Teror Virus Corona
Chen 'Jurnalis' yang Videokan Tumpukan Mayat Diduga Korban Corona, Menghilang. Diculik Pemerintah?
advokat cum citizen journalist di China, Chen Qiushi, yang Videokan Tumpukan Mayat Diduga Korban Corona, Menghilang. Diculik pemerintah?
TRIBUNBANYUMAS.COM, CHINA - Seorang advokat sekaligus citizen journalist (jurnalisme warga) di China, Chen Qiushi, merekam bagaimana mencekamnya suasana kota Wuhan dan kota lain di Provinsi Hubei, selama wabah virus corona menyerang Negeri Tirai Bambu.
Berbekal ponsel pintar (smartphone) dan akun media sosial, Chen menceritakan kisahnya dan orang lain dari Wuhan maupun tempat lain di Provinsi Hubei yang terisolasi.
Ia secara gamblang dan blak-blakan mengabarkan apa saja yang terjadi. Dilansir Time.com, Chen termasuk sosok yang menonjol di China.
Bahkan, pria berusia 34 tahun itu juga mengatakan dirinya tak takut pemerintah, serta menentang monopoli yang dikontrol ketat oleh Partai Komunis mengenai informasi.
• Gaji UMR tapi Mau Beli Rumah Bersubsidi? Bisa, Asal Penuhi Syarat ini
• Bunuh dan Lecehkan Mayat Bocah SD di Sigaluh Banjarnegara, KR Cerita Awal Suka Sesama Jenis
• Komandan TNI Nikah Siri dengan Istri Orang, Kecurigaan Sudah Muncul Sejak 3 Tahun Lalu
• Suami Jarang Pulang, Takut Dituduh Anak Hasil Selingkuh, Ibu Ini Bunuh Bayi yang Baru Dilahirkannya
Chen melakukan siaran dan laporan di lebih dari 100 pos dari Wuhan, selama dua minggu.
Melalui video yang disiarkan, dia menunjukkan pasien virus Corona yang diletakkan begitu saja di koridor rumah sakit.
Dia juga sempat merekam mayat-mayat yang ditumpuk diduga korban virus dengan nama resmi Covid-19 itu.
Tak hanya itu, Chen juga memperlihatkan perjuangan warga setempat yang terinfeksi untuk mendapatkan perawatan.
"Kenapa saya di siini? Karena ini adalah tugas saya menjadi citizen journalist," kata Chen dalam sebuah video di luar stasiun kereta.
"Jurnalis macam apa jika kamu tidak berani bergegas ke garis depan dalam bencana?" imbuhnya.
• Indonesia Masih Negatif Virus Corona, Benarkah Cuaca dan Matahari Jadi Benteng? Ini Penjelasannya
Dalam sebuah video yang diunggah Chen pada 25 Januari 2020 silam, tampak mayat yang tertutup selimut ditinggalkan di luar bangsal darurat.
Di dalam rumah sakit lain, ia merekam seorang pria yang telah tewas akibat virus corona.
Namun, pria tersebut hanya disandarkan di kursi roda tanpa penanganan lebih lanjut.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Chen pada seorang wanita yang memegang sang pria.
"Dia sudah tiada," jawab wanita tersebut.
• Mantan Menpora Imam Nahrawi Jalani Sidang Perdana, Didakwa Terima Uang Suap Rp11,5 Miliar
Chen mengkritisi penanganan petugas medis terhadap pasien virus Corona.
"Masker, pakaian pelindung, persediaan, semuanya tidak memadai," ujar Chen di sebuah ruangan.
"Dan yang paling penting, tidak cukupnya alat penguji dan diagnosis," lanjutnya.
Chen menyebut, cara terbaik yang dapat dilakukan hanyalah mengisolasi diri di rumah.
Pasalnya, jika seseorang ingin memeriksakan diri di rumah sakit, dia harus beristirahat sementara di bangsal.
Sementara itu, bangsal rumah sakit telah penuh dan jumlah dokter tidak cukup untuk menangani.
• WHO Sempat Pertanyakan Indonesia Negatif Virus Corona, Begini Pernyataan Resmi Terbarunya . . .
Video Chen tersebut telah ditonton sebanyak jutaan kali di blog-nya, hingga turut mengambil perhatian polisi.
Melalui video yang diunggah Youtube Coronavirus Live Archive, Kamis (30/01/2020) lalu, Chen mengatakan, polisi telah memanggilnya.
Polisi juga ingin tahu di mana dia dan orang tuanya berada. "Aku tidak takut," katanya.
"Virus di mana-mana. Aku memiliki kekuatan hukum dan administrasi China," ujar Chen dengan suara yang penuh emosi dan air mata mengalir di pipinya.
Chen bersumpah, selama dirinya masih hidup, dia akan terus melanjutkan aksinya untuk melaporkan kondisi pasien virus Corona di lapangan.
"Aku hanya melaporkan apa yang aku lihat dan aku dengar," ucapnya.
• Saat Cek Penyadap Karet, Darmuji Kaget Temukan Kerangka Manusia Berserak di Pinggir Sungai
"Bahkan kematian tidak membuatku takut! Jadi, menurutmu aku takut dengan Partai Komunis?" tukas Chen penuh emosi dan menahan tangis.
Selain membuat video tersebut, Chen juga sempat mengunggah ulang video di akun Twitter-nya.
Video merupakan milik Fang Bin, seorang penjual pakaian tradisional di China.
Fang merekam bagaimana aparat keamanan bekerja untuk menjaga kemarahan publik tentang penyebaran virus.
Itu menjadi salah satu cuitan terakhir Chen sebelum dia menghilang.
Blog-nya juga tidak mengunggah kabar terbaru.
• Dilanda Badai Cedera Barcelona Krisis Penyerang, Resmi Ajukan Transfer Darurat
Seminggu kemudian, ibu Chen mengunggah video di Twitter pada Jumat (07/02/2020).
Dalam video berdurasi 29 detik, ia mengatakan Chen tidak bisa dihubungi.
Dia memohon bantuan warganet untuk menemukan anaknya.
Pada malam di hari yang sama, teman Chen bernama Xia Xiaodong mengatakan, Chen telah dikarantina secara paksa selama 14 hari.
Tempo itu dianggap sebagai masa inkubasi maksimum untuk virus.
Xia mengatakan, Chen sehat dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
• UGM Terbaik di Tanah Air, Ini 10 Kampus Indonesia yang Masuk 200 Terbaik Asia
Namun, ketika ia memohon kepada pihak berwenang untuk menelepon Chen, permintaannya tidak diindahkan.
Chen belum dapat dihubungi hingga kini. Keberadaan spesifiknya pun belum diketahui secara pasti.
Di media sosial muncul kekhawatiran dia diculik aparat pemerintah karena di negara itu menerapkan sistem ketat informasi soal virus Corona.
Maria Repnikova, seorang profesor komunikasi di Georgia State University yang meneliti media China mengatakan, apa yang dibagikan Chen sangat berbeda dari apa pun yang ditampilkan di media selama ini.
• Janda 40 Tahun dan Remaja 17 Tahun Ngamar 4 Hari. Awalnya Ngaku Ibu-Anak, Ini yang Terjadi
• Ganjar Usulkan SMP Muhammadiyah di Purworejo Tempat Terjadinya Bullying Ditutup. Sampai Separah Itu?
• Bus Sinar Jaya Dikemudikan Sopir Kelahiran Banyumas Kunduran Truk di Tol Ungaran, Dua Orang Tewas
• Jelang Pilkada 2020 Ketua DPC PKB Purbalingga Diganti. Ada Apa?
"Tidak pernah ada begitu banyak orang China, termasuk korban dan petugas kesehatan, yang menggunakan telepon mereka untuk menyiarkan pengalaman mereka tentang bencana," kata Maria.
Maria mengungkapkan, hal itu disebabkan karena lebih dari 50 juta orang yang terkurung dan dikarantina merasa sangat bosan dan cemas akan hidup mereka.
Di sisi lain, media resmi pemerintah menampilkan upaya membangun rumah sakit baru dalam sekejap, mengirim ribuan pekerja medis, dan meningkatkan produksi masker wajah tanpa merinci kondisi mendasar yang mendorong upaya tersebut. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jurnalis China yang Rekam Tumpukan Mayat Korban Virus Corona Hilang Misterius