Cuaca Ekstrem

BMKG Ungkap Fenomena 'Mbediding" akibat Cuaca Ekstrem, Apa Itu 'Mbediding'?

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan bahwa fenomena mbediding ini membuat suhu pada malam hingga pagi hari sangat dingin.

Editor: Rustam Aji
ISTIMEWA
EMBUN ES - warga menunjukkan rerumputan yang diselimuti embun es di Dieng. 

TRIBUNBANYUMAS.COM - Fenomena bediding (baca:mbediding) atau suhu dingin ekstrem kembali menjadi pembicaraan hangat.

Hal ini, karena fenomena ini terjadi di berbagai daerah Indonesia. 

Deputi Bidang Meteorologi  Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),  Guswanto mengatakan, fenomena ini membuat suhu pada malam hingga pagi hari sangat dingin.

“Suhu semakin dingin dari malam hingga pagi,” kata Guswanto kepada Kompas.com, Jumat (11/7/2025).

Lalu apa itu Bediding?

Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani menjelaskan, bediding adalah bagian dari pola musim yang biasa terjadi pada puncak musim kemarau. 

"Bediding adalah istilah lokal untuk menggambarkan suhu udara yang sangat dingin,” kata dia, seperti  dikutip Kompas.com, Kamis (10/7/2025).

Ida memperkirakan, potensi bediding tersebut akan berlangsung dari Juli sampai dengan awal September 2025. 

Sementara itu, Guswanto menyampaikan, ada beberapa faktor yang menyebabkan fenomena bediding tersebut.

Di antara penyebab itu adalah karena adanya Angin Monsun Australia dan posisi Matahari yang berada di sisi utara Bumi.

Kemudian, bediding juga disebabkan oleh beberapa faktor lain, seperti langit cerah dan udara kering yang terjadi pada malam hari.

Baca juga: Jateng Dilanda Fenomena Mbediding, BMKG Ingatkan Potensi Suhu Udara Hingga 3 Derajat Celsius

"Karena langit cerah yang ditandai jarangnya tutupan awan, maka radiasi panas dari permukaan Bumi terpancar ke atmosfer tanpa hambatan," ungkapnya. 

Hal tersebut kemudian menyebabkan terjadinya penurunan suhu yang signifikan di permukaan Bumi.

Akibat jarangnya hujan yang terjadi, maka kelembapan udara menjadi rendah dan uap air di dekat permukaan Bumi juga sedikit.

"Udara pun menjadi kering karena kurangnya uap air, dengan memiliki kapasitas panas lebih rendah," tandasnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved