Berita Banyumas

Lebih dari Separo Muridnya Istimewa, SDN 5 Arcawinangun Banyumas Jadi Rumah Kedua bagi ABK

Lebih dari separo siswa SDN 5 Arcawinangun Banyumas berkebutuhan khusus. Sejak 2011, mereka tak hanya menerima siswa reguler tetapi juga ABK.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/PERMATA PUTRA SEJATI
SEKOLAH INKLUSI - Suasana kegiatan belajar mengajar sekolah inklusi di SDN 5 Arcawinangun, Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Rabu (17/9/2025). Sekolah tersebut menjadi satu di antara sekolah inklusi rujukan yang kini menampung puluhan siswa berkebutuhan khusus. 

Salah satunya adalah Sugiarti (55), guru kelas yang telah mengabdi sejak 2005 dan menyaksikan langsung transformasi sekolah menjadi inklusif.

"Saya pekerja P3K dengan gaji Rp1,2 juta gajinya," ujar Sugiarti yang tetap bertahan meski dengan penghasilan terbatas.

Ia adalah saksi hidup dari perubahan besar di sekolah ini. 

Ia mengenang momen pertama sekolah mulai membuka diri kepada siswa berkebutuhan khusus.

"Awalnya, kala itu, ada anak menggunakan kursi roda, tidak bisa jalan, anak perempuan."

"Akhirnya diam saja dan bapak kepala sekolah merekomendasikan menjadi sekolah inklusi," kenangnya.

Seiring waktu, jumlah siswa ABK bertambah, dan berbagai tantangan harus dihadapi. 

Sugiarti belajar secara otodidak memahami berbagai bentuk kebutuhan khusus anak didiknya.

"Saya belajar secara otodidak belajar menangani berbagai tuna dan ABK."

"Ada anak yang tidak bisa ngomong, alhamdulillah jadi bisa ngomong," tuturnya.

Ia juga sempat mendapat cibiran dari masyarakat sekitar.

"Bahkan, sempat dapat cibiran dari masyarakat sekitar SD."

"Warga sekitar berpandangan 'Lah nanti anak saya yang normal malah jadi seperti itu (jadi ABK). Dianggap seperti itu, ketularan jadi ABK," kata Sugiarti.

Baca juga: 65 Persen Siswa SDN 5 Arcawinangun Purwokerto Adalah ABK, Banyumas Dorong Pendidikan Inklusif

Stigma dan kurangnya pemahaman menyebabkan menurunnya jumlah siswa reguler dari tahun ke tahun.

"Memang, reguler anak yang biasa menurun, hal itu karena kurangnya edukasi bahwa sekolah inklusi juga bisa buat sekolah siswa reguler," ujarnya.

Namun, bagi Sugiarti, semua itu tidak sebanding dengan kepuasan hati melihat anak-anak ABK berkembang.

"Saya tidak mau pindah karena saya sudah biasa dengan anak-anak ABK."

"Saya sudah menyatu dengan mereka dan menyadarkan hati saya."

"Saya jadi bersyukur kalau membandingkan diri dengan anak-anak yang ABK," ucapnya lirih.

Kerja Sama dengan Lembaga Lain

SDN 5 Arcawinangun kini juga menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga. 

Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto turut membantu selama dua tahun terakhir melalui program edukatif dan alat bantu pembelajaran seperti kentongan, cermin, dan bola gym.

Bank Indonesia, melalui program Cinta Bangga Paham Rupiah (CBP), juga menjadi mitra, memberikan bantuan fasilitas seperti laptop dan LCD proyektor.

Sekolah ini bahkan telah menerima bantuan Chromebook dari Dinas Pendidikan. 

Namun, hingga kini, mereka masih menunggu bantuan jaringan internet untuk mendukung pembelajaran digital secara maksimal.

Bagi Wanti dan para orangtua siswa ABK, SDN 5 Arcawinangun bukan sekadar tempat belajar. 

Sekolah ini telah menjadi ruang harapan, rumah kedua, dan tempat di mana anak-anak mereka diterima sepenuh hati. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved