Berita Feature

Kisah Guru Honorer Bergaji Rp 700 Ribu, Bikin Pot Berbahan Sabut Kelapa, Berdayakan Lansia di Demak

Pinjaman koperasi sekolah tersebut diajukan David dengan tujuan sebagai modal usaha pemberdayaan warga lanjut usia (lansia) di tanah kelahirannya.

Editor: deni setiawan
KOMPAS.COM/ARI WIDODO
Muhammad David Mauli Niam (31), seorang guru honorer di MTs Negeri 4 Demak bersama Mbah Paidi (80) saat membuat pot sabut kelapa di rumahnya Desa Cangkring, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jumat (11/9/2020). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, DEMAK - Ini adalah kisah seorang guru honorer di Kabupaten Demak yang kiranya perlu dicontoh dan sangat patut diapresiasi.

Muhammad David Mauli Niam (31), namanya.

Dia adalah seorang guru honorer di MTs Negeri 4 Demak.

Mirisnya nasib para guru honorer tentu sudah menjadi rahasia umum.

Kisah Didi Khomsa Asal Banjarnegara, Guru Patungan Bantu Biaya Urus Registrasi KIP Kuliah di Unnes

Cerita Bripka Hartono Inisiasi Bangun TPQ di Banjarnegara, Sempat Takut Bebani Warga Karena Pandemi

Mengenal Vetiver, Si Rumput Ajaib Penahan Longsor di Banjarnegara, Akarnya Bisa Capai 4 Meter

Sisi Lain Kades Viral di Banjarnegara, Tubuh Hoho Alkaf Dipenuhi Tato: Saya Lagi Puasa Daud

Kompetensi dan waktu yang mereka curahkan bagi pendidikan di Indonesia tidak sebanding dengan kompensasi yang diterima.

Pengabdian selama 6 tahun dijalaninya dengan tabah meski gaji tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari.

"Pertama mengajar dahulu saya terima honor Rp 300.000."

"Sekarang sih sudah Rp 700.000," kata David seperti dilansir dari Kompas.com, Sabtu (12/9/2020).

Tidak ada kesan dia mengeluhkan kondisi tersebut.

Lelaki yang juga terlibat dalam berbagai organisasi ini mengaku gaji dari sekolahnya tak pernah dinikmati.

Sebab sudah habis untuk angsuran koperasi sekolah.

Bahkan sudah beberapa bulan ini, ada minus yang harus dibayarkan.

Pinjaman koperasi sekolah tersebut diajukan David dengan tujuan sebagai modal usaha pemberdayaan warga lanjut usia (lansia) di tanah kelahirannya.

Yakni di Desa Cangkring, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak.

David merintis usaha pembuatan pot tanaman dengan media sabut kelapa.

Tenaga produksi yang direkrut semua berusia lebih dari 60 tahun.

Para lansia yang selama ini hanya duduk berpangku tangan sambil menunggu kepulangan anak cucu.

Kini mereka kembali bisa merasakan nikmatnya bekerja sesuai kemampuan tubuh yang renta.

Berawal dari tidak berkegiatan pada masa pandemi Covid-19, laki-laki berputra dua yang masih aktif di Komunitas Gusdurian ini harus memutar otak.

Mencari cara mengisi waktu luang setelah mengajar secara online.

Sementara kondisi ekonomi juga makin sulit.

Belum lagi melihat nasib para lansia yang hampir tanpa harapan karena tidak beraktivitas selama di rumah.

Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, KH Chariri Shofa Meninggal Dunia, Mantan Ketua MUI Banyumas

Sudah Ditetapkan Pemerintah, Berikut Daftar Lengkap Hari Libur dan Cuti Bersama 2021

BSU Rp 600 Ribu Ditransfer Senin 14 September, Menaker: Tahap Ketiga Lebih Banyak

Ganjar Pranowo Ikut Pilpres 2024, Nyalon Jadi Presiden? Begini Jawaban Tegasnya Saat Ini

"Motivasi saya merintis usaha ini karena gaji minus dan nelangsa melihat para lansia miskin," ucap David.

Meski disebut bekerja, tapi David tidak mematok target jumlah produksi. 

Semua produk mulai dari pot tanaman, turus, media cangkok dan berbagai produk kerajinan berbahan dasar limbah sabut kelapa.

Semua itu dikerjakan sesuai dengan kondisi para lansia.

Kebetulan memang barang-barang tersebut tidak membutuhkan tenaga besar untuk pembuatannya.

Mbah Paidi (80) mengaku senang sebab di usia senja, tenaganya masih bisa berguna.

Kakek lima orang cucu ini sangat berterima kasih kepada David karena diberi kesempatan untuk tetap berkarya.

"Wong boten kesel, enteng kerjane, kalih lenggah."

"Upahe ngge tumbas rokok (Tidak capek, pekerjaan ringan, sambil duduk."

"Honornya bisa untuk membeli rokok.)," ujar Mbah Paidi.

Untuk pot berukuran kecil, David memberi upah Rp1.500 per unit.

Para lansia yang mengisi plastik kecil dengan media cangkok berbahan dasar sabut kelapa juga menerima ganti jasa Rp 100 per bungkus.

David berkata, modalnya memang belum memadai untuk bisa memberikan upah lebih. 

Dari hasil penjualan, dia baru bisa memetik laba sekira Rp 1.000 per item yang laku.

Laba tersebut didapat setelah menghitung bahan baku dan ongkos produksi.

Bahan baku sabut kelapa, dipasok dari Kabupaten Jepara seharga Rp 1,5 juta per truk.

Sementara untuk penggilingan sabut, mesinnya masih meminjam.

"Meski belum ada pasar tetap tapi kami tetap berproduksi karena motivasi awalnya memang pemberdayaan lansia," terang David.

Senada dengan apa yang disampaikan oleh David, Mbah Temu (60) yang sehari-hari tinggal sendiri di gubuk reyot juga merasa bersyukur ada pemuda yang peduli lansia.

Berkat David sekarang dia tidak lagi merasa kesepian tanpa kegiatan.

Mimpi David ke depan adalah makin meluaskan usaha supaya para lansia makin banyak yang bisa bergabung.

Saat ini konsep pembuatan peci berbahan sabut sudah mulai dirintis tapi David masih membutuhkan dukungan moral dan modal untuk mengembangkannya. (*)

Artikel ini telah tayang sebelumnya di Kompas.com berjudul "Kisah Guru Honorer yang Rela Gaji Minus untuk Berdayakan Lansia

Begini Cara Pasutri Asal Purbalingga Ini Majukan Desanya, Ajak Remaja Bikin Mural Cartoon Village

Ketua MUI Banyumas Curhat Belum Miliki Gedung Sekretariat, Begini Jawaban Bupati Achmad Husein

KBM Tatap Muka Terancam Ditunda Lagi di Banyumas, Dindik Tunggu Instruksi Tim Gugus Tugas

Kali Pertama Jadi Penyiar Radio, Istri Bupati Banyumas Justru Ketagihan Minta Diundang Lagi

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved