Ini Penjelasan KPU Soal Harun Masiku, Perkara yang Menjerat Wahyu Setiawan
KPU menjelaskan duduk soal Harun Masiku. Silang sengkarut PAW Harun Masiku menjerat komisioner KPU Wahyu Setiawan
Sebelum penetapan KPU itu, Lili mengungkapkan pada awal Juli 2019 salah satu pengurus DPP PDI-P memerintahkan seseorang yang disebut DON mengajukan gugatan uji materi ke MA. Uji materi yang diajukan terkait pasal 54 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
"Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," ujar Lili saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2019).
Gugatan ini, kata Lili, kemudian dikabulkan MA pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu. "Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDI-P mengirimkan surat kepada KPU untuk menetapkab Harun Masiku sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas," lanjut Lili.
• Untuk Kali Pertama Purwokerto Jadi Tuan Rumah Proliga, Terungkap Alasan GOR Satria Terpilih
Sementara itu, saat ditelusuri dari lembaran putusan MA atas uji materi terhadap PKPU Nomor 3 Tahun 2019, PDIP memberi kuasa kepada Donny Tri Istiqomah dan rekannya selaku advokat PDIP yang berkedudukan di bawah partai tersebut sebagai kuasa hukum.
Dari putusan tersebut juga diketahui pasal yang diuji materi adalah Pasal 54 ayat (5) huruf k dan l juncto Pasal 55 ayat (3) PKPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum, dan Pasal 92 huruf a PKPU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum.
Pasal 54 ayat (5) huruf k berbunyi 'Tanda coblos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diatur sebagai berikut: "tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut calon, nama calon atau tanpa nama calon disebabkan calon tersebut meninggal dunia ataubtidak lagi memenuhi syarat sebagaicalon, dinyatakan sah untuk Partai Politik".
Kemudian, pasal 54 huruf l berbunyi "Tanda coblos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diatur sebagai berikut: “tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut Partai Politik, tanda gambar Partai Politik, atau nama Partai Politik, serta tanda coblos pada 1 (satu) kolom yang memuat nomor urut calon, nama calon atau tanpa nama calon disebabkan calon tersebut meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon, dinyatakan sah untuk Partai Politik.”
• Untuk Kali Pertama Jadi Tuan Rumah Proliga 2020, Ini Lho Istimewanya GOR Satria Purwokerto
Adapun, pasal 55 ayat (3) berbunyi "Dalam hal ketua KPPS menemukan Surat Suara yang dicoblos pada nomor urut dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, tetapi nama calon tersebut telah meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon dan telah diumumkan oleh KPPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf d, suara pada Surat Suara tersebut dinyatakan sah dan menjadi suara sah Partai Politik".
Lalu, pasal 92 huruf a berbunyi, "dalam hal pada saat proses Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara terdapat calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang: a. meninggal dunia; KPU tidak mengikutsertakan calon tersebut dalam penyusunan peringkatsuara sah terbanyak dan menuangkan ke dalam catatan kejadian khusus. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Tolak Harun Masiku jadi Anggota DPR, Ini Dasar Hukum KPU...