Berita Semarang

Dua Buruh Menangi Gugatan, tapi Pengadilan Hubungan Industrial Tetap Benarkan Alasan PHK Sepihak

Majelis Hakim memutuskan gugatan dua buruh tersebut dikabulkan sehingga PT Hong Fa International harus membayar hak dari para buruh

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Rustam Aji
DOK. LBH SEMARANG
SIDANG GUGATAN BURUH - Dua buruh memenangkan gugatan perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan hak dua buruh melawan PT Hong Fa International di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (9/9/2025). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Gugatan dua buruh melawan PT Hong Fa International di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Semarang, terkait perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan hak, akhirnya menang.

Asisten Pengacara Publik LBH Semarang, Caca, dalam keterangan tertulis menerangkan, Majelis Hakim memutuskan gugatan dua buruh tersebut dikabulkan sehingga PT Hong Fa International harus membayar hak dari para buruh  berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak dan membayarkan kekurangan upah serta uang sisa cuti,  Jumat (12/9/2025).

Sebelumnya, dua buruh ini  menjadi korban PHK sepihak oleh PT Hong Fa Internasional sehingga dalam putusan Majelis Hakim menetapkan perusahaan harus membayar sejumlah hak dari kedua buruh tersebut.

LBH Semarang bersama Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK) Indonesia telah melakukan pendampingan terhadap dua buruh tersebut sejak Juni 2025.

Gugatan dengan nomor perkara 45/Pdt.Sus-PHI/2025/PN Smg dan perkara 50/Pdt.Sus-PHI/2025/PN Smg itu bermula ketika dua buruh PT Hong Fa International di PHK secara sepihak.

Baca juga: Pedagang Kerang Ikut Terimbas Pembangunan Tol Semarang - Demak, Omzet Turun Penjualan Sepi

Baca juga: Beredar Kabar Kapolri Listyo Sigit Bakal Diganti, Dua Nama Menguat

Gugatan lantas dilayangkan dengan berbagai bukti kuat yakni seorang buruh memiliki masa kerja sejak selama rentang 10 tahun yakni mulai 12 Juni 2014 sampai dengan 7 Oktober 2024.

Adapun satu buruh perempuan telah dikontrak nyaris selama empat tahun persisnya sejak 2 Februari 2021 sampai  dengan 30 Desember 2024.

"Fakta ini menunjukkan perusahaan telah melanggengkan status kontrak kerja (PKWT) yang sangat lama sehingga Majelis Hakim dalam memutus perkara a quo menetapkan peralihan status PKWT (kontrak) beralih menjadi pekerja tetap (PKWTT) terhadap kedua buruh sejak pertama kali bekerja," ucap Caca.

Fakta persidangan menjelaskan bahwa perusahaan sejak lama telah melanggar hukum, memanipulasi status kerja para pekerja, dan merampas hak normatif buruh selama bertahun-tahun.

Dari pelanggaran itu, lanjut Caca, hakim menghukum perusahaan untuk membayar pesangon, penghargaan masa kerja, penggantian hak serta kekurangan upah dengan total Rp 21,8 juta.

"Sementara dalam perkara satunya, hakim menghukum perusahaan untuk membayar pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian sisa cuti 2024 dengan total Rp 44,9 juta," bebernya.

Baca juga: Rizky Setyaningsih, Anak Buruh Harian Lulus Cumlaude sebagai Wisudawan Terbaik FH Unsoed

Meski begitu, hakim membenarkan PHK sepihak dengan alasan perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cilaka).

Menurut Caca, UU Cilaka memberi legitimasi adanya efisiensi sebagai alasan PHK sepihak sehingga buruh selalu menjadi korban atas nama penyelamatan perusahaan.

"Kasus ini membuktikan lemahnya penerapan UU Cilaka yang justru lebih berpihak kepada kepentingan pemodal ketimbang perlindungan buruh," tandasnya.

Di samping itu, UU Cilaka membuka celah bagi perusahaan untuk melakukan kontrak berkepanjangan tanpa batas hingga PHK massal atas nama efisiensi.

"Negara hadir tetapi hanya untuk menjadi pelayan modal, bukan melindungi dan mensejahterakan rakyat," terangnya. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved