Meski itu urusan keluarga, negara tetap ikut campur karena demi menciptakan anak-anak yang sehat dan baik untuk masa depan.
"Seperti stunting, itu masalah keluarga tapi diurus negara karena itu masa depan negara. Pendidikan itu urusan keluarga, tapi diurus negara karena itu juga masa depan bangsa," tegas Ali.
Ali pun meminta, anggota Baleg DPR lain tak skeptis dan memandang RUU Ketahanan Keluarga tersebut bertentangan dengan Pancasila.
"Jangan kalau kita bahas ketahanan keluarga, kita jadi skeptis," ujar dia.
Hal senada dikatakan Netty Prasetyani. Menurut dia, RUU ini tidak akan mengatur soal ranah privat.
"Saya ingin menegaskan bahwa ini adalah sebuah gagasan yang kita ingin persembahkan kepada hadirnya keluarga-keluarga berkualitas di Indonesia. Jadi, kalau kemudian ada pertanyaan yang masih mengulang soal ranah privat, saya dan teman-teman tegaskan bahwa kita tidak berbicara dan mengintervensi ruang privat," kata istri eks Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher) itu dalam rapat di Baleg DPR, akhir September lalu. (tribun network/sen/dod)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Donor Sperma Terancam 5 Tahun Penjara, Masuk Dalam RUU Ketahanan Keluarga yang Dibahas DPR.