Berita Semarang
Kisah Eks Napiter di Kota Semarang, Dari Merakit Bom Hingga Dampingi Eks Napiter Lain Buka Usaha
Kesan sangar jauh dari sosok Machmudi Hariono alias Yusuf, mantan napi teroris atau eks napiter yang pernah berangkat ke Filipina untuk berjihad.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
Tujuan dia ke Semarang adalah memulai lembaran hidup baru. Sebab, dari kejadian Bom Bali I, ia mulai meragukan aksi jihad yang dilakukan lewat terorisme.
Menurutnya, pemikiran yang berlebihan yang diaplikasikan lewat jihad yang menghalalkan aksi terorisme untuk membunuh, bahkan umat islam itu sendiri, menjadi alasan paling logis yang ia yakini sebagai kesalahan.
Mereka lalu memilih mengontrak rumah di Jalan Sri Rejeki Kalibanteng Kidul, Semarang Barat, pada Januari 2003 sembari berjualan sandal dan sepatu.
"Tiga bulan pertama, kami aman-aman saja. Bulan berikutnya, pemodal kami menitipkan kami barang-barang di dalam koper besar agar disimpan di rumah tersebut," jelasnya.
Baca juga: 4 Mahasiswa Tersangka Perusakan saat Demo Tolak UU Cipta Kerja di DPRD Jateng Jadi Tahanan Kota
Baca juga: Tak Munculkan Klaster Baru Covid-19, Wakil Ketua DPRD Kota Tegal Berharap Divonis Tak Bersalah
Baca juga: Ada 1,6 Juta Kendaraan Menunggak Pajak, Bapenda Harap Pemilik Manfaatkan Program Dispensasi Denda
Baca juga: Rencana Pemekaran Banyumas, Pemkab Mulai Sosialisasikan dan Minta Masukan dari Camat serta Kades
Tak disangka, ternyata, koper itu berisi barang-barang berupa bahan peledak, peluru, dan sebagainya.
Rinciannya, 88 TNT, 90 butir high empolsive, 750 kilo bahan peledak dan selebihnya peluru, kabel ledakan, 1.000 detonator, dan lainnya.
"Berhubung yang minta menyimpan bos maka saya tidak curiga tetapi saya kaget. Ketika tanggal 9 Juli atau satu bulan sebelum bom JW Marriot 1, kami ditangkap Densus 88 dengan dakwaan terlibat Bom Bali I karena barang tersebut merupakan sisa dari bahan bom Bali I," katanya.
Yusuf melanjutkan, bersama tiga temannya, dia dijebloskan ke penjara dengan dakwaan terlibat jaringan teroris.
Mereka dituntut Jaksa 20 tahun penjara namun vonis yang dijatuhkan 10 tahun.
Perjalanannya, mereka menjalani hukuman hanya 6 tahun karena berkelakuan baik dan kooperatif di Lapas Nusakambangan.
"Awalnya, kami ajukan banding dan kasasi lantaran kami yang disebut sebagai penjaga gudang hanya dimanfaatkan jaringan teroris tersebut. Kami memang menyimpan bom dan bisa merakit bom tetapi kami bukan pengebom," ujarnya.
Selepas keluar dari penjara pada tahun 2009, Yusuf dan kedua temannya memilih menjalani hidup baru, kembali dan berjanji tidak mau terlibat pada jaringan teroris.
Ia sendiri memilih kembali ke Semarang dan berkeluarga. Sedangkan temanya yang lain, berpencar ke daerah lain.
Kendala paling sulit selepas keluar dari penjara yang ia alami adalah faktor ekonomi karena saat itu tidak ada pekerjaan.
Meski pada akhirnya ia mendapatkan pekerjaan di restoran namun label sebagai teroris masih lekat padanya.