Hikmah Ramadan oleh Menteri Agama

Merawat Kemabruran Puasa: Dimulai dengan Niat Yang luhur

Niat yang luhur bukan diucapkan, tetapi dihayati dan diresapi sedalam-dalamnya sehingga terasa

Editor: Rustam Aji
Kemenag RI
Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA 

NIAT yang luhur untuk selalu menyadarkan diri merupakan  salahsatu upaya untuk merawat kemabruran ibadah.

Penciptaan kondisi batin yang diawali dengan niat dan tekad yang suci merupakan unsur yang amat penting di dalam merawat kemabruran ibadah.

Niat yang luhur bukan diucapkan, tetapi dihayati dan diresapi sedalam-dalamnya sehingga terasa bahwa sesungguhnya usaha dan pekerjaan yang kita lakukan kita berbagi (share) dengan Tuhan.

Keunggulan yang kita miliki ialah kekuatan niat. Kita tidak boleh lupa bahwa diri kita sebagai manusia berduplikasi dengan unsur mineral (jasadiyyah), tumbuh-tumbuhan (nabatiyyah), dan hewan (hayawaniyyah). 

Kita berada setingkat di atas binatang karena unsur spiritual (ruhiyyah). Dengan mengingat itu semua maka segenap tantangan bisa diatasi.

Kita sadar betul bahwa yang membedakan kita dengan binatang hanyalah unsur spiritualitas itu. Perbuatan yang kita lakukan tanpa melibatkan niat dan perencanaan yang matang maka sesungguhnya itu adalah perbuatan binatang (animal working).

Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa: Meneguhkan Visi Kehidupan

 Jika perbuatan itu dilakukan melalui niat dan perencanaan yang matang maka itulah perbuatan manusia (human working).

 Jika perbuatan yang dilakukan di samping dengan niat dan perencanaan matang, juga dilakukan dengan melibatkan unsur spirutualitas kita yang lebih dalam maka sesungguhnya perbuatan itu disebut perbiatan yang berkeilahian (Divine working).

Divine working inilah yang akan menghadirkan berkah dalam kehidupan kita.

 Jika diilustrasikan pada perbuatan suami isteri yang tidak melibatkan niat dan spiritualitas, melainkan hanya nafsu semata, maka sesungguhnya yang berhubungan suami isteri itu adalah binatang (animal sexuality).

Akibatnya pun bisa ditebak bahwa yang lahir dari perbuatan itu adalah “anak binatang”.

Jangan melulu menyalahkan anaka-anak remaja sekarang diwarnai dengan tawuran dan pekelahian, karena mereka itu adalah produk animal working.

Apapun pruduk animal working akan berpotensi merugikan orang lain, sungguhpun menguntungkan dirinya sendiri.

Penyingkiran dunia spiritual di dalam prilaku manusia bukan hanya merugikan diri sendiri tetapi juga akan merugikan orang lain, bahkan juga lebih para akan dialami alam raya.

Despiritualisasi dan dehumanisasi setiap dunia usaha, sebagaimana yang menggejala di dalam masyarakat, sudah sangat memprihatinkan.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved