Liputan Khusus

Sosiolog Unsoed Sebut Kosan Eksklusif Ciptakan Mahasiswa Individualis dan Tak Peduli

Sosiolog Unsoed kritik tren kosan mewah di Purwokerto. Fasilitas privat dinilai melemahkan kontrol sosial & ciptakan mahasiswa penyendiri.

|
Tribunbanyumas.com/Permata Putra Sejati
LIPSUS KOSAN : Tumbuhnya Kos-Kosan Ekslusif di Purwokerto yang Semakin Mengikis Kepekaan Sosial 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Di tengah gegap gempita perkembangan Purwokerto sebagai kawasan urban yang makin bergeliat, tumbuh satu fenomena sosial yang jarang disadari.

Fenomena itu adalah menguatnya privatisasi ruang tinggal mahasiswa di balik tembok-tembok kos eksklusif.

Fenomena ini bukan sekadar soal kenyamanan. 

Baca juga: Kisah Joki Kosan Purwokerto, Dulu Jemput Bola di Kampus Kini Tergilas Medsos

Di balik kamar berpendingin udara, water heater, hingga smart lock, tersembunyi perubahan karakter sosial yang pelan tapi menggerus wajah Purwokerto sebagai kota pelajar.

Nuansa hangat dan akrab yang biasanya identik lambat laun terkikis dengan adanya tipe kosan mewah nan ekslusif.

Akademisi dan sosiolog dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman, Tyas Retno Wulan, menyoroti pertumbuhan kos eksklusif di sekitar Purwokerto terutama kawasan kampus seperti di daerah Kedokteran Unsoed adalah sinyal dari berkembangnya masyarakat kelas atas (highclass society).

"Purwokerto itu semakin menarik sebagai kota. 

Tapi kalau melihat pola kosan sekarang, ada kecenderungan munculnya apa yang disebut low value. 

Artinya, kepedulian sosial makin kecil, kontrol sosial melemah," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (19/7/2025). 

Tyas menjelaskan, dalam sistem kos konvensional, mahasiswa masih tinggal di rumah-rumah warga, bersama induk semang yang memegang peran sebagai orangtua kedua. 

Ia mengatakan interaksi sosial pun terjaga: ada ruang berbagi cerita, bercengkerama di dapur bersama, hingga saling sapa saat antri kamar mandi luar.

Namun kini, di kos-kosan berharga jutaan rupiah per bulan, segala fasilitas tersedia di balik satu pintu kamar. 

Mahasiswa tidak lagi punya alasan keluar, tidak perlu menyapa tetangga kamar. 

"Ada perasaan semakin tidak mau diganggu orang lain. 

Ketika membayar mahal, saya ingin sesuatu yang privat," ungkap Tyas.

Menurutnya, inilah pola perubahan yang menarik tapi sekaligus perlu dicermati. 

Ruang tinggal yang makin privat bisa menciptakan manusia-manusia kota yang individualistis sejak usia muda. 

"Kalau kost eksklusif, ya semuanya di dalam. 

Mau mandi, belajar, tidur, makan pun bisa order online, nggak perlu ketemu orang," ucapnya. 
Perubahan ini juga didorong oleh kemajuan teknologi. 

Aplikasi pencarian kosan seperti Mamikos dan platform digital lainnya membuat mahasiswa bisa memilih tempat tinggal hanya dengan satu sentuhan jari.

"Memang sudah zamannya digital, dan ini tidak bisa dielakkan. 

Tapi harus ada regulasi dari pemerintah daerah agar tidak semua wilayah berubah jadi zona kos-kosan bebas," kata Tyas.

Ia menilai, perlu ada intervensi kebijakan menjaga tatanan sosial dan ketertiban lingkungan.

Termasuk zonasi peruntukan kosan, pembatasan lantai bangunan, hingga kepemilikan usaha oleh warga lokal.

Fenomena ini menunjukkan Purwokerto kini berada di persimpangan jalan. 

Di satu sisi, ia tumbuh menjadi kota yang modern dengan infrastruktur hunian yang makin lengkap. 

Namun di sisi lain, kota ini juga mulai kehilangan nilai-nilai khasnya sebagai ruang tumbuh anak-anak muda yang egaliter, akrab, dan penuh interaksi sosial.

Menurutnya masyarakat dan pemerintah daerah perlu menimbang ulang arah pembangunan. 

Apakah akan membiarkan kota ini menjelma sepenuhnya menjadi pusat properti komersial?

Ataukah tetap menyeimbangkan kemajuan dengan nilai-nilai sosial yang menjadi fondasi sebuah kota pelajar. (jti) 

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved