Dokter Residen Meninggal

Jaksa Ungkap Perputaran Uang Rp 2,49 M di Sidang Perdana Kasus Aulia Risma, Terdakwa Peras Korban

Sandhy melanjutkan, dana miliaran rupiah itu berasal dari para residen lintas angkatan sejak tahun 2018-2023.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Rustam Aji
TRIBUN JATENG/Iwan Arifianto
TERDAKWA - Zara Yupita Azra satu dari tiga terdakwa kasus dugaan pemerasan dan perundungan pada program PPDS Anestesi Undip Semarang mengikuti persidangan di PN Semarang, Kota Semarang, Senin (26/5/2025). Ketiga terdakwa tidak mengajukan keberatan atau eksepsi dalam sidang perdana tersebut. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Sidang perdana kasus dugaan pemerasan dan perundungan pada program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kota Semarang, Senin (26/5/2025).

Duduk sebagai 'pesakitan' adalah Zara Yupita Azra yang merupakan senior dari korban Aulia Risma Lestari; Kepala Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip, Taufik Eko Nugroho; dan Kepala Staf Medis Prodi Anestesiologi FK Undip, Sri Maryani.

Sidang untuk tiga terdakwa dilakukan secara terpisah.

Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang dijerat pidana pemerasan, disidang pertama. 

Untuk sidang kedua hanya satu terdakwa yakni Zara Yupita Azra yang dijerat kasus tindakan ancaman dengan kekerasan.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika, menjerat dua terdakwa Taufik dan Sri Maryani, dengan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 368 ayat 2 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Baca juga: Viral Ayam Goreng Widuran Solo Berdiri Sejak 1973 Baru Cantumkan Label Nonhalal

Para tersangka dijerat pasal  tersebut lantaran diduga telah melakukan pungutan biaya operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp80 juta peorang.

Aksi pungutan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah selama pengumpulan dan pemanfaatan dana BOP tersebut.

Biaya resmi PPDS anestesi dan terapi intensif unimed telah ditetapkan dalam keputusan Rektor Unimed Nomor 483/UN7.TP/HK/2022, sehingga tindakan keduanya disebut merupakan pungutan liar (pungli).

"Terdakwa dr. Taufik Eko Nugroho secara konsisten menyatakan bahwa setiap residen atau mahasiswa PPDS semester 2 ke atas wajib membayar iuran BOP sampai dengan sebesar kurang lebih Rp 80 juta per orang," ujar Sandhy.

Sandhy melanjutkan, uang tersebut diklaim untuk memenuhi  keperluan proposal tesis, konferensi nasional, ujian CBT (ujian komputer), jurnal reading dan publikasi ilmiah serta kegiatan lainnya.

Para mahasiswa PPDS lintas angkatan sejak tahun 2018-2023 sebenarnya merasa keberatan, tertekan dan khawatir atas iuran yang diwajibkan oleh terdakwa Taufik Eko Nugroho.

Namun, para mahasiswa takut untuk melawan.

Mereka tak berdaya karena melihat posisi Eko sebagai Kaprodi.

Eko juga menciptakan persepsi ketika lancar bayar BOP maka lancar dalam proses pendidikan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved