Hikmah Ramadan oleh Menteri Agama
Merawat Kemabruran Puasa: Memahami Peringkat Doa, Kepasrahan untuk Menerima Apapun
Doa yang dipanjatkan dengan kekuatan kepasrahan untuk bersedia menerima apapun keputusan Allah SWT (al-du’a bi al-lisan al-isti’dad).
BELUM banyak di antara kita memahami peringkat doa.
Dalam Islam dikenal ada tiga tingkatan doa:
1. Doa yang dipanjatkan dengan bahasa mulut (al-du’a bi alisan al-maqal).
2. Doa yang dipanjatkan dengan kekuatan bahasa batin (al-du’a bi al-lisan al-hal).
3. Doa yang dipanjatkan dengan kekuatan kepasrahan untuk bersedia menerima apapun keputusan Allah
SWT (al-du’a bi al-lisan al-isti’dad).
Dalam perspektif sufistik, sebagaimana diungkapkan oleh Dawud Qaishari, doa yang paling kuat ialah yang ketiga, sehingga dikenal sebuah ungkapan: al-du’a bi al-lisan al-hal afshahu min al-du’a bi alisan al-maqal, wa al-du’a bi al-lisan al-isti’dad afshahu min al-du’a bi al-lisan al-hal (Doa yang dipanjatkan dengan bahasa batin lebih kuat daripada doa yang dipanjatkan dengan bahasa lisan, dan doa yang dipanjatkan dengan doa isti’dad lebih kuat daripada doa yang dipanjatkan dengan bahasa batin).
Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa: Hikmah di Balik Tak Terkabulnya Doa, Mungkin Ada yang Tidak Halal
Doa yang ketiga ini paling tinggi nilainya di mata Allah SWT.
Sebagai pemohon kepada Allah SWT (al-musta’adzu bih) meskipun manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan di atas makhluk-Nya tetapi tetap membutuhkan perlindungan, bimbingan, dan pertolongan Allah SWT sebagai Sang Pemberi perlindungan (al-musta’adzu bih).
Allah SWT sendiri meminta manusia untuk senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya sebagaimana dikatakan dalam ayat: Dan katakanlah: Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. (Q.S. al-Mu’minun/23:97).
Dalam ayat lain : Apabila kamu membaca Al Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (Q.S. al-Nahl/16:98).
Bagi para pencari Tuhan (salikun) yang penting bukan pengabulan doanya, tetapi penghambaan diri secara sempurna jauh lebih nikmat daripada pengabulan berbagai doa.
Mereka berdoa karena Allah SWT mewakili manusia untuk: Ud’uni astajib lakum ("Berdoalah kepada-
Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu). (Q.S. al-Gafir/40:60).
Bagi mereka, yang terpenting perbuatan berdoa itu sendiri. Rasulullah pernah bersabda: Al-du’a mukh al-‘ibadah (doa adalah intinya ibadah).
Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa: Menebar Energi Positif, Kunci Meraih Kebahagiaan
Mereka lebih merasakan puncak kenikmatan jika berdoa daripada menikmati hasil doa, apalagi kalau doa didikte oleh hawa nafsu, seperti pada umumnya orang awam jika berdoa, mereka lebih banyak meminta sesuatu yang berjangka pendek dalam urusan kehidupan dunia, seperti jodoh, kesehatan, kesejahteraan, pekerjaan, dan keperluan hidup duniawi lainnya.
Permohonan yang didikte hawa nafsu seringkali berujung penyesalan. Manusia sering tidak sadar kalau dirinya telah terlena dengan hawa nafsu yang menguasainya.
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Religiousness dan Religious Mindedness, Menuju Rahmatan Lil ‘alamin |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Salam, Islam, ke Istislam, Seorang Muslim harus Mengutamakan Damai |
![]() |
---|
Kemabruran Puasa: Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati, Segala yang Keluar dari Hati akan Mendarat di Hati |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Wirid ke Warid, Tidak Lagi akan Didikte oleh Kepentingan Dunia |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa: Dari Ta'abbud ke Isti'anah, Berharap Meraih Tanazul |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.