Menguak Sejarah, Peran Penting Gus Dur di Balik Meriahnya Perayaan Imlek di Indonesia

Meriahnnya perayaan Imlek tak bisa dilepaskan dari peran Gus Dur. Presiden ke-4 RI, itu yang membuka kran kebebasan masyarakat minoritas,

Kompas.com/Totok Wijayanto - TribunJatim.com/Nur Ika Anisa
Gus Dur dan meriahnya perayaan Imlek. 

TRIBUNBANYUMAS.COM - Selama masa Orde Baru berkuasa, masyarakat Tionghoa di Indonesia tak bebas merayakan hari-hari besar mereka.

Termasuk di antaranya adalah merayakan tahun baru China atau lazim disebut Imlek.

Adalah Abdurrahman Wahid --lebih dikenal dengan nama Gus Dur-- yang membuka kran kebebasan orang-orang Tionghoa untuk berekspresi.

Kala Gus Dur mejabat sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia, ia memberi kebebasa terhadap elemen-elemen masyarakat minoritas yang sebelumnya dikekang.

Di Balik Kontroversi Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri: Pernah 5 Kali Gagal Jadi Polisi (3-habis)

Naga Gabung Ada Band, Ungkap Alasan tidak Cocok dengan Lyla di Tahun ke-13

Vera Takjub Pertama Kali Lihat Barongsai Beraksi di Kolam Renang Owabong. Ini Foto-fotonya

Benarkah Faktor Ban Gaib yang Dahulu Sukses Menangkan Valentino Rossi? Ini Fakta-faktanya

Karena itu, Gus Dur  tidak bisa lepas dari kebebasan etnis Tionghoa dalam merayakan tahun baru China atau Imlek di Indonesia.

Cucu Hasyim Asya'ari, sang pendiri organisasi masyarakat (ormas) Nahdlatul Ulama (NU) itu, memiliki peran besar hingga akhirnya etnis Tionghoa dapat merayakan Imlek secara terbuka.

Pada era Orde Baru, di bawah kepemimpiman Presiden Soeharto, masyarakat Tionghoa dilarang merayakan Imlek secara terbuka. Larangan itu tertuang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Dalam aturan itu, Soeharto menginstruksikan etnis Tionghoa yang merayakan pesta agama atau adat istiadat agar tidak mencolok di depan umum, tetapi dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Waspada! Dua Kasus Pencabulan Ini Korbannya Anak di Bawah Umur. Tersangka Orang Dekat Korban

Sementara itu, untuk kategori agama dan kepercayaan China ataupun pelaksanaan dan cara ibadah dan adat istiadat China itu diatur oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung.

Imlek dan Cap Go Meh kemudian masuk dalam kategori tersebut. Bebaskan perayaan Imlek Setelah Soeharto lengser pada 1998, diskriminasi terhadap etnis tertentu tak serta merta menghilang.

Tindakan diskriminatif kerap kali muncul, salah satunya saat etnis Tionghoa diwajibkan menyertakan surat bukti kewarganegaraan RI ketika mengurus dokumen kependudukan.

Namun, saat Gus Dur menjabat sebagai presiden,

Kehabisan Uang Setelah Berlibur, 6 ABG Ini Nekat Jual Diri. Tarifnya Rp300 Ribu - Rp600 Ribu

perubahan pun terjadi. Gus Dur mengambil langkah spontan dengan mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Dilansir dari Harian Kompas, Sekretaris Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Budi Tanuwibowo mengaku masih ingat bagaimana latar belakang dicabutnya Inpres tersebut.

Menurut dia, pencabutan Inpres tersebut sangat unik. Prosesnya terbilang cepat dan spontan. Budi bahkan sempat kaget melihat sikap Gus Dur.

"Waktu itu, kami ngobrol sambil berjalan mengelilingi Istana. Gus Dur lalu bilang, oke, Imlek digelar dua kali, di Jakarta dan Surabaya untuk Cap Go Meh. Kaget juga saya," kata Budi, dikutip dari Harian Kompas yang terbit 7 Februari 2016.

Intip Momen Hangat Perayaan Imlek Ahok dan Keluarga

Perayaan Imlek dan Cap Gomeh tentu akan terhambat Inpres Nomor 14 Tahun 1967. Namun, Gus Dur dengan spontan berkata akan segera mencabut Inpres tersebut. Inpres akhirnya dicabut dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 pada 17 Januari 2000.

Karena Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa akhirnya bisa merayakan Imlek atau hari raya lainnya secara terbuka.

Kemeriahan Imlek akhirnya bisa dirasakan di Indonesia. Nuansa warna merah, lampion gantung, dan hiasan angpao tampak indah menghiasi pertokoan.

Meski sudah bisa merayakan secara terbuka, baru dua tahun kemudian, tepat di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek dijadikan hari nasional.

Detik-detik Pembunuhan Siswir SMA yang Ditemukan Jadi Tengkorak, Niat Jahat Muncul di Dapur

Hal itu disampaikan Mega saat menghadiri Peringatan Nasional Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002. Sementara itu, penetapan Imlek sebagai hari libur nasional baru dilakukan pada 2003.

Bapak Tionghoa Indonesia

Meski sudah mencabut Inpres Nomor Nomor 14 Tahun 1967, pada tahun 2004 Gus Dur menyebut setidaknya ada ribuan peraturan yang memicu diskriminasi.

"Masih ada 4.126 peraturan yang belum dicabut, misalnya, soal SBKRI. Itu kan sesuatu yang tidak ada gunanya," kata Gus Dur dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 11 Maret 2004.

Ini Cerita Chelsea Olivia dan Glen Alinskie Rayakan Imlek 2020

Gus Dur termasuk salah seorang yang tidak setuju dengan aturan yang bersifat diskriminatif termasuk pada etnis Tionghoa.

Dia pun meminta masyarkat Tionghoa untuk terus berani memperjuangkan hak-haknya.

"Di mana-mana di dunia, kalau orang lahir ya yang dipakai akta kelahiran, orang menikah ya surat kawin, tidak ada surat bukti kewarganegaraan. Karena itu, saya mengimbau kawan-kawan dari etnis Tionghoa agar berani membela haknya," ujar dia.

Gus Dur mengatakan, etnis Tionghoa juga bagian dari Bangsa Indonesia. Karena itu, tokoh Nahdlatul Ulama ini meminta seluruh masyarakat Indonesia memberikan hak dan kesempatan yang sama.

Tina Toon Hiasi Rumah dengan Pernak-Pernik Nuansa Imlek dan Masak Makanan Tionghoa

Video Mayat Diduga Korban Corona Dibungkus Kain Putih Tergeletak di Selasar Rumah Sakit China

Detik-detik Pembunuhan Siswir SMA yang Ditemukan Jadi Tengkorak, Niat Jahat Muncul di Dapur

Corona SARS Flu Burung, Hampir Semua Virus Mematikan Berasal dari China, Peneliti Ungkap Penyebabnya

"Mereka adalah orang Indonesia, tidak boleh dikucilkan hanya diberi satu tempat saja. Kalau ada yang mencerca mereka tidak aktif di masyarakat, itu karena tidak diberi kesempatan," ucap Gus Dur.

"Cara terbaik, bangsa kita harus membuka semua pintu kehidupan bagi bangsa Tionghoa sehingga mereka bisa dituntut sepenuhnya menjadi bangsa Indonesia," ujar dia.

Atas kebijakan dan pemikirannya, Gus Dur akhirnya mendapat gelar "Bapak Tionghoa Indonesia". Bagi kaum Tionghoa, Gus Dur dinilai telah menghapus kekangan tekanan dan prasangka.

Sebab, pada masa lalu, masyarakat Tionghoa kerap mendapat stigma yang buruk baik dari pemerintah ataupun masyarakat dari etnis lainnya. Gus Dur juga dinilai telah berjasa membawa kesetaraan pada masyarakat Indonesia. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Peran Gus Dur di Balik Kebebasan Merayakan Imlek di Indonesia...

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved