Berita Semarang

Studio Ilustrasi Semarang Diduga Lakukan Eksploitasi Pekerja, Picu Korban Hingga Ingin Bunuh Diri

Para korban mendapatkan eksploitasi baik secara fisik maupun intelektual. Korban dimanfaatkan oleh pengelola studio untuk bekerja lembur tanpa upah

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Rustam Aji
dok Tangkapan Layar X.
EKSPLOITASI PEKERJA SENI - Tangkapan layar dari akun X @@intinyadeh yang menarasikan kasus dugaan eksploitasi para ilustrator di Kota Semarang. 

Dia yang awalnya bekerja sebagai ilustrator diberi beban kerja tambahan di antaranya admin beberapa media sosial.

Beban kerja lainnya, dia menjadi petugas kebersihan yakni membersihkan kantor dan mencuci gelas dan piring.

Akibat dari beban kerjanya itu, dia dalam sehari hanya tidur 2-3 jam.
Adapun upah yang diterimanya jauh dari upah minimum kota (UMK) Semarang.

"Soal gaji saya awalnya menerima Rp300 ribu perbulan terus naik secara bertahap hingga terakhir bekerja di tempat itu dibayar  Rp1,75 juta perbulan,"  katanya.

Dia mengaku, bisa bertahan lima tahun di tempat itu akibat pengaruh orang-orang dalam komunitas tersebut yang menanamkan padanya bahwa mereka adalah orang yang berprestasi.

Dia sebagai korban termakan hasutan dalam ekosistem komunitas tersebut yang mana menyebut mereka yang tak kuliah saja bisa menghasilkan uang.

Kendati begitu, Sari akhirnya tidak kuat. Dia lantas memilih memeriksakan kondisi kejiwaannya.

Baca juga: Videotron Milik Pemkab Cilacap di Beberapa Lokasi Lama Mati, Ini Tanggapan Bupati Syamsul

Sebab, ketika dia bekerja sudah merasa stres akibat beban kerja yang tak ada habisnya.

Bahkan, ketika berangkat bekerja dia berulang kali muncul niatan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

"Saya memilih berobat dan hasilnya saya didiagnosa alami depresi. Selepas itu, saya keluar dari pekerjaan itu," ungkapnya.

Sari butuh waktu satu tahun untuk menyembuhkan depresinya. Dia sampai sekarang harus meminum obat untuk mengatasi sakitnya tersebut.

Dia juga kehilangan gairah dalam menggambar selama setahun ini. Semua itu akibat dari bekerja di komunitas tersebut.

"Saya akhirnya juga memilih membuat laporan kasus ini supaya mendapatkan keadilan," terangnya.

Dia meyakini ada puluhan korban lain yang terbagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama adalah para ilustrator yang karyanya dibeli dengan harga murah oleh jaringan komunitas tersebut.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved