TRIBUNBANYUMAS.COM, GROBOGAN – Ki Ageng Selo, tokoh legendaris yang hidup di masa Sunan Kalijaga, tidak hanya dikenal sebagai penakluk petir dengan tangan kosong.
Jejaknya itu, ada di kompleks makamnya yang berada di belakang Masjid Selo, terdapat simbol percikan api petir yang konon terus menyala sejak abad ke-16.
Setiap tahun, api ini diambil oleh Keraton Surakarta dalam tradisi Grebeg Suro.
Di sisi lain, tokoh dari Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, ini juga dikenal sebagai leluhur raja-raja Kesultanan Mataram Islam dan figur spiritual penting dalam sejarah Jawa.
Legenda Ki Ageng Selo berawal saat Ia gagal lolos ujian prajurit Kesultanan Demak karena menghindari cipratan darah saat membunuh banteng.
Ia kemudian memilih jalan spiritual, memperdalam ilmu agama, dan mendidik anak-cucunya di Desa Selo.
Beberapa tokoh besar seperti Ki Ageng Enis, Ki Ageng Pemanahan, hingga Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) merupakan murid sekaligus keturunannya.
Baca juga: Legenda Ki Ageng Selo, Orang Sakti Penangkap Petir, Ternyata Keturunan Raja Brawijaya V
Hal itu diperkuat penuturan juru kunci makam, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rokhim Rekso Hastono, bahwa ajaran Ki Ageng Selo menggabungkan nilai-nilai Islam dan budaya lokal.
Menurutnya, setelah gagal menjadi prajurit Kesultanan Demak, Ki Ageng Selo diberi wejangan dari Sunan Kalijaga dan leluhurnya.
Ki Ageng Selo lantas memperdalam ilmu agama dan menyampaikan ajarannya kepada generasinya sebagai bekal di dunia dan akhirat.
"Apa yang beliau ajarkan adalah resapan dari Agama dan budaya atau ajaran leluhur, seperti cara mencari makan (pekerjaan), cara berkolaborasi dengan pemerintahan (politik), itu ada aturan-aturan yang diresapi untuk generasi nanti," kata Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rokhim Rekso Hastono saat ditemui di makam.
Bagi Ki Ageng Selo, menuntut ilmu adalah laku utama yang tak boleh luput dari jalan kehidupan.
"Ki Ageng Selo memiliki keyakinan orang hidup harus punya pegangan, yaitu ilmu. Pada masa itu Ki Ageng Selo dengan jerih payahnya mencari ilmu dan berharap apa yang diminta bisa tercapai," tutur KRT Rokhim.
Ia menyampaikan pesan moral melalui tembang-tembang Jawa seperti Dhandanggulo dan Megatruh yang terangkum dalam kitab 'Pepali Ki Ageng Selo'.
“Dalam 'Dhandanggulo Pepali Ki Ageng Selo', beliau mengajarkan nilai-nilai moral dalam birokrasi, hubungan rakyat dan pemimpin. Juga nasihat-nasihat lain tentang kehidupan,” kata KRT Rokhim.