Berita Jateng

Saat Daerah Lain Naik hingga Picu Polemik, PBB di Semarang Justru Turun untuk Kategori Ini

Meskipun NJOP lahan mereka mengalami kenaikan, jumlah PBB yang harus dibayarkan justru menyusut jauh dibandingkan tahun sebelumnya

Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: khoirul muzaki
Reza Gustav
Kepala BKUD Kabupaten Semarang, Rudibdo. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, UNGARAN - Di tengah keluhan sebagian warga terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) akibat peningkatan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), ternyata ada fenomena sebaliknya yang justru terjadi di sejumlah titik di Kabupaten Semarang, yaitu pajaknya justru turun drastis.

Fenomena itu dialami para pemilik lahan yang masuk dalam kategori Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan lahan yang dipergunakan untuk peternakan. 

Meskipun NJOP lahan mereka mengalami kenaikan, jumlah PBB yang harus dibayarkan justru menyusut jauh dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang, Rudibdo.

Menurut dia, kebijakan tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah daerah dalam mendorong produktivitas dan memperkuat ketahanan pangan lokal.

"Khusus untuk lahan sawah dilindungi, kami tidak melakukan penilaian ulang, bahkan tarif PBB-nya kami turunkan dari 1,25 persen menjadi hanya 0,09 persen. 

Jadi ini bukan sekadar optimalisasi PAD (Pendapatan Asli Daerah), tapi juga mempertimbangkan arah kebijakan nasional dan regulasi,” ujar Rudibdo ketika dihubungi Tribunjateng.com, Senin (11/8/2025).

Kebijakan tersebut, lanjut dia, sejalan dengan arahan Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, yang menaruh perhatian besar terhadap lahan pertanian, terutama yang termasuk dalam LSD.

Tujuannya masih sama, yaitu menjaga agar lahan pertanian tidak dikonversi dan tetap produktif dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Kepala Bidang Pajak Daerah BKUD Kabupaten Semarang, Slamet Suyono menambahkan bahwa dinamika ini tidak terjadi secara acak, melainkan sebagai bagian dari penyesuaian selektif.

“PBB tidak semuanya naik, ada juga yang turun, terutama pada 2024 dan 2025 ini. 

Kami targetkan tetap di angka Rp88,1 miliar per tahun sejak 2024, 2025 hingga 2026.

Jadi kenaikan pajak di beberapa wilayah kami imbangi dengan penurunan di wilayah lain,” jelas Slamet.

Sebagai contoh, Slamet menyebutkan satu di antara warga, Sumardi B Amat Dasuki, pemilik lahan seluas 8.396 meter persegi di Desa Tegalrejo, Kecamatan Tengaran. 

Meskipun NJOP lahan tersebut mencapai lebih dari Rp4,5 miliar, PBB-nya justru turun dari Rp4.080.456 pada 2023 menjadi hanya Rp1.623.115 pada 2025.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved