Berita Banyumas

Keluarga Tahanan Polresta Banyumas yang Tewas Kecewa Usai Putusan, Ada Oknum Polisi yang Tak Dihukum

Penulis: iwan Arifianto
Editor: khoirul muzaki
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto yang menjatuhi hukuman penjara selama delapan tahun kepada AAN atas kasus tahanan tewas, Senin (11/12/2023).

Perwakilan YLBHI dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri ,  Arif Maulana menerangkan,  Oki Kristodiawan (27) merupakan korban salah tangkap yang menambah deretan panjang catatan hitam polisi.

Merujuk data Kontras sebanyak 51 orang menjadi korban salah tangkap oleh polisi di seluruh Indonesia selama kurun Juli 2018-Juni 2019.

Lebih melokal, LBH Jakarta mendampingi korban kasus salah tangkap di area Jabodetabek sebanyak 10 kasus selama tahun 2016-2022.

"Korban salah tangkap ternyata tak sedikit, lantas apakah berhenti? tentu tidak, masih ada kasus serupa muncul baru-baru ini semisal di Manokwari dan  Bengkulu," jelasnya.

Menurutnya , kasus yang dialami almarhum Oki bukan masalah 'oknum' polisi, melainkan imbas dari kondisi lembaga Bhayangkara yang sistematis dan struktural.

Masalah itu, dapat dilihat dari adanya kultur kekerasan dengan praktik penyiksaan yang dilanggengkan di tubuh Polri terutama saat rekrutmen pendidikan anggota Polri.

Kemudian tidak menegakan hukum secara profesional transparan dan akuntabel.

Kewenangan besar kepolisian dalam hukum pidana baik sebagai penyelidik dan penyidik.

Selain itu, tidak ada pengawasan terhadap proses hukum yang dilakukan penyelidikan dan penyidikan polisi maupun upaya paksa.

"Kompolnas memang ada tapi hanya penasihat bukan pengawas," katanya.

Dari berbagai kasus salah tangkap yang terjadi, Arif menilai, ada pola-pola praktik salah tangkap polisi yang dimulai dari pelanggaran hak-hak tersangka dan terdakwa. 

Baca juga: Genjot Keterampilan Lulusan SMK agar Siap Kerja, Pemprov Jateng Kucurkan Anggaran Rp347 Miliar

Korban ditangkap dan ditahan tanpa dasar atau alat bukti yang cukup.

Penahanan dilakukan sewenang-wenang baik di kantor kepolisian maupun di tempat lain yang sudah disiapkan.

"Lalu tidak didampingi kuasa hukum hingga terjadi penyiksaan untuk memperoleh pengakuan dan pola-pola lainnya," paparnya.

Terpisah, Kapolda Jateng Irjen Ahmad Lutfi mengatakan, dari kasus tersebut sebagai pembelajaran ke jajaran Polda Jateng untuk melakukan tugas pokok menegakan hukum tetapi tidak boleh melanggar hukum.

"Menjadi komitmen kita untuk lakukan penyidikan secara transparan sehingga institusi kita lebih sehat dalam rangka memberikan keadilan kepada masyarakat," tandasnya. (Iwn)

 

Berita Terkini