Dokter Residen Meninggal

Terungkap di Sidang, Dokter Aulia Risma Dimaki dan Dihukum Berdiri 1 Jam Oleh Senior PPDS Undip

Makian dan hukuman berdiri satu jam pernah dialami dokter Aulia Risma Lestari dari seniornya saat menjalani program PPDS Undip Semarang.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
Instagram Pemkot Tegal
PERUNDUNGAN - Ucapan Duka Cita Pemkot Tegal atas meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari, dokter RSUD Kardinah Kota Tegal. Dokter Aulia meninggal saat menjadi mahasiswa PPDS Anestesi Undip Semarang dan diduga mengalami perundungan saat menjalani residen di RSUP Kariadi. Sidang perdana kasus imi mengungkap adanya makian dan hukuman berdiri 1 jam yang dialami korban dari seniornya. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Makian dan hukuman berdiri satu jam pernah dialami dokter Aulia Risma Lestari dari seniornya saat menjalani program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Hal ini terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan pungutan liar dan perundungan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kota Semarang, Senin (26/5/2025).

Sidang tersebut menghadirkan ketiga terdakwa, yaitu Zara Yupita Azra, yang merupakan senior dari korban Aulia Risma Lestari, Kepala Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip Taufik Eko Nugroho, dan Kepala Staf Medis Prodi Anestesiologi FK Undip Sri Maryani.

Sidang kepada tiga terdakwa dilakukan secara terpisah.

Sidang pertama dilakukan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang dijerat pidana pemerasan. 

Sidang kedua hanya satu terdakwa, yakni Zara Yupita Azra, yang dijerat kasus tindakan ancaman dengan kekerasan.

Baca juga: Jaksa Ungkap Perputaran Uang Rp 2,49 M di Sidang Perdana Kasus Aulia Risma, Terdakwa Peras Korban

Pada sidang dengan terdakwa Zara inilah terungkap adanya makian dan hukuman yang tidak manusiawi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika saat membacakan dakwaan mengatakan, Zara dituntut Pasal 335 ayat 1 KUHP (ancaman kekerasan).

Perbuatan terdakwa Zahra Yuvita Azra secara melawan hukum memaksa mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 77, angkatan dokter Aulia Risma, untuk mematuhi pasal anestesi dan tata krama anestesi.

Kepada juniornya, Zara menjelaskan pasal anestesi, larangan anestesi, dan operan tugas anestesi seperti menyediakan transportasi mobil, menyediakan logistik di ruang bunker anestesi, dan lainnya.

Terkait  pasal-pasal anestesi bersifat dogmatis yang harus ditaati tanpa boleh dibantah.

Pasal itu meliputi, Pasal 1, senior selalu benar.

Pasal 2, bila senior salah kembali ke pasal 1.

Pasal 3, hanya ada kata Ya dan Siap. Jangan pernah mengeluh dan seterusnya.

Selain pasal anestesi, terdapat pula sistem kasta anestesi. Kasta itu mencakup tujuh tingkatan hirarki.

Ketujuh tingkat itu dimulai dari mahasiswa tingkat satu, kakak pembimbing (kambing) atau mahasiswa tingkat dua.

Kemudian, middle senior, yakni mahasiswa tingkat tiga-empat, senior atau mahasiswa tingkat lima, shift of shift atau mahasiswa tingkat 6-7.

Kasta paling tinggi yakni dewan suro atau mahasiswa tingkat 8 atau akhir, hingga dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).

Dalam sistem ini , terdakwa Zara bertindak sebagai kakak pembimbing atau kambing dari almarhum Aulia Risma.

"Sistem tingkatan atau kasta antartingkatan ini diberlakukan secara turun-temurun dan dikuatkan melalui doktrin internal yang dikenal sebagai pasal anestesi," papar Sandhy.

Para mahasiswa anestesi juga dibebankan untuk membayar jasa joki tugas senior yang telah menghabiskan uang hingga ratusan juta yang bersumber dari dana iuran para mahasiswa PPDS anestesi.

Tercatat oleh jaksa, ada kerugian materi sebesar Rp864 juta untuk biaya makan senior, jasa joki untuk tugas-tugas akademik senior.

Aulia Risma pernah mengeluhkan penggunaan uang tersebut kepada ibunya, tetapi tetap melakukan transaksi atas perintah seniornya yang mengintimidasi melalui pasal anestesi.

"Aturan itu secara nyata merupakan bentuk intimidasi psikologis dan ancaman terselubung," beber Sandhy.

Dia menyebutkan, terdakwa Zara  pernah pula mengintimidasi dan menghukum dengan memakai ancaman psikologis dan kata-kata kasar.

Zara melontarkan kata-kata intimidasi di antaranya seperti goblok, lelet dan payah serta memberikan hukuman berdiri selama 1 jam dan difoto kemudian dibagikan di grup WhatsApp 23 anestesi.

"Selepas itu, dilakukan evaluasi pada pukul 02.00 sampai 03.00 dinihari. Para angkatan 77 anestesi (angkatan Aulia Risma) tidak berani melawan. (Doktrin) Ketika melawan berarti hambatan dalam pelajaran akademik," ujar jaksa.

Tak Ajukan Eksepsi

Terkait dakwaan tersebut, Zara menyatakan tidak mengajukan keberatan atau eksepsi.

Alasannya, ingin segera ke pokok persidangan.

Hal itu disampaikan kuasa hukum terdakwa, Khaerul Anwar.

Dia ingin sidang langsung ke pokok perkara untuk meguji fakta atau pokok perkaranya.

"Makanya kita tidak akan eksepsi masalah itu. Kami akan fokus kepada pokok perkara, segera disidangkan, periksa saksi," katanya seusai sidang.

Baca juga: Diperiksa Polisi di Kasus Pemerasan Dokter Aulia, Kaprodi Anestesiologi Undip Semarang Sakit-sakitan

Khaerul berencana menghadirkan sejumlah saksi kunci, terutama angkatan sebelum dan sesudah angkatan dokter Aulia, yakni angkatan 76 dan 78.

"Ada saksi-saksi yang sekiranya tidak menguntungkan dalam perkara ini tidak dijadikan saksi. Itu kita akan usahakan untuk hadirkan," ungkapnya.

Sebagaimana diberitakan, kasus dugaan perundungan dan pemerasan di PPDS Anestesi Undip mencuat setelah dokter Aulia Risma Lestari ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

Kematiannya diduga akibat praktik perundungan atau bullying yang dalam PPDS Anestesi Undip Semarangn yang diikuti korban sejak tahun 2022.

Bullying itu diduga juga dibarengi dengan aksi pemerasan.

Ibu mendiang Risma, Nuzmatun Malinah melaporkan kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng, Rabu 4 September 2024.

Polda Jawa Tengah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini pada 24 Desember 2024. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved