Berita Banyumas
Ingin Tahu Wajah Banyumas Tempo Dulu? Datang Saja ke Pameran Foto dan Arsip BHHC di Kedai Yammie
Pameran foto kuno itu digelar di Kedai Yammie dan Kopi 1001 Jalan Pungkuran, Desa Sudagaran, Kecamatan Banyumas, 11-12 November 2020.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANYUMAS - Foto wajah hitam putih terpajang rapi pada sketsel besi. Puluhan arsip, kartu pos hingga surat yang tertulis dalam bahasa Tiongkok dan Belanda, juga turut dipajang.
Beragam arsip dan foto kuno itu menjadi suguhan dalam pameran 9 Tahun Banjoemas History and Heritage Community (BHHC).
Pameran foto kuno itu digelar di Kedai Yammie dan Kopi 1001 Jalan Pungkuran, Desa Sudagaran, Kecamatan Banyumas, 11-12 November 2020.
Kedai ini merupakan satu di antara bangunan yang dianggap sebagai cagar budaya milik keluarga Tionghoa, yang menjadi saksi sejarah kejayaan batik Banyumas.
Founder BHHC, Jatmiko Wicaksono mengatakan, pameran sederhana ini berupaya menghadirkan narasi sejarah dalam bentuk arsip dan foto.
Baca juga: Selamat, Puskesmas 1 Sumpiuh Banyumas Raih Akreditasi Paripurna dari Kemenkes RI
Baca juga: Marc Marquez Dipastikan Absen Hingga Seri MotoGP 2020 Berakhir, Ini Komentar Valentino Rossi
Baca juga: Ingin Tukar Rupiah ke Dollar AS? Berikut Kurs Rupiah di 5 Bank Hari Ini, 13 November 2020
Baca juga: Merasa Gerah Beberapa Hari Ini? Menurut BMKG, Ini Penyebabnya
Seluruh materi pameran terkumpul selama kurang lebih 10 tahun.
"Dari foto yang dipajang, misalnya foto potret diri yang merupakan koleksi dari sebuah studio foto di Ajibarang, bisa dilihat model pakaian, maupun gaya rambut, pada tahun 1940-1980an. Ada model artis zaman dulu, seperti Demi Moore atau Rima Melati," ujarnya dalam rilis, Jumat (13/11/2020).
Selain potret diri, BHHC juga memajang sejumlah foto lawas semisal RS Tentara (sekarang kantor UPTD DPU Kecamatan Banyumas) dan Stasiun Timur (sekarang dipugar).
Dokumen yang terpajang antara lain surat keterangan melepaskan kewarganegaraan Tiongkok hingga beberapa surat dari perkumpulan Tionghoa serta iklan bioskop Rajawali.
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Yogyakarta ini mengatakan, sejarah merupakan perjalanan waktu, sementara warisan adalah tonggak atau bukti peninggalannya.
Menurutnya, masih banyak bukti-bukti atau peninggalan sejarah di lingkungan masyarakat yang tidak tercatat atau terdokumentasikan, yang perlu diungkap secara luas.
"Tujuan kami memberikan sosialisasi agar kita lebih peduli dengan warisan sejarah di sekitar kita. Kami menerima dukungan, komentar, kritik dan saran, serta partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan bangunan cagar budaya, artefak yang rusak atau dirobohkan," ucapnya.
Baca juga: Lewat Google Learning Connection, Siswa SMPN 10 Salatiga Kenalkan Enting-enting Gepuk ke Dunia
Baca juga: Beredar Madu Palsu, BPOM Bagikan Tips Mudah Beli Madu yang Dijamin Keasliannya
Baca juga: DPR Bahas RUU Larangan Minuman Beralkohol: Peminum Terancam Dihukum 2 Tahun atau Denda Rp 50 Juta
Baca juga: Ada Kalender Bergambar Sang Istri di Bantuan Korban Angin Ribut, Bupati Blora Dilaporkan ke Bawaslu
BHHC sendiri lahir dari kepedulian terhadap bangunan, sejarah dan warisan budaya yang perlahan-lahan mulai menghilang di wilayah Banyumas Raya.
Meski awalnya hanya sebagai kumpulan pehobi, komunitas yang berdiri pada 11 November 2011 ini mengembangkan sayap dalam bidang advokasi cagar budaya.
Salah satu pengunjung pameran, Reza (19), yang juga mahasiswa UNS, mengaku sangat kagum pada arsip dan foto yang dipamerkan tersebut.
"Ternyata, dari hal-hal kecil seperti surat, juga dapat menjadi sebuah narasi sejarah yang menarik," ujarnya.(Tribunbanyumas/jti)