Kebumen Berdaya

Gengsi Jadi Petani? Tidak di Kebumen, Anak Mudanya Olah Sawah Pakai Drone dan Pompa Tenaga Surya

Di saat banyak anak muda gengsi jadi petani, pemuda di Kebumen ini justru bangga mengolah sawah berbekal drone dan tenaga surya.

Penulis: Agus Iswadi | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUN BANYUMAS/ AGUS ISWADI
OLAH SAWAH MODERN. Petani muda, Setiadi (23), mengolah lahan menggunakan traktor perahu di Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar, Kebumen, Senin (27/10/2025). Gerakan tani muda ini menjadi cara desa untuk melakukan regenerasi petani sekaligus mendukung program ketahanan pangan melalui sistem pertanian terintegrasi. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, KEBUMEN - Deru mesin traktor perahu yang lincah membelah lumpur di persawahan Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar, seolah menjadi genderang perang melawan sebuah ancaman sunyi: krisis regenerasi petani.

Di atasnya, duduk dengan gagah seorang pemuda berusia 23 tahun.

Ini bukan pemandangan biasa. Ini adalah potret perlawanan sebuah desa yang menolak profesi petani mati ditelan zaman.

Baca juga: Punya Pabarik Sarung Tangan dari Korea, Kebumen Berharap Tak Lagi Jadi Kabupaten Termiskin di Jateng

Di saat banyak anak muda lebih memilih merantau atau bekerja di sektor lain, Pemerintah Desa Grenggeng justru berhasil memanggil pulang para pemudanya.

Mereka tidak diajak untuk bertani dengan cara konvensional yang melelahkan, melainkan menjadi motor penggerak sebuah lumbung pangan modern seluas 5 hektare.

Gerakan Tani Muda

Kepala Desa Grenggeng, Eri Listiawan, melihat potensi besar di desanya yang seringkali tak tergarap maksimal.

Baginya, gerakan tani muda ini adalah jawaban atas dua tantangan sekaligus: menciptakan produk pangan sehat dan memastikan ada generasi penerus yang mau menggarap sawah.

"Karena kita punya semangat untuk memunculkan produk pangan sehat, tentu selain meninggalkan pertanian kovensional juga sekaligus kadersiasi di bidang ketahanan pangan, khususnya anak-anak muda terlibat langsung dalam pertanian integrasi peternakan dan perikanan tani padi," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Senin (27/10/2025).

Konsepnya pun tak main-main. Di atas lahan milik desa itu, kini berdiri sebuah ekosistem pertanian terpadu.

Ada tujuh kolam lele, tiga kolam nila, kandang ayam, kambing, hingga budidaya maggot.

Semua saling terhubung dalam sebuah siklus yang efisien.

Maggot menjadi pakan ternak, dan kotoran ternak diolah menjadi pupuk organik untuk sawah.

Salah satu petani muda yang terlibat, Setiadi (23), mengaku senang bisa menjadi bagian dari gerakan ini.

Menurutnya, dukungan penuh dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi kunci.

Tak hanya menyediakan sarana prasarana, BUMDes juga siap menyerap seluruh hasil panen.

Sumber: Tribun Banyumas
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved