Yaitu mengetahui asal atau sumber dan bunyi makna dan pemahaman tentang isinya.
"Dasarnya simpel untuk membantah atau mendeteksi hoaks, yaitu sanad dan matan."
"Sanad itu sumber, matan itu konten. Jadi maksudnya, kita cek kalau kita dapat berita, sanadnya apa nih, sumbernya darimana."
"Kalau cuma forward-an Whatsapp yang gak jelas sumbernya sama sekali, ya kita anggap hoaks aja sampai terbukti sebaliknya, jadi supaya aman,” tambah Harry.
Kemudian, terkait konten atau isi berita, masyarakat sebaiknya mengecek apakah konten tersebut ada yang aneh atau tidak.
Apabila ada isi berita yang ketika dibaca isinya langsung membangkitkan emosi, marah, gusar atau bahkan, ketakutan, serta mungkin berlawanan dengan yang selama ini beredar di media massa, maka harus dicek atau seperti tadi saja, dianggap sebagai berita hoaks sampai terbukti sebaliknya.
"Jadi mengetahui ini hoaks atau bukan itu simpel. Kita sudah diajarkan dari zaman dahulu yaitu apakah sanadnya jelas, gimana kontennya."
"Jadi kalau kita umat muslim sudah bisa berpegang kesitu, maka sebenarnya kita sudah bisa menghindari hoaks ini," kata Harry.
Sebagaimana diketahui bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai bagian dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat setidaknya infodemik berupa hoaks atau informasi yang tidak benar seputar Covid-19 di Indonesia mencapai 566 kasus.
Sementara itu Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) melalui pemeriksa faktanya secara spesifik mencatat misinformasi dan disinformasi seputar Covid-19 sebanyak 301 berita hoaks hingga pukul 22.00 WIB pada Jumat kemarin. (*)
• Bukan 46 Orang, Berikut Klarifikasi RSUP dr Kariadi Terkait Tenaga Medis Positif Virus Corona
• Hasil Swab Keluar, Dua Ibu Hamil PDP Corona yang Meninggal di Banyumas Negatif Covid-19
• Dampak Baik Virus Corona: Budaya Cuci Tangan Akhirnya Dengan Sabun Akhirnya Terbentuk
• Sukses Diuji Coba ke Monyet, Obat Covid-19 Siap Dicoba Manusia?