TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Tengah mengkaji kembali upah minimum guru (UMG).
Menurutnya, gaji guru tidak bisa disamakan dengan buruh.
Lantaran kerja guru lebih merepotkan.
Baca juga: Alasan Kasus Covid-19 Masih Tinggi di Jateng, Bambang Kusriyanto Minta KBM Tatap Muka Dikaji Ulang
Baca juga: Jogo Plesiran di Kawasan Wisata Dieng Banjarnegara, Begini Gerakan Nyata Disporapar Jateng
Baca juga: Jangan Sampai Desa Wisata Ditutup, Disporapar Jateng Sosialisasi Gerakan BISA di Banyumas
Baca juga: Jateng Dapat Jatah 21 Juta Vaksin Covid-19, Dinkes: Skema Pendistribusian Sedang Kami Susun
Meskipun, saat ini banyak guru non PNS yang digaji di bawah upah minimum kabupaten/kota.
Politikus Partai Gerindra ini menuturkan, pemberian gaji yang sesuai beban kerja penting.
"Mestinya tidak sebatas UMK (gaji guru non PNS)."
"Kami mendorong pemerintah mengeluarkan aturan terkait upah minimum guru," kata Yudi kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (27/11/2020).
Apalagi, lanjutnya, saat ini pemerintah tengah giat dalam mengimplementasikan program Merdeka Belajar.
Dalam program itu, guru dituntut inovatif dan bisa memberikan pelajaran secara menarik.
"Namun bagaimana mungkin guru bisa inovatif jika kebutuhan pokoknya saja belum terpenuhi," tukasnya.
Wakil Ketua DPD Gerindra Jateng ini juga prihatin masih banyak guru non PNS yang 'nyambi'.
Semisal menjadi pengemudi ojek daring.
Jika seperti itu, dia yakin guru tidak fokus lagi memikirkan kreativitas dan inovasi pembelajaran sekolah.
Di sisi lain ia juga mengritisi peralihan kurikulum pendidikan yang kini menjadi Merdeka Belajar.
Peralihan menurutnya tidak semudah itu.
Harus melihat kesiapan sarana dan prasarana sekolah, kesejahteraan pendidik, dan tenaga kependidikannya.
"Mungkin hal itu bisa dilakukan di sekolah yang berada di kota, namun tidak mudah yang berada di wilayah pinggiran."
"Keterbatasan sarpras dan kuantitas serta kualitas guru menjadi alasannya."
"Gaji memang bukan yang utama, tapi itu menjadi salah satu tolok ukur upaya pemerintah memberikan kesejahteraan pada guru," imbuhnya.
Sementara, Plt Kepala Disdikbud Jateng, Padmaningrum menuturkan, saat ini di Jawa Tengah ada 22 ribu guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT).
Jumlah itu disebutnya sangat besar.
Pemprov Jateng memang telah memberikan tambahan insentif bagi mereka.
Belum lagi ditambah dengan guru-guru sekolah milik yayasan yang gajinya begitu minim.
"Problematika di bidang pendidikan itu memang banyak, tetapi secara bertahap diselesaikan," tuturnya. (Mamduh Adi)
Baca juga: Serapan Pajak Belum Penuhi Target Tahun Ini, BKD Kota Salatiga Masifkan Program Pendukung
Baca juga: Butuh Donasi Hingga 20 Ribu Ecobrick, DLH Kota Semarang Hendak Bikin Taman, Mulai Tahun Depan
Baca juga: Kisah Guru Honorer Nyambi Ojol Hingga Jual Telur Asin di Purbalingga: Pandemi Juga Memukul Saya
Baca juga: Ini Skenario KPU Jateng di 4 Kecamatan Jika Erupsi Merapi Terjadi di Hari Pencoblosan Pilkada 2020