Budaya Cilacap

Kisah Tradisi Sidekah Kupat di Cilacap, Kearifan Lokal 500 Tahun untuk Hormati Prabu Siliwangi

Digelar setiap Rabu Wekasan atau Rabu terakhir bulan Safar, warga menggantung ketupat di perbatasan desa sebagai sedekah.

DOKUMENTASI WARGA
TRADISI SIDEKAH KUPAT: Warga saat menggelar tradisi Sidekah Kupat di Kecamatan Dayeuhluhur, Cilacap, Rabu (20/8/2025). Dalam tradisi yang digelar setiap Rabu Wekasan ini, warga menggantungkan ketupat di palang bambu sebagai bentuk sedekah bagi siapa saja yang melintas. (ISTIMEWA/HARYADI) 

TRIBUNBANYUMAS.COM, CILACAP - Warga di wilayah barat Kabupaten Cilacap, khususnya di Kecamatan Dayeuhluhur dan Wanareja, kembali menggelar tradisi adat "Sidekah Kupat", Rabu (20/8/2025).

Dalam tradisi unik ini, warga secara bergotong royong membuat ketupat yang kemudian digantung di palang-palang bambu di perbatasan desa.

Ketupat tersebut menjadi simbol sedekah yang boleh diambil dan dinikmati oleh siapa saja yang melintas.

Baca juga: UMKM Cilacap Mendunia, Produk Anyaman Pandan Asal Maos Diekspor ke Hongkong

Kisah di Balik Ketupat Prabu Siliwangi 

Menurut pemerhati budaya Dayeuhluhur, Ceceng Rusmana, tradisi Sidekah Kupat ini merupakan kearifan lokal yang telah berusia sekitar 500 tahun.

Ia menuturkan, tradisi ini berawal dari kisah perjalanan Prabu Siliwangi dan pasukannya. Konon, saat melintasi wilayah Kerajaan Dayeuhluhur, warga setempat memberikan bekal berupa ketupat sebagai bentuk penghormatan.

"Tradisi ini sejatinya merupakan bentuk penghormatan untuk menyambut kedatangan sekaligus melepas kepergian Prabu Siliwangi di Dayeuhluhur pada masa itu," ujar Ceceng.

Prosesi Tiga Hari Penuh Gotong Royong 

Prosesi Sidekah Kupat tidak hanya berlangsung sehari.

Ida Farida dari Dinas Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga (Disparpora) Cilacap menjelaskan, tradisi ini dijalankan selama tiga hari.

"Hari pertama diisi dengan kerja bakti membersihkan jalan desa, hari kedua warga mempersiapkan dan memasak ketupat, dan hari ketiga adalah puncak prosesinya," jelas Ida.

Pada puncak acara, warga membawa ketupat hasil olahan masing-masing untuk mengikuti doa bersama.

Setelah itu, sebagian ketupat disantap bersama dan sebagian lainnya digantung di perbatasan desa.

Menurut Ida, tradisi yang sarat akan nilai kebersamaan dan gotong royong ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata budaya yang unik di Kabupaten Cilacap.

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved