Berita Banyumas
Lebih dari Separo Muridnya Istimewa, SDN 5 Arcawinangun Banyumas Jadi Rumah Kedua bagi ABK
Lebih dari separo siswa SDN 5 Arcawinangun Banyumas berkebutuhan khusus. Sejak 2011, mereka tak hanya menerima siswa reguler tetapi juga ABK.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Pagi baru saja menyapa ketika satu per satu siswa berdatangan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 5 Arcawinangun yang berada di Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (17/9/2025).
Beberapa siswa terlihat berbeda dari teman-temannya.
Ada yang berjalan perlahan, ada yang menggenggam erat tangan orangtuanya, dan ada pula yang sesekali mengeluarkan suara tak terduga.
Namun, mereka semua melangkah ke dalam kelas yang sama, duduk di bangku yang telah disediakan, dan menerima pelajaran yang sama.
Sementara, seorang ibu terlihat duduk menanti pelajaran berlangsung.
Namanya Wanti (40), ibunda dari Kiara Anjani, siswi kelas 2 SD yang mengalami speech delay atau keterlambatan berbicara.
Setiap hari, Wanti mengantar putrinya ke sekolah pukul 07.00 WIB dan menunggu hingga jam pulang sekolah sekitar pukul 12.00 WIB.
Jarak rumah mereka sekitar satu kilometer dari sekolah.
"Bicaranya yang terlambat."
"Harus lebih sabar karena sering tantrum."
"Kadang, kalau mainan HP saya ambil supaya jangan terlalu sering."
"Dia belajar harus berulang-ulang. Anak maunya menulis saja," ujar Wanti.
Baca juga: Sekolah Negeri di Banyumas Didorong Jadi Inklusi, Tak Boleh Tolak Anak Berkebutuhan Khusus
Pandangan mata Wanti kadang tak lepas ke arah kelas tempat anaknya belajar.
Kisah Wanti bisa dikatakan potret dari cinta tanpa pamrih.
Di SDN 5 Arcawinangun, dia bukan satu-satunya orangtua yang sabar menanti buah hati berkebutuhan khusus.
Di sekolah ini, terdapat 56 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari total 96 siswa yang terdaftar.
Para orangtua ABK rela menunggu, mendampingi, dan memberikan perhatian ekstra demi perkembangan buah hati mereka.
SDN 5 Arcawinangun sebenarnya bukan sekolah luar biasa (SLB).
Namun, sejak 2011, SDN 5 Arcawinangun membuka diri sebagai sekolah inklusi.
Sekolah inklusi adalah sekolah umum yang memberi ruang kepada siswa berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa reguler dalam suasana yang setara dan saling memahami.
"Setiap anak punya hak sama dalam belajar, baik anak berkebutuhan khusus dan anak biasa sama-sama belajar di kelas yang sama," ujar Kepala SDN 5 Arcawinangun, Aminah Agustina, kepada Tribunbanyumas.com, Rabu.
Menurut Aminah, ABK yang berlajar di sekolah tersebut memiliki berbagai kondisi, mulai dari down syndrome (DS), tuna daksa, slow learner, hingga speech delay.
Menariknya, siswa ABK itu tidak hanya berasal dari Arcawinangun tapi juga datang dari wilayah yang cukup jauh, seperti Kecamatan Banyumas.
Dua kecamatan ini memiliki jarak 15-20 kilometer.
Untuk menangani mereka, sekolah memiliki 14 tenaga pengajar, terdiri dari enam guru kelas dan enam guru pendamping khusus.
Guru-guru ini tak sekadar mengajar namun juga menjadi sahabat, penguat, dan bahkan keluarga kedua bagi para siswa.
"Gurunya tidak mau dimutasi karena sudah betah dan ada ikatan emosional dengan anak-anak ABK," ucap Aminah.
Aminah mengatakan, lingkungan inklusi ini bukan hanya memberi manfaat bagi siswa ABK namun juga membentuk karakter anak-anak reguler yang belajar hidup berdampingan, membantu, dan bertoleransi.
"Soal respon anak yang normal juga sangat bagus."
"Karena anak yang normal pada umumnya juga ikut membantu, seperti mengambilkan tas temen ABK, saling support," kata Aminah.
Salah satu ruang yang menjadi simbol perhatian sekolah terhadap anak-anak ABK adalah Ruang Bina Diri.
Di sini, anak-anak berkebutuhan khusus tersebut berlatih motorik halus dan kasar, meningkatkan keseimbangan dan koordinasi gerak.
Kegiatan ini dilakukan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, secara bergantian.
"Ada namanya Ruang Bina Diri, yaitu belajar motorik halus, kasar, supaya gerak lancar, keseimbangan," terang Aminah.
Cerita Inspirasi ABK
Sementara itu, cerita inspiratif juga datang dari para siswa.
Kiki, siswa kelas 6 asal Desa Sitapen, satu di antara ABK yang belajar di SDN 5 Arcawinangun.
Ia senang pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) dan menunjukkan semangat belajar luar biasa meski memiliki keterbatasan.
"Paling senang pelajaran PJOK."
"Belajar berulang-ulang sama orangtua dan pendamping."
"Pulang sekolah, les, habis itu ngaji. Sekarang saya iqro 2," ujar Kiki polos.
Baca juga: Pemprov Jateng Hadirkan Sekolah Inklusi bagi Difabel, Sediakan Jalur Khusus Penerimaan Siswa Baru
Sementara, Dea Ayudia, siswi kelas 5, menunjukkan minat besar di bidang seni rupa.
"Paling suka seni rupa, menggambar dan mewarnai."
"Temen-teman baik dan gurunya."
"Dan saya mau jadi dokter," katanya sambil tersenyum.
Hati Besar Para Pendidik
Kisah SDN 5 Arcawinangun tak lepas dari peran para guru yang menjadi tulang punggung sistem inklusi.
Salah satunya adalah Sugiarti (55), guru kelas yang telah mengabdi sejak 2005 dan menyaksikan langsung transformasi sekolah menjadi inklusif.
"Saya pekerja P3K dengan gaji Rp1,2 juta gajinya," ujar Sugiarti yang tetap bertahan meski dengan penghasilan terbatas.
Ia adalah saksi hidup dari perubahan besar di sekolah ini.
Ia mengenang momen pertama sekolah mulai membuka diri kepada siswa berkebutuhan khusus.
"Awalnya, kala itu, ada anak menggunakan kursi roda, tidak bisa jalan, anak perempuan."
"Akhirnya diam saja dan bapak kepala sekolah merekomendasikan menjadi sekolah inklusi," kenangnya.
Seiring waktu, jumlah siswa ABK bertambah, dan berbagai tantangan harus dihadapi.
Sugiarti belajar secara otodidak memahami berbagai bentuk kebutuhan khusus anak didiknya.
"Saya belajar secara otodidak belajar menangani berbagai tuna dan ABK."
"Ada anak yang tidak bisa ngomong, alhamdulillah jadi bisa ngomong," tuturnya.
Ia juga sempat mendapat cibiran dari masyarakat sekitar.
"Bahkan, sempat dapat cibiran dari masyarakat sekitar SD."
"Warga sekitar berpandangan 'Lah nanti anak saya yang normal malah jadi seperti itu (jadi ABK). Dianggap seperti itu, ketularan jadi ABK," kata Sugiarti.
Baca juga: 65 Persen Siswa SDN 5 Arcawinangun Purwokerto Adalah ABK, Banyumas Dorong Pendidikan Inklusif
Stigma dan kurangnya pemahaman menyebabkan menurunnya jumlah siswa reguler dari tahun ke tahun.
"Memang, reguler anak yang biasa menurun, hal itu karena kurangnya edukasi bahwa sekolah inklusi juga bisa buat sekolah siswa reguler," ujarnya.
Namun, bagi Sugiarti, semua itu tidak sebanding dengan kepuasan hati melihat anak-anak ABK berkembang.
"Saya tidak mau pindah karena saya sudah biasa dengan anak-anak ABK."
"Saya sudah menyatu dengan mereka dan menyadarkan hati saya."
"Saya jadi bersyukur kalau membandingkan diri dengan anak-anak yang ABK," ucapnya lirih.
Kerja Sama dengan Lembaga Lain
SDN 5 Arcawinangun kini juga menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga.
Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto turut membantu selama dua tahun terakhir melalui program edukatif dan alat bantu pembelajaran seperti kentongan, cermin, dan bola gym.
Bank Indonesia, melalui program Cinta Bangga Paham Rupiah (CBP), juga menjadi mitra, memberikan bantuan fasilitas seperti laptop dan LCD proyektor.
Sekolah ini bahkan telah menerima bantuan Chromebook dari Dinas Pendidikan.
Namun, hingga kini, mereka masih menunggu bantuan jaringan internet untuk mendukung pembelajaran digital secara maksimal.
Bagi Wanti dan para orangtua siswa ABK, SDN 5 Arcawinangun bukan sekadar tempat belajar.
Sekolah ini telah menjadi ruang harapan, rumah kedua, dan tempat di mana anak-anak mereka diterima sepenuh hati. (*)
6 Bulan Ikut Pelatihan, 170 Pelaku UKM di Banyumas Digembleng Strategi Tembus Pasar Internasional |
![]() |
---|
BUMDes Kediri Banyumas Bangkit, Dapat Bantuan 5.000 Benih Ikan Nila dari Biro Umum Setda Jateng |
![]() |
---|
Aplikasi OKY Bantu Remaja di Banyumas Kenali Siklus Menstruasi Sejak Dini |
![]() |
---|
Pembeli Rumah Mewah Rp 800 Juta Tanpa IMB di Purwokerto Desak Polisi Beri Kepastian Proses Hukum |
![]() |
---|
Tunjangan Perumahan DPRD Banyumas Tembus Rp42,6 Juta Per Bulan, Nanang Minta Bupati Evaluasi Aturan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.