Jateng Travel Guide
Gulai dan Satai Bustaman Semarang Begitu Tersohor, Begini Kisahnya
Qomariyah (60), pemilik warung, menuturkan, label Bustaman ini diambil dari nama Kampung Bustaman, kampung yang memasok daging kambing di warungnya.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Bagi warga Kota Semarang, gulai kambing Bustaman sudah tidak asing lagi di telinga. Ya, olahan daging kambing dengan kuah bumbu rempah bercita rasa gurih ini telah menyebar di berbagai titik di Kota Atlas.
Tak terkecuali, di sepanjang Jalan MT Haryono atau Jalan Mataram, Kota Semarang. Beberapa warung tenda yang menawarkan menu gulai tampak menambah label Bustaman.
Misalnya, warung gulai kambing Bu Qomariyah di Jalan Mataram Nomor 41. Dia memberi tambahan label "Asli Bustaman" di tenda warung.
Qomariyah (60), pemilik warung, menuturkan, label Bustaman ini diambil dari nama Kampung Bustaman, kampung yang memasok daging kambing di warungnya.
"Sudah 20 tahun saya berjualan gulai kambing Bustaman di sini. Warung ini kami labeli asli Bustaman karena dagingnya dari Kampung Bustaman. Sudah sejak dahulu, sejak berjualan di gerobak dorong, memang belinya (daging) di sana," terang Qomariyah, Rabu (16/9/2020).
• Sedapnya Nasi Adep-adep Khas Tegal, Kuliner dari Tradisi Pernikahan
• Bupati Banyumas Dorong Warga Lestarikan Kuliner Berbahan Oyek
• Membunuh Pagi di Sunmor GOR Satria Purwokerto. Berburu Pernak-pernik, Fashion hingga Kulineran
Selain soal pasokan daging, tutur Qomariyah, gulai kambing Bustaman ini memiliki kekhasan. Tak seperti gulai lain, gulai buatannya tak menggunakan santan.
"Biasanya, gulai kambing pakai santan. Kalau yang bustaman ini, tidak. Itu yang membedakan," jelasnya.
Kendati begitu, rasa yang dihasilkan, diakui tetap enak lantaran menggunakan bumbu rempah. "Kalau resep, murni dari warisan keluarga," imbuhnya.
Saat menelusuri Kampung Bustaman, tampak berbagai aktivitas dilakukan warga di kawasan padat penduduk itu.
Di gang sempit yang tak bisa dilewati kendaraan roda empat tersebut, Toni Wibisono, seorang penjual daging sekaligus jagal kambing di kampung tersebut, menyebut Kampung Bustaman merupakan sentra jagal kambing.
Toni sendiri, dalam sehari, dapat memotong 25 ekor kambing. Daging kambing yang sudah bersih itu kemudian didistribusikan kepada para pedagang langganan.
"Jadi, kami beli kambing kemudian dijagal, dipotong. Dagingnya diantar ke tempat orang jual masakan kambing, semisal satai, gulai, atau lainnya," tuturnya.
Lantaran membeli daging kambing dari Kampung Bustaman, para pedagang tersebut lantas melabeli olahannya dengan Bustaman.
"Penjual itu mayoritas pakai nama Bustaman bukan karena hal lain tapi karena mengambil (membeli) daging dari kami. Maka, mereka menamai itu (Bustaman)," terangnya.
• Pernah Jadi Anak Jalanan, Kades Ponjen Purbalingga Ini Jadi Jujugan Warga yang Ingin Nasihati Anak
• Kades Bertato dan Viral di Banjarnegara Ini Hibahkan Mobil Pribadi sebagai Ambulans Warga
Nama Bustaman sendiri, kata Toni, tidak lepas dari sejarah Kampung Bustaman.