Direktur TPST Kedungrandu Wahidin mengatakan, rata-rata sampah yang masuk ke tempatnya tiap hari mencapai 15 ton.
Sampah yang masuk ke TPST langsung diproses di mesin gibrig sehingga sampah organik dan anorganik terpisah. Sampah yang telah terpilah lantas digilas menjadi bubur sampah. Bahan biomassa tersebut lah yang dibawa ke BLE untuk diproses lanjut dan dijual ke PLTU sebagai pengganti batu bara.
Pihaknya juga memproduksi Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar alternatif yang dipakai perusahaan semen di Cilacap. Ia melihat potensi produksi sumber energi terbarukan di tempatnya sangat melimpah.
Wahidin mengungkap, dari 15 ton sampah yang ditampung di TPST tiap hari, 60 persennya adalah limbah organik yang bisa dibuat biomassa.
Sisanya sampah anorganik yang bisa diolah menjadi RDF, dimana keduanya jadi sumber energi alternatif pengganti batu bara.
"Sebagian besar sampah di kami organik dan bisa dibikin biomassa,”katanya
Model pengelolaan sampah terpadu bukan hanya berhasil melepaskan Kabupaten Banyumas dari status darurat sampah yang sempat tersemat.
Ternyata, dampak ikutan dari kegiatan pengelolaan sampah terpadu itu jauh lebih luas (multiplier effect). Wahidin melihat perubahan positif perilaku masyarakat yang kini lebih peduli terhadap persoalan sampah di lingkungannya.
Tak kalah menggembirakan, pengelolaan sampah secara terpadu mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat. Kegiatan pengolahan sampah di TPST Kedungrandu misalnya, berhasil memberdayakan 40 karyawan yang sebagian adalah eks pemulung liar.
Omzet perbulan TPST kini sudah mencapai seratusan juta rupiah. Pendapatan itu diperoleh dari retribusi atas jasa pengelolaan sampah masyarakat dan industri. Juga dari hasil penjualan produk olahan sampah ke pelanggan.
Contohnya, sampah terpilah (rongsok), serta RDF atau bahan biomassa yang dijual ke perusahaan sebagai pengganti batu bara. Meski ia mengakui biaya operasional pengelolaan sampah di TPST tak kalah besar.
"Ke depan kami mantergetkan bisa menjangkau 5000 pelanggan,”kata Wahidin
Pengolahan sampah menjadi energi alternatif terbukti mampu problem lingkungan di Kabupaten Banyumas. Sebagaimana daerah lain, Kabupaten Banyumas tadinya pun pernah mengalami problem lingkungan yang pelik berkaitan dengan sampah.
Pada tahun 2018, saat Banyumas dipimpin oleh Bupati Achmad Husein, Pemerintah Daerah dibuat pusing lantaran ratusan ton sampah yang menumpuk tiap harinya tidak bisa dibuang.
Ini setelah beberapa TPA, yakni TPA Gunung Tugel, TPA Tipar Ajibarang dan TPA Kaliori ditutup karena mendapat penolakan dari warga.