Berita Nasional

Soeharto Dinilai Belum Layak Jadi Pahlawan Nasional, Begini Kata Sejarawan dari Unnes Semarang

Sejarawan Unnes Tsabit Azinar Ahmad menilai, Soeharto belum layak menjadi pahlawan nasional meski beberapa syarat telah dipenuhi.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rika irawati
KOMPAS/JB SURATNO
POLEMIK GELAR PAHLAWAN - Presiden Soeharto dalam acara. Gambar diambil pada 15 Januari 1998. Rencana pemberian gelah Pahlawan kepada Soeharto memicu pro dan kontra. 
Ringkasan Berita:
  • Sejarawan Unnes Tsabit Azinar Ahmad menilai Soeharto belum layak ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
  • Kendati memiliki jasa besar namun Soeharto juga melukai warga Indonesia.
  • Tsabit menilai, pemberian Pahlawan Nasional tak sekadar masalah hukum tetapi juga kepekaan.

 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG – Pengusulan Soeharto Presiden RI kedua, sebagai Pahlawan Nasioal mendapat perhatian sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Tsabit Azinar Ahmad.

Tsabit menilai, wacana itu terlalu prematur dan sebaiknya tidak dibahas sebelum sejarah masa lalu benar-benar dituntaskan.

"Kalau untuk jadi pahlawan nasional, saya kira belum waktunya (bagi Soeharto)."

"Karena, masih ada hal-hal yang belum clear, terutama soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di masa pemerintahannya," kata Tsabit, Minggu (9/11/2025).

Baca juga: Mantan Presiden Soeharto hingga Gusdur Bakal Diganjar Gelar Pahlawan Nasional, BJ Habibie Menyusul

Menurutnya, Soeharto memang memiliki jasa besar dalam menstabilkan ekonomi nasional pasca-1966, ketika inflasi mencapai lebih dari 600 persen.

Namun, di sisi lain, ada catatan kelam yang tidak bisa dihapus begitu saja.

"Kalau mau jujur, Pak Harto itu memang berjasa memulihkan ekonomi yang terpuruk setelah era Soekarno."

"Tapi, dia juga punya banyak dosa sejarah, terutama dalam hal pelanggaran HAM," ujarnya.

Tsabit mencontohkan sejumlah peristiwa seperti penembakan misterius (Petrus), kasus Timor Timur, dan represi pasca-1965 terhadap tahanan politik yang menjadi catatan merah pada masa pemerintahan Orde Baru.

"Sebagian pelanggaran HAM berat yang ditetapkan pemerintah era Jokowi itu juga terjadi di masa Soeharto karena ada keterlibatan negara di situ," katanya.

Menurutnya, jika melihat dari sisi normatif, Soeharto sebenarnya memenuhi sebagian syarat administratif sebagai pahlawan nasional.

Di antaranya, tidak pernah berkhianat kepada negara dan tidak pernah dijatuhi hukuman pidana. 

Namun, pahlawan nasional bukan hanya soal kriteria hukum.

"Kalau secara normatif ya bisa saja pantas, tapi kita tidak bisa hanya pakai kacamata itu."

"Karena, gelar pahlawan itu juga bicara tentang nilai-nilai kemanusiaan dan moral."

"Ini yang masih jadi persoalan besar," jelas Tsabit.

Negara Perlu Mengurai Persoalan Sejarah

KRITIK SOEHARTO PAHLAWAN - Sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Tsabit Azinar Ahmad. Tsabit menilai, mantan Presiden Soeharto belum layak menerima gelar Pahlawan Nasional.
KRITIK SOEHARTO PAHLAWAN - Sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Tsabit Azinar Ahmad. Tsabit menilai, mantan Presiden Soeharto belum layak menerima gelar Pahlawan Nasional. (TRIBUNBANYUMAS/DOK PRI TSABIT AZINAR AHMAD)

Ia menilai, sebelum bicara soal gelar pahlawan, negara harus terlebih dahulu mengurai dan mengakui berbagai persoalan sejarah yang masih menyisakan luka bagi korban.

"Kita harus bisa melihat kajian yang benar-benar riil, seberapa besar dosa-dosa politik dan militernya."

"Jangan sampai, pengusulan ini justru membuka kembali trauma lama sebagian masyarakat," tegasnya.

Baca juga: Nama Soeharto Dihapus dari TAP MPR terkait KKN, Bambang Soesatyo: yang Bersangkutan Sudah Meninggal

Menanggapi pernyataan sejumlah pihak, termasuk Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menilai Soeharto memenuhi syarat menjadi pahlawan nasional, Tsabit menyebut, penilaian itu sah-sah saja selama disertai dengan kajian komprehensif.

Tsabit juga menegaskan, Soeharto tidak terlibat langsung dalam peristiwa 1965 namun memanfaatkan momentum tersebut untuk menguatkan posisinya secara politik.

"Dia tidak terlibat dalam peristiwa 65-nya tapi setelah itu dia mengambil langkah-langkah represif terhadap orang-orang yang dianggap berhubungan dengan PKI. Di situlah letak masalahnya," kata Tsabit.

"Kalau mau menempatkan Soeharto secara objektif, kita harus jujur menilai."

"Ia memang punya jasa besar tapi juga meninggalkan luka yang belum sembuh."

"Jadi, belum saatnya dia disebut pahlawan nasional." tambahnya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved